Pemilik Gerai Es Krim Beralkohol di Surabaya Cuma Kena Denda Rp 300 Ribu

4 hours ago 4

TEMPO.CO, Jakarta - Penanganan hukum terhadap kasus penjualan es krim yang terbukti mengandung alkohol di salah satu pusat perbelanjaan di Surabaya, Jawa Timur, memicu sorotan publik. Pasalnya, pemilik gerai es krim beralkohol tersebut hanya dijatuhi hukuman berupa tindak pidana ringan (tipiring) dan dikenakan denda administratif sebesar Rp 300 ribu.

Anggota Komisi D DPRD Jawa Timur, Imam Safi’i, mengungkapkan bahwa ia telah menerima informasi mengenai perkembangan kasus ini, termasuk dikirimkannya berkas perkara ke pengadilan untuk disidangkan.

Menurut penjelasan Imam, Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Surabaya sebelumnya telah mengambil tindakan dengan menyegel gerai es krim tersebut. Penindakan itu didasarkan pada pelanggaran terhadap Peraturan Daerah (Perda) Nomor 1 Tahun 2023 yang mengatur tentang Perindustrian dan Perdagangan.

“Satpol PP menyegel dan menjerat pelanggar dengan Perda, karena melanggar Perda Nomor 1 Tahun 2023 tentang Perindustrian dan Perdagangan,” ujar Imam.

Imam menyampaikan keterkejutannya saat mengetahui bahwa pelanggaran tersebut hanya berujung pada sanksi tipiring dan denda nominal kecil. “Kami kaget, ternyata berkasnya sudah dikirim ke pengadilan, yaitu di sidang tipiring. Kami kaget ternyata pengadilan cuma memutuskan denda Rp 300 ribu,” katanya.

Ia berpendapat bahwa jenis pelanggaran seperti ini semestinya dapat dikenai sanksi yang lebih berat, baik berupa denda yang lebih tinggi, misalnya hingga Rp 50 juta, ataupun sanksi kurungan selama beberapa bulan. Menurutnya, penegakan hukum yang tegas perlu dilakukan untuk mengantisipasi dampak buruk jika produk tersebut dikonsumsi oleh anak-anak.

“Kami berharap ke depan pengadilan, hakim di pengadilan, sebelum memutuskan itu betul-betul melihat esensi bahayanya es krim beralkohol ini kalau dimakan anak-anak,” lanjut Imam.

Imam juga mendorong agar Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya tidak hanya mengandalkan satu jalur hukum, namun mempertimbangkan penggunaan aturan lain guna memperkuat efek jera kepada pelaku usaha yang melanggar. “Kalau disidang cuma Rp 300 ribu itu kok kesannya tidak membuat jera,” tegasnya.

Sebelumnya, kasus ini sempat menjadi viral di media sosial setelah ditemukan bahwa salah satu produk es krim yang dijual di mal kawasan Surabaya Barat mengandung alkohol. Berdasarkan hasil uji laboratorium dari Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) Surabaya, es krim tersebut mengandung alkohol dengan kadar sebesar 3,35 persen.

Menanggapi hasil uji tersebut, Kepala Satpol PP Surabaya, M Fikser, menyatakan, “Kami sudah menerima hasilnya, ternyata memang benar positif mengandung alkohol. Ini sangat berbahaya jika dikonsumsi oleh anak-anak, terlebih kebanyakan anak-anak suka dengan es krim,” kata Fikser pada Sabtu, 19 April 2025.

Sorotan tajam juga datang dari organisasi Gerakan Nasional Anti Narkotika (Granat) Jawa Timur. Ketua DPD Granat Jatim, Arie Soeripan, menyayangkan keputusan Pemkot Surabaya yang hanya menjatuhkan sanksi ringan dan mengizinkan pelaku usaha kembali beroperasi sejak 22 April, setelah sebelumnya ditutup sementara selama sekitar dua pekan.

“Keberadaan usaha es krim beralkohol ini jelas mencederai predikat Kota Surabaya sebagai Kota Layak Anak Dunia,” ujar Arie, dikutip dari Antara, Kamis, 24 April 2025.

Arie menekankan bahwa kandungan alkohol dalam es krim yang menjadi favorit anak-anak merupakan potensi bahaya serius. Ia mendesak agar izin usaha dari gerai tersebut segera dicabut, dan pelaku usaha dikenai sanksi hukum yang tegas.

“Kita tahu es krim identik dengan kesukaan anak-anak. Jelas kandungan alkoholnya sangat berbahaya apalagi jika dikonsumsi anak-anak,” katanya.

Sebagai kota yang telah mengantongi akreditasi dari UNICEF sebagai Kota Layak Anak Dunia, Surabaya diharapkan mampu menjaga lingkungan yang aman dan ramah bagi anak-anak. Oleh karena itu, menurut Arie, komitmen Pemerintah Kota Surabaya dalam melindungi anak-anak seharusnya tidak hanya menjadi slogan, tetapi diwujudkan dalam tindakan nyata.

Ia juga mendesak agar evaluasi menyeluruh dilakukan, termasuk terhadap pengelola pusat perbelanjaan tempat tenant tersebut berada. “Harus ditindak tegas dan diproses secara hukum. Bahkan manajemen pusat perbelanjaan yang menyediakan tempat juga harus ikut bertanggung jawab,” ujarnya.

Lebih lanjut, Arie menegaskan bahwa kasus seperti ini tidak dapat dianggap sepele. Ia mengingatkan agar pemerintah dan instansi terkait lebih berhati-hati dalam menerbitkan izin usaha, serta rutin melakukan inspeksi untuk mencegah kejadian serupa di masa mendatang.

“Pemerintah dan instansi atau dinas terkait harus lebih selektif untuk mengeluarkan izin usaha. Menjadi pembelajaran agar selanjutnya lebih sering mengadakan sidak. Jangan sampai kasus seperti ini terulang kembali,” ujarnya.

Pilihan Editor: Seluk Beluk Es Krim Viral di Surabaya yang Mengandung Alkohol 3,35 Persen 

Read Entire Article
Parenting |