TEMPO.CO, Jakarta - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) melaporkan organisasi masyarakat Gerakan Rakyat Indonesia Bersatu atau GRIB Jaya ke Kepolisian Daerah Metro Jaya atas dugaan pendudukan lahan milik negara secara sepihak.
GRIB Jaya menyatakan, langkah pendudukan lahan dilakukan organisasinya untuk membela ahli waris dan masyarakat yang telah menempati lahan seluas 127.780 meter persegi yang berlokasi di Kelurahan Pondok Betung, Tangerang Selatan, Banten.
Ketua Tim Hukum dan Advokasi GRIB Jaya Wilson Colling mengatakan perkara tanah tersebut sudah terjadi sejak dua tahun lalu dan ditangani oleh timnya. “Tim advokasi tidak ujug-ujug menerima kasus tersebut. Kami memeriksa seluruh data dan dokumen untuk melakukan pembelaan,” kata Wilson dalam keterangan di YouTube GRIB Jaya, Jumat, 23 Mei 2025. Tempo telah mendapat izin untuk mengutip siaran tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Wilson mengklaim, akar sengketa tanah tersebut sudah bermula dari 1992. Namun, klaim dia, tidak ada klausul putusan yang konkret bahwa masyarakat atau ahli waris yang menempati lahan tersebut untuk keluar. “Tidak ada satu pun perintah (pengadilan) untuk eksekusi,” ujar dia.
Adapun, BMKG melaporkan GRIB Jaya melalui surat laporan bernomor e.T/PL.04.00/001/KB/V/2025. BMKG juga mengajukan permohonan bantuan pengamanan terhadap aset tanah milik lembaga seluas 127.780 meter persegi tersebut.
"BMKG memohon bantuan pihak berwenang untuk melakukan penertiban terhadap Ormas GRIB Jaya yang tanpa hak menduduki dan memanfaatkan aset tanah negara milik BMKG," kata Plt. Kepala Biro Hukum, Humas, dan Kerja Sama BMKG Akhmad Taufan Maulana di Jakarta, Selasa, 20 Mei 2025, seperti dikutip dari laporan Antara.
Surat laporan tersebut juga ditembuskan kepada berbagai lembaga, termasuk Satgas Terpadu Penanganan Premanisme dan Ormas di bawah Kementerian Koordinator Bidang Politik dan Keamanan (Kemenko Polkam), Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya, Polres Tangerang Selatan, dan Polsek Pondok Aren.
Menurut Taufan, gangguan terhadap keamanan lahan itu telah terjadi sejak hampir dua tahun lalu, dan menghambat pembangunan Gedung Arsip BMKG yang telah dimulai sejak November 2023. Aktivitas pembangunan kerap dihentikan oleh massa yang mengklaim sebagai ahli waris lahan. Tak hanya itu, pekerja juga diintimidasi, alat berat dipaksa keluar dari lokasi, dan papan proyek ditutupi dengan klaim "Tanah Milik Ahli Waris".
Lebih lanjut, BMKG mengungkapkan bahwa ormas tersebut bahkan membangun pos jaga dan menempatkan anggotanya secara permanen di area tersebut. Sebagian lahan juga diduga telah disewakan kepada pihak ketiga dan didirikan bangunan secara ilegal.
BMKG memastikan lahan tersebut sah dimiliki negara berdasarkan Sertifikat Hak Pakai (SHP) No. 1/Pondok Betung Tahun 2003, yang sebelumnya tercatat sebagai SHP No. 0005/Pondok Betung. Kepemilikan tersebut telah dikuatkan oleh sejumlah putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap, termasuk Putusan Mahkamah Agung RI No. 396 PK/Pdt/2000 tanggal 8 Januari 2007.
Taufan juga menyebutkan bahwa Ketua Pengadilan Negeri Tangerang telah menyatakan bahwa berbagai putusan hukum tersebut saling menguatkan, sehingga tidak diperlukan lagi proses eksekusi. Meski demikian, BMKG tetap mengupayakan penyelesaian melalui jalur persuasif dengan melakukan koordinasi lintas lembaga, mulai dari tingkat RT dan RW, kecamatan, kepolisian, hingga pertemuan langsung dengan pihak ormas dan pihak yang mengaku sebagai ahli waris.
Namun, Taufan menilai pendekatan tersebut tidak membuahkan hasil. Menurutnya, pihak ormas menolak penjelasan hukum yang disampaikan, dan bahkan dalam salah satu pertemuan, pimpinan ormas menuntut ganti rugi sebesar Rp5 miliar sebagai syarat menghentikan pendudukan.
BMKG menilai tuntutan tersebut sangat merugikan negara, apalagi proyek pembangunan Gedung Arsip itu merupakan kontrak tahun jamak (multi-years) yang memiliki batas waktu pengerjaan selama 150 hari sejak 24 November 2023.
Taufan menegaskan bahwa gedung arsip tersebut memiliki peran vital dalam mendukung layanan publik, audit, investigasi, serta keterbukaan informasi kelembagaan BMKG. “Fasilitas ini mendukung akuntabilitas dan transparansi BMKG sebagai institusi pemerintah,” jelasnya. BMKG pun berharap agar aparat keamanan dapat segera menertibkan pendudukan ilegal tersebut agar pembangunan dapat dilanjutkan dan aset negara tetap terlindungi.