TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Perlindungan Pekerja Migran Indonesia Abdul Kadir Karding mengatakan korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO) ke Myanmar dan Kamboja didominasi masyarakat berpendidikan tinggi. Tawaran kerja secara ilegal itu, kata dia, datang lewat media sosial.
“Orang yang berangkat itu rata-rata terdidik. Itu dari temuan saya dulu dari 556 orang (yang sudah kembali ke Indonesia),” kata Karding di Gedung Kementerian P2MI, Jakarta Selatan, Jumat, 11 April 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Karding mencontohkan, ada salah satu korban TPPO yang berasal dari Semarang dan berlatar belakang profesi sebagai seorang kontraktor. Namun, kata dia, karena ada vendor yang telat membayar tagihan terpaksa orang itu menerima tawaran kerja di Myanmar. Tawaran itu datang lewat media sosial Facebook.
Politus Partai Kebangkitan Bangsa itu meyakini jaringan perekrut pekerja ilegal itu juga berasal dari Indonesia. “Kami harus bongkar jaringan ini karena rata-rata juga orang Indonesia,” kata dia.
Karding menyatakan pihaknya akan terus berkoordinasi dengan Polri terkait permasalahan ini. Hingga saat ini, dia mengaku masih kesulitan mendapat data pasti pekerja migran Indonesia di Myanmar maupun Kamboja. Dua negara itu tidak terdaftar sebagai penempatan pekerja migran Indonesia sehingga para pekerja berangkat tanpa prosedur yang jelas. “Mereka berangkat pakai visa turis dan tidak langsung ke Kamboja, biasanya ke Thailand dulu,” ujarnya.
Laporan Majalah Tempo berjudul “Pekerja Migran Bertaruh Nasib di Kamboja” menyebut sebanyak 131.184 warga negara Indonesia tercatat sebagai pemegang izin tinggal di Kamboja. Data itu didapat dari imigrasi Kamboja. Berdasarkan data Portal Peduli WNI Kementerian Luar Negeri, WNI di Kamboja berjumlah 19.365 orang pada 2024, naik drastis dari 2020 yang jumlahnya hanya 2.330 orang.
Sebelumnya, Polresta Bandara Soekarno-Hatta mengungkapkan modus pelaku kasus usai menangkap dua pria yang diduga akan mengirimkan 14 Pekerja Migran Indonesia secara ilegal ke Kamboja pada Jumat, 13 September 2024 lalu. Kepala Satuan Reserse Kriminal (Kasat Reskrim) Polresta Bandara Soekarno-Hatta Komisaris Polisi Reza Fahlevi menyebutkan belasan calon PMI tersebut mendapatkan tawaran pekerjaan melalui aplikasi media sosial seperti Telegram.
"Para korban diberi iming-iming pekerjaan di Kamboja seperti bekerja di perusahaan, restoran, hingga operator layanan pelanggan. Namun semuanya dilakukan secara non-prosedural," kata Kompol Reza Fahlevi dalam keterangannya, dikutip Rabu, 18 September 2024.
Ahmad Faiz berkontribusi dalam artikel ini.