TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) Maman Abdurrahman merekomendasikan pengemudi ojek online (ojol) masuk dalam kategori UMKM. Menurut dia proses ini sedang berjalan melalui Revisi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang UMKM. "Tawaran kami meletakkan ojol masuk dalam payung hukum Revisi UU UMKM adalah solusi aspirasi dari pengemudi ojek online yang sudah bertahun-tahun kami terima," kata Maman di Gedung Smesco Indonesia, Jakarta Selatan, Jumat, 25 April 2025.
Menurut Maman, pihaknya sudah berkomunikasi dengan perwakilan asosiasi ojol yang cukup punya kompetensi mewakili teman-teman ojol lainnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Maman menilai, masuknya pengemudi ojol sebagai UMKM akan membantu mereka mendapatkan insentif dari pemerintah, misal subsidi bahan bakar minyak (BBM) hingga berhak mendapatkan elpiji ukuran 3 kilogram. Menurutnya juga, kebijakan ini juga membuat pengemudi ojol mempunyai payung hukum atas pekerjaan mereka.
Selain bisa mendapatkan bantuan subsidi, pengemudi ojek online juga akan diberikan akses pembiayaan kredit usaha rakyat (KUR) dengan bunga pinjaman 6 persen dan pinjaman bebas agunan tambahan untuk nominal sebesar Rp 1 juta hingga Rp 100 juta. Selain itu, Maman mengatakan para pengemudi ojek online juga bisa mendapatkan pelatihan sumber daya manusia.
Maman tak menampik soal adanya penolakan dari sejumlah organisasi ojol ihwal revisi kebijakan ini. Dia menilai rekomendasi pemerintah memasukkan ojol sebagai UMKM demi kesejahteraan para pengemudi ojol itu sendiri.
Sebab kalau masuk dalam kategori pekerjaan tetap, hal tersebut sulit dipenuhi pihak perusahaan aplikator. "Kalau masuk dalam skema pekerja, berarti aplikator harus memverifikasi dan memberikan syarat kompetensi kepada ojol sesuai dengan keinginan aplikator. Tentu ini akan sulit dan berisiko pada banyaknya ojol yang tak lulus syarat itu," ucap Maman mencontohkan kalau ojol masuk dalam kategori pekerjaan tetap.
Sebelumnya, Ketua Presidium Koalisi Ojol Nasional Andi Gustianto meminta ada payung hukum yang meregulasi soal kepastian hak tenaga kerja bagi para pengemudi ojek online (ojol). Menurut dia pengemudi ojol yang hanya berstatus sebagai mitra dari perusahaan penyedia jasa transportasi online, sangat berisiko mendapat diskriminasi terutama dalam aspek kesejahteraan. "Status kami sebagai ojol belum diakui secara de jure oleh pemerintah. Bagaimanapun juga kami ini butuh perlindungan dari tindakan-tindakan (diskriminasi) yang mungkin akan bisa dilakukan oleh aplikator," kata Andi saat audiensi dengan Badan Aspirasi Masyarakat (BAM) DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu, 23 April 2025.
Andi menceritakan banyak pengemudi mengeluhkan kebijakan perusahaan aplikator tempat mereka bermitra. Ibarat buah simalakama, mereka masih membutuhkan pekerjaan sebagai pengemudi ojol dan tidak mungkin hengkang dari kebijakan aplikator. Kalau bertahan, pengemudi ojol merasa tidak ada kepastian ihwal hak-hak mereka yang kerap terabaikan. "Jadi eksploitasi itu bukan secara fisik saja, psikologis juga. Nah kami minta kepada pemerintah agar status kami ojol ini, segera bisa direalisasikan dengan kejelasan," ucap Andi.