TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengatakan tidak menutup kemungkinan untuk menjalin kerja sama dengan Kejaksaan Agung dalam menangani dugaan korupsi kasus pagar laut, perairan Desa Kohod, Tangerang. "Tidak tertutup kemungkinan KPK akan melakukan hal tersebut dengan Kejagung," kata juru bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto kepada Tempo, Rabu, 9 April 2025.
Tessa mengatakan membuka peluang tersebut jika memang ada yang perlu untuk dikomunikasikan dan dikoordinasikan dengan Kejagung. Adapun hal ini merupakan tanggapan dari saran Peneliti Pusat Kajian Anti-Korupsi Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (atau Pukat UGM) Zaenur Rohman.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"KPK harus masuk kalau memang Bareskrim hanya mau tangani kasus pidana pemalsuannya saja, tidak apa-apa sebenarnya, asalkan KPK mau tangani kasus korupsinya atau Kejaksaan," kata Zaenur kepada Tempo, pada Jumat, 4 April 2025.
Tidak hanya KPK, Zaenur menyebut Kejaksaan Agung juga dapat mengambil alih penanganan tindak pidana korupsi pada kasus pagar laut. KPK maupun Kejaksaan Agung harus bisa menjerat pejabat tertinggi di Badan Agraria/Pertanahan dan pengusaha yang menjadi aktor intelektual di balik terbitnya sertifikat hak milik (SHM), sertifikat hak guna bangunan (SHGB) maupun izin pemanfaatan ruang. "Kalau tidak, ya saya melihat ini akan dilokalisir dan dikorbankan para pelaku di level terbawah," ujarnya.
Sebelumnya, Kejaksaan Agung melalui Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum justru mengembalikan berkas perkara pagar laut atas nama tersangka Kepala Desa atau Kades Kohod Arsin bin Asip kepada penyidik Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri. Apa alasannya?
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Harli Siregar menyatakan, berkas yang dikembalikan itu atas nama tersangka Kepala Desa (Kades) Kohod Arsin, UK selaku Sekretaris Desa (Sekdes) Kohod, serta SP dan CE selaku penerima kuasa. Ia menjelaskan bahwa pengembalian berkas tersebut dilakukan sesuai dengan ketentuan Pasal 110 ayat (2), (3) dan Pasal 138 ayat (2) KUHAP guna dilengkapi dalam jangka waktu 14 hari.
Adapun Analisis Jaksa Penuntut Umum mengungkap adanya indikasi kuat bahwa penerbitan SHM, SHGB, serta izin PKK-PR darat dilakukan secara melawan hukum. "Dugaan tersebut meliputi pemalsuan dokumen, penyalahgunaan wewenang oleh pejabat publik, serta adanya indikasi penerimaan gratifikasi atau suap oleh para tersangka, termasuk Kepala Desa dan Sekretaris Desa Kohod," kata Harli dalam siaran tertulis yang diterima Tempo, Senin 25 Maret 2025.
Mutia Yuantisya berkontribusi dalam tulisan ini.