SETARA Institute: Soeharto Tidak Memenuhi Syarat Pahlawan Nasional

3 hours ago 2

TEMPO.CO, Jakarta - SETARA Institute menilai Presiden ke-2 Soeharto tidak layak menerima gelar pahlawan nasional. Gelar bagi Soeharto itu dianggap tidak relevan dan problematik.

Ketua Dewan Nasional SETARA Institute Hendardi mengatakan, Soeharto tidak layak mendapatkan gelar pahlawan nasional karena berbagai pelanggaran HAM dan kejahatan terhadap kemanusiaan yang pernah terjadi pada masa pemerintahannya yang otoriter dan militeristik, belum pernah diuji melalui proses peradilan. "Belum lagi soal Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN) yang dilakukan oleh keluarga dan elite inti di sekitarnya," kata Hendardi lewat keterangan resminya, Kamis, 24 April 2025. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Akumulasi persoalan itu yang secara objektif menjadi penyebab utama Soeharto dilengserkan oleh Gerakan Reformasi 1998. 

Hendardi mengatakan, secara yuridis, berdasarkan UU Nomor 20 Tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa dan Tanda Kehormatan, ada syarat umum dan syarat khusus untuk mendapatkan gelar, tanda jasa, dan tanda kehormatan.  

Syarat umum yang diatur Pasal 24 UU adalah sebagai berikut: 1) WNI atau seseorang yang berjuang di wilayah yang sekarang menjadi wilayah NKRI; 2) memiliki integritas moral dan keteladanan; 3) berjasa terhadap bangsa dan negara; 4) berkelakuan baik; 5) setia dan tidak mengkhianati bangsa dan negara; dan 6) tidak pernah dipidana, minimal 5 (lima) tahun penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.  

"Mengacu pada syarat umum poin 4, pendek kata, Soeharto tidak memenuhi syarat umum berkelakuan baik," kata Hendardi

Ia mengatakan, tidak adanya klarifikasi politik yang memadai dan ketidakmungkinan putusan pengadilan mengenai kejahatan yang dilakukan oleh dan terjadi pada pemerintahan Soeharto menjadi penegas bahwa pemberian gelar pahlawan nasional untuk Soeharto menjadi tidak relevan.  

Selain itu, pemberian gelar pahlawan nasional kepada Soeharto bermasalah secara sosial-politis. Dari sisi politis, pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Soeharto akan menjadi simbol dan penegas bagi kebangkitan Orde Baru atau Kebangkitan Cendana. 

"Glorifikasi Soeharto dengan memberinya gelar pahlawan nasional akan mendeligitimasi Reformasi sebagai gerakan politik untuk melawan otoritaritarianisme dan menegakkan supremasi sipil pada 1998," katanya. 

Secara sosial, gelar pahlawan nasional bagi Soeharto hanya akan menciptakan kontradiksi dan kebingungan pada generasi muda dan generasi masa depan yang tidak secara langsung bersentuhan dan memiliki pengalaman hidup pada Pemerintahan Orde Baru.  

"Gelar pahlawan nasional bagi Soeharto seperti menghapus sejarah kejahatan rezim di masa lalu dan menciptakan kontradiksi serta kebingungan kolektif tentang seorang pemimpin politik yang dilengserkan karena akumulasi kejahatan yang terjadi, namun pada saat yang sama sosok itu bergelar pahlawan nasional," katanya. 

Polemik ini muncul setelah Kementerian Sosial (Kemensos) bersama Tim Peneliti dan Pengkaji Gelar Pusat (TP2GP) membahas 10 nama calon Pahlawan Nasional tahun 2025. Nama-nama tersebut merupakan usulan dari berbagai daerah dan lembaga.

Dari daftar yang ada, terdapat nama mantan Presiden kedua RI, yaitu Soeharto yang diusulkan oleh Provinsi Jawa Tengah, dan Presiden ke-4 Abdurrahman Wahid (Gus Dur) yang diusulkan oleh Provinsi Jawa Timur. Keduanya merupakan pengajuan ulang dari tahun-tahun sebelumnya. 

Menteri Sosial (Mensos) Saifullah Yusuf menjelaskan bahwa alur pengusulan nama Presiden ke-2 RI Soeharto menjadi Pahlawan Nasional sudah melalui proses panjang, dimulai dari masukan masyarakat. 

Mensos berjanji pemerintah akan mendengarkan rakyat mengenai penolakan usulan Presiden Ke-2 RI Soeharto sebagai pahlawan nasional. “Ya tentu kami semua dengar ya. Ini bagian dari proses. Semua kami dengar, kami ikuti,” ujarnya seperti dilansir Antara

Dia menekankan bahwa semua usulan dari masyarakat akan ditindaklanjuti oleh Kementerian Sosial. “Normatifnya juga kami lalui. Kalau kemudian ada kritik, ada saran, tentu kami dengarkan,” katanya.

Read Entire Article
Parenting |