Mengenal Tradisi Lebaran Ketupat yang Dirayakan Seminggu Setelah Idul Fitri

1 day ago 3

TEMPO.CO, Jakarta - Setelah merayakan Idul Fitri dengan penuh suka cita, umat Islam di berbagai daerah di Pulau Jawa melanjutkan semangat Lebaran dengan tradisi unik yang dikenal sebagai Lebaran Ketupat. Tradisi ini biasa dirayakan seminggu setelah Idul Fitri, tepatnya pada 8 Syawal, usai menunaikan puasa sunnah Syawal selama enam hari berturut-turut.

Meski tidak bersumber dari ajaran Islam secara tekstual, Lebaran Ketupat telah menjadi bagian dari kekayaan budaya Islam Nusantara. Tradisi ini diyakini berasal dari dakwah salah satu Walisongo, yakni Sunan Kalijaga, yang dikenal sebagai sosok penyebar Islam melalui pendekatan budaya.

Dakwah Lewat Kuliner

Sunan Kalijaga disebut terinspirasi dari kebiasaan masyarakat pesisir yang membungkus makanan menggunakan janur atau daun kelapa muda. Kelapa memang menjadi identitas kuat masyarakat pesisir kala itu. Dari situlah muncul gagasan untuk menggunakan ketupat, yakni nasi yang dimasak dalam anyaman janur sebagai simbol dalam syiar Islam.

Menurut budayawan Zastrouw Al-Ngatawi, pada masa Walisongo, tradisi ini dikenal sebagai Kupatan dan bertujuan memperkenalkan nilai-nilai ajaran Islam melalui perayaan yang penuh rasa syukur. Ketupat menjadi sarana berbagi, saling mengunjungi, serta mempererat silaturahmi antar sesama.

Makna di Balik Anyaman Janur

Ketupat tidak hanya hadir sebagai makanan khas Lebaran, tetapi juga mengandung filosofi mendalam. Dalam tulisan Achmad Fauzi, Wakil Ketua Pengadilan Agama Penajam, disebutkan bahwa bentuk anyaman janur yang rumit menggambarkan kerumitan dosa manusia. Sementara, isi ketupat yang putih bersih setelah dibelah melambangkan hati yang kembali suci setelah saling memaafkan.

"Ketika antar sesama saling mengikhlaskan diri dari segala dendam dan kedengkian, ketika taubat benar-benar diteguhkan dalam hati, maka hati kembali suci dan fitrah sebagaimana tergambar pada warna putih ketupat jika dibelah dua," tulis Achmad seperti dikutip dari situs Pengadilan Agama Penajam.

Filosofi Jawa, Ngaku Lepat dan Laku Papat

Dalam budaya Jawa, ketupat memiliki dua makna penting: ngaku lepat yang berarti mengakui kesalahan, dan laku papat atau empat tindakan simbolik setelah Ramadan.

Empat tindakan tersebut meliputi:

1. Lebaran, menandakan berakhirnya puasa Ramadan.

2. Luberan, yang berarti limpahan berkah dan ajakan untuk bersedekah.

3. Leburan, menggambarkan luluhnya dosa-dosa karena saling memaafkan.

4. Laburan, berasal dari kata “kapur” yang digunakan untuk memutihkan dinding, melambangkan kesucian lahir dan batin.

Tak hanya menyatukan unsur religius dan budaya, tradisi Lebaran Ketupat juga mencerminkan cara khas masyarakat Jawa dalam mengekspresikan nilai-nilai Islam yang penuh simbol, sarat makna, dan mengedepankan harmoni sosial.

Meski zaman terus berubah, Lebaran Ketupat masih dirayakan di berbagai daerah di Jawa, seperti di Yogyakarta, Surabaya, hingga Madura. Di beberapa tempat, perayaan ini disertai dengan acara kenduri, arak-arakan, hingga festival rakyat. Ketupat dibagikan, disantap bersama, atau bahkan dihanyutkan ke sungai sebagai simbol melepas beban dosa.

Adinda Alya Izdihar berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Pilihan Editor: Ragam Jenis Ketupat di Indonesia di Perayaan Hari Raya Idul Fitri dan Lainnya

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Read Entire Article
Parenting |