Ketua Baleg DPR Sebut RUU Polri Tak Masuk Daftar Prioritas untuk Dibahas

1 day ago 6

TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat atau Baleg DPR Bob Hasan mengatakan, pembahasan revisi Undang-Undang Polri (RUU Polri) tidak masuk dalam daftar prioritas lembaganya. Dia mengatakan, kemungkinan pembahasan revisi UU Polri itu bakal dilakukan Komisi III DPR.

"RUU Polri kemarin tidak masuk prioritas. Belum ada," katanya saat ditemui di kompleks Parlemen Senayan, Jakarta pada Kamis, 17 April 2025.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menurut dia, tidak ada upaya saling merebut maupun melempar pembahasan RUU Polri. Sebab, kata dia, pembahasan itu juga belum masuk dalam daftar prioritas di komisi hukum. "Tidak ada yang lempar-lemparan, rebut-rebutan," ujarnya.

Adapun Baleg DPR telah menjadwalkan membahