Tiga Tokoh Bakti BCA Berbagi Inspirasi "From Zero to Hero"

6 hours ago 3

Info Event – Keberlanjutan bukan hanya tentang menjaga alam, tetapi juga tentang bagaimana manusia tumbuh dan memberi dampak bagi sesama. Semangat inilah yang dihadirkan dalam Program Monologic “From Zero to Hero”, bagian dari rangkaian Ruang Bicara Kreatif (Rubik) di Depok, Kamis 16 Oktober 2025.

Melalui dukungan Bakti BCA, acara ini menghadirkan tiga sosok inspiratif Muhammad Ginto, penata rias dari program MUA Tuli Bakti BCA, koreografer dan pengarah kreatif Bathara Saverigadi, dan Ir. Ciptaningtyas, Ketua Pengelola Desa Wisata Pentingsari.

Silih berganti, ketiganya berbagi kisah perjalanan dari titik nol hingga mampu memberi dampak bagi masyarakat dan lingkungan. Melalui format monolog, mereka menuturkan bagaimana pendampingan Bakti BCA menumbuhkan keterampilan, kemandirian, dan keberlanjutan.

Dari Keterampilan Tumbuh Kesetaraan

Sesi pertama menghadirkan Muhammad Ginto, MUA Tuli Bakti BCA. Didampingi oleh juru bahasa isyarat, Ginto berbagi cerita tentang perjalanan hidupnya yang penuh ketekunan dan semangat untuk terus belajar.

Ia bercerita, perjalanan hidupnya tak selalu mudah. “Saya anak pertama dari empat bersaudara. Karena keterbatasan ekonomi, orang tua tidak bisa menyekolahkan saya ke sekolah khusus, jadi saya bersekolah di sekolah umum,” tuturnya dengan bahasa isyarat. “Di sana saya sering mendapat diskriminasi, tapi saya tetap bersabar.”

Selepas itu, Ginto sempat bekerja sebagai penjahit selama lima tahun sebelum kehilangan pekerjaan akibat pandemi. Ia kemudian mencoba berbagai pekerjaan lain, termasuk di sebuah kafe yang mempekerjakan penyandang difabel. Hingga akhirnya, ia menemukan arah baru ketika bergabung dengan Perempuan Tangguh Indonesia (PTI), lembaga yang bekerja sama dengan Bakti BCA dalam memberikan pelatihan keterampilan bagi penyandang difabel.

“Di sana saya diajarkan mengenai makeup, mulai dari alat-alatnya, warna sampai juga karakter. Di sana saya tidak merasakan diskriminasi sama sekali,” ujarnya. Dari pelatihan itu, Ginto kini berkesempatan menjadi makeup artist untuk ajang Puteri Indonesia 2024, “Saya bahagia karena bisa membantu keluarga saya. Sekarang saya bangga menjadi diri saya sendiri,” ujarnya penuh haru.

Di akhir sesi, Ginto sempat mengajak salah satu mahasiswa untuk naik ke panggung dan meriasnya langsung. Aksi spontan itu disambut riuh tepuk tangan, menjadi simbol sederhana tentang bagaimana keterampilan bisa menumbuhkan kepercayaan diri sekaligus menyebarkan semangat kesetaraan.

Suara Anak Muda di Panggung Budaya

Koreografer Bathara Saverigadi berbagi kisah di program Monologic di acara Ruang Bicara Kreatif (Rubik) di kampus UI Depok, Kamis 16 Oktober.

Sesi kedua menghadirkan Bathara Saverigadi, koreografer, penari, dan creative director yang menjadikan seni sebagai jalan hidup. Sejak muda, ia jatuh cinta pada tari dan menjadikannya ruang untuk belajar tentang disiplin, komunikasi, dan kolaborasi. “Seni bukan hanya soal gerak tubuh, tapi juga tentang bagaimana kita berproses dan bekerja sama,” ujarnya.

Bathara menyadari sejak awal bahwa bakat terbesarnya ada di bidang tari, dan dari situ ia tumbuh menjadi seniman yang percaya bahwa pelestarian budaya adalah bagian dari keberlanjutan. “Semua orang bisa menari, tapi tidak semua orang bisa disebut penari,” katanya, mengutip Buku Kritik Tari karya Widaryanto.

Ia mengakui, dunia seni tradisi kerap dipandang sebelah mata. “Banyak yang menganggap tradisi itu kuno atau ketinggalan zaman,” ujarnya. “Tapi karena saya memilih jalan ini, saya yakin dengan apa yang saya kerjakan. Saya melihat bahwa seniman yang bergelut di bidang pengetahuan dan tradisi lokal justru adalah mereka yang paling terhubung dengan masa lalu, masa kini, dan masa depan.”

