Komisi VI DPR akan Cek Kondisi Warga Rempang

4 hours ago 4

TEMPO.CO, Jakarta - Komisi VI DPR RI akan melakukan kunjungan kerja ke Kota Batam, termasuk Pulau Rempang, pada 15-17 Mei mendatang. Hal ini disampaikan Ketua Komisi VI Nurdin Halid saat rapat dengar pendapat umum dengan Aliansi Masyarakat Rempang Galang Bersatu dan Masyarakat Desa Gobah, Kecamatan Tambang, pada Senin, 28 April 2025. Dalam forum tersebut, masyarakat Rempang menyampaikan persoalan yang terjadi dalam konflik agraria akibat proyek Rempang Eco City.

“Kami memahami apa yang menjadi keluh kesah, menjadi jeritan bapak/ibu sekalian,” kata Nurdin. Ia berujar, Komisi VI akan menyampaikan aspirasi masyarakat kepada mitra kerja—dalam hal ini, yaitu BP Batam.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nurdin juga meminta masyarakat Rempang yang menolak penggusuran untuk Rempang Eco City itu berunding dengan tokoh masyarakat setempat. Harapannya, agar ditemukan solusi terbaik untuk Rempang dan masyarakat.  “Mudah-mudahan ketika kami berkunjung, sudah ada aspirasi dan harapan yang bisa kami perjuangkan,” tutur Politikus Partai Golkar itu.

Miswadi, seorang warga Rempang yang hadir dalam forum, bercerita bahwa sejak Rempang Eco City ditetapkan menjadi Proyek Strategis Nasional (PSN) pada 2023, kehidupan warga Rempang berubah. Mereka terancam penggusuran demi investasi.  “Kami, selama dua tahun ini diintimidasi oleh kepolisian, TNI, pihak BP Batam, PT MEG (Makmur Elok Graha)” ucap Wadi sambil terisak. “Sakit. Hari-hari kami berhadapan dengan mereka.”

Wadi juga mengatakan warga tidak bisa hidup tenang karena menghadapi upaya-upaya perampasan lahan, seperti pematokan liar tanpa seizin masyarakat dan tanpa sepengetahuan RT/RW. Hal itu pula yang membuat kericuhan di Rempang beberapa  kali terjadi. Salah satu kericuhan di Pulau Rempang terjadi pada 17-18 Desember 2024.  Saat itu, warga penolak Rempang Eco City diserang petugas dari PT MEG. Penyerangan dipicu saat warga menangkap satu orang perusahaan diduga pelaku perusak spanduk penolakan PSN Rempang Eco City. Ada 8 warga yang terluka akibat kejadian tersebut.

“Kami sakit. Kampung kami diacak-acak, diobrak-abrik,” tutur Wadi.

Akan tetapi, Wadi menyatakan warga Rempang memilih bertahan dan konsisten menolak penggusuran. Warga tidak mau dipindahkan meski diiming-imingi ganti rugi. Ia berujar, warga hanya menginginkan kampung halaman mereka tetap ada.

“Dipindah dari kampung halaman demi mendapat uang dari investasi, kami tidak mau itu,” ucap Wadi. “Kami mau tinggal di kampung kami, mau mati di kampung kami.”

Koordinator AMAR-GB Ishaka alias Saka juga menyampaikan sanggahan atas klaim BP Batam soal jumlah masyarakat yang bersedia direlokasi. Sebelumnya, dalam rapat BP Batam bersama Komisi VI pada 2 Desember 2024, BP Batam mengklaim ada  433 KK dari 991 KK sudah mendaftar relokasi.

“Data-data yang disampaikan BP Batam kepada Komisi VI itu sebenarnya berbanding terbalik dengan kenyataan di lapangann,” kata Saka.

Saka mengatakan AMAR-GB telah melakukan pendataan manual. Hasilnya, dari lima titik kampung yang terdampak proyek Rempang Eco City tahap I, hanya ada 700 KK. Jumlah KK yang mau direlokasi pun hanya 162. Sementara itu, 518 KK alias jumlah mayoritas masyarakat masih bertahan dan menolak relokasi. “Ini data ril. Kami turun langsung di lapangan,” ujarnya.

Saka menegaskan bahwa warga tidak mau digusur, direlokasi, atau dipindahkan dari kampung halamannya. Ia berujar, relokasi tidak akan sebanding dengan kehidupan warga saat ini yang harus ditinggalkan. “Rumah relokasi hanya tukar guling dari aset yang ditinggalkan. Bukan dikasih gratis,” kata dia.

Read Entire Article
Parenting |