Peristiwa yang Tak Masuk dalam Draf Penulisan Ulang Sejarah Indonesia

8 hours ago 1

TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Kebudayaan tengah mengerjakan proyek penulisan ulang sejarah nasional. Menteri Kebudayaan Fadli Zon menyatakan proyek ini ditargetkan rampung dan diluncurkan pada 17 Agustus 2025, bertepatan dengan perayaan 80 tahun kemerdekaan Indonesia.

Rencana revisi naskah sejarah itu meliputi perjalanan panjang masyarakat Nusantara sejak awal mula peradaban hingga era pasca-Reformasi. Penulisan ulang ini nantinya akan dibukukan secara resmi melalui pendanaan dari Kementerian Kebudayaan yang berkolaborasi dengan Masyarakat Sejarawan Indonesia atau MSI.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Meski begitu, terdapat beberapa peristiwa penting yang luput dari draf revisi naskah sejarah tersebut. Apa saja?

1. Pelanggaran HAM Berat 1998

Sejarawan Asvi Warman Adam mengkritik tak adanya isu pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat yang terjadi pada 1998. Menurut dia, proyek ini berpotensi sebagai alat untuk melegitimasi rezim yang saat ini berkuasa. Aswi secara khusus menyinggung dugaan adanya pelanggaran HAM berat yang dilakukan oleh Presiden Prabowo Subianto dalam peristiwa penghilangan paksa para aktivis 1998. 

Aswi juga mengatakan bahwa hal itu tidak pernah diakui secara langsung oleh Prabowo saat kampanye pemilihan presiden 2024. Saat itu, Prabowo hanya menyebut pernah mengejar tokoh Partai Rakyat Demokratik, Agus Jabo Priyono dan Budiman Sudjatmiko.

“Kalau tidak ingin dikatakan bahwa sejarah itu hanya legitimasi rezim, seharusnya buktikan hal itu tidak demikian. Misalnya, sampaikan fakta sejarah yang telah diakui oleh mantan presiden Joko Widodo tentang 12 kasus pelanggaran HAM berat yang terjadi pada masa orde baru,” ujar Asvi, Senin, 12 Mei 2025. 

2. Gerakan Kongres Perempuan

Aktivis 1998, Pande K. Trimayuni, menyayangkan proyek sebesar ini tidak mencakup peristiwa-peristiwa penting yang pernah terjadi di Indonesia. Ia mengkritik tidak adanya bahasan soal gerakan perempuan. Padahal itu adalah salah satu elemen dalam pergerakan kebangsaan. 

Menurut Pande, sejarah telah mencatat Kongres Perempuan Indonesia pertama pada 22-25 Desember 1928 sebagai tonggak penting lahirnya Hari Ibu dan penyatuan organisasi perempuan pada saat itu. “Kongres ini penting untuk diangkat karena menjadi cikal bakal lahirnya Hari Ibu,” kata dia. 

3. Gerakan Mahasiswa dan Rakyat 1998

Selain Kongres Perempuan Indonesia, Pande juga menyoroti absennya narasi gerakan mahasiswa dan gerakan rakyat dalam revisi naskah sejarah. Menurut ia, peristiwa penting seperti 27 Juli 1996, Tragedi Trisakti, dan kerusuhan Mei 1998 tidak dibahas secara memadai. Dalam jilid 10 yang mencakup era Reformasi, juga tidak terlihat jejak gerakan mahasiswa dan rakyat. 

“Baik pada jilid 9 maupun jilid 10, gerakan mahasiswa dan gerakan rakyat tidak terlihat,” ucap Pande. “Padahal gerakan inilah yang menjadi katalis jatuhnya Orde Baru dan lahirnya era Reformasi.”

Dinda Shabrina, Egi Adyatama, Francisca Christy, dan Mega Putri berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Read Entire Article
Parenting |