Iklan

Bagi Bathara, menjadi seniman juga berarti menjadi pelaku usaha yang terus berkembang. “Ketika saya memilih, maka saya menganggap jalur seniman ini adalah artpreneurship. Karena seniman adalah pengusaha yang harus terus menaikkan value setinggi-tingginya sampai akhirnya kita bisa dicari dengan keunikan yang kita punya, dan dibayar setinggi-tingginya.” Dengan prinsip itu, ia mendorong generasi muda untuk melihat seni sebagai ekosistem kreatif yang berkelanjutan, tempat budaya tumbuh berdampingan dengan inovasi.

Tahun 2024 menjadi langkah penting dalam perjalanannya. Ia meraih Medali Emas PON Aceh-Sumut untuk Traditional Dance Sport dan menjadi asisten direktur koreografi Gebyar Merah Putih Bakti BCA di Candi Prambanan, berkolaborasi dengan lebih dari seratus pelaku kreatif.

Dari sana, ia semakin yakin bahwa keberlanjutan budaya hanya bisa terjaga bila dijalani bersama dan diteruskan lintas generasi. “Setiap masa ada orangnya, setiap orang ada masanya. Tapi yang bisa membuat masa itu lebih panjang, hanya kita sendiri,” ujarnya menutup sesi dengan penuh makna.

Sosialita di Desa Pentingsari : Bersama Membangun Desa Wisata yang Berdaya

 Ir. Ciptaningtyas bercerita di program Monologic di acara Ruang Bicara Kreatif (Rubik) di kampus UI Depok, Kamis 16 Oktober.

Sesi ketiga menghadirkan Ir. Ciptaningtyas, sosok di balik transformasi Desa Wisata Pentingsari, Sleman. Ia menceritakan awal perjalanan desa yang dulu sepi dan gelap. “Dulu Pentingsari itu desa terpencil, mobil belum bisa masuk, hanya bisa jalan setapak.” Saat itu, sebagian besar warga hanya bergantung pada hasil tani dan ternak untuk bertahan hidup.

Perubahan mulai terasa perlahan. Bersama sang suami, Ciptaningtyas mengajak warga untuk melihat potensi desa mereka dari sudut pandang baru. “Perlahan-lahan kehadiran suami saya mengubah mindset masyarakat. Semula hanya bertani, sekarang mulai berani menjadi pelaku wisata tanpa meninggalkan mata pencaharian utamanya,” tuturnya.

Dari situ, semangat tumbuh. Warga mulai membuka rumahnya sebagai homestay, menyiapkan kuliner khas, hingga membangun usaha kecil. Pentingsari pun bertransformasi dari desa sepi menjadi desa wisata yang hidup dan berdaya.

Perjalanan itu tak berdiri sendiri. Dukungan datang dari berbagai pihak mulai dari pemerintah, akademisi, hingga mitra seperti Bakti BCA yang sejak 2014 turut mendampingi Desa Pentingsari dalam mengembangkan kapasitas masyarakat dan memperkuat ekonomi lokal. “Tanpa terasa, berbagai dukungan itu membuat pendapatan masyarakat meningkat pesat,” katanya.

Sekarang, Desa Pentingsari memiliki 80 homestay, 7 UMKM, dan lebih dari 200 tim lapangan yang siap melayani wisatawan. Tahun 2024, desa ini mencatat 29 ribu lebih kunjungan wisatawan dengan omzet Rp 4,8 miliar, di mana 95 persen hasilnya langsung dinikmati masyarakat.

Atas keberhasilannya, Pentingsari meraih ASEAN Sustainable Tourism Award (2022) dan ASEAN Tourism Award (2024). Sementara itu, Ciptaningtyas sendiri dianugerahi Pegiat Desa Terbaik IPB 2024 atas dedikasinya membangun desa berbasis keberlanjutan.

Bagi Ciptaningtyas, keberhasilan bukan hanya soal penghargaan, tapi tentang perubahan yang dirasakan banyak orang. Ia percaya, setiap orang punya potensi untuk membawa dampak di sekitarnya, asal mau melihat peluang dan bekerja bersama.

“Ada banyak potensi yang bisa diangkat, yang bisa membuat masyarakat lebih sejahtera,” ujarnya. “Kalau kita bisa bermanfaat untuk diri sendiri itu biasa, tapi kalau bisa bermanfaat untuk orang lain, itu baru luar biasa.” Pesannya sederhana, tapi kuat yaitu bahwa perubahan besar sering kali berawal dari langkah kecil dan niat tulus untuk membuat lingkungan jadi lebih baik.

Dari kisah Ginto, Bathara, dan Ciptaningtyas, menunjukkan bahwa keberlanjutan tumbuh dari manusia yang mau bergerak dan berbagi. Bukan sekadar menjaga alam, tapi juga menumbuhkan nilai, kesempatan, dan harapan di sekitarnya. Karena perubahan yang berarti selalu berawal dari kemauan untuk berbuat sesuatu, sekecil apapun langkahnya.(*)

Read Entire Article
Parenting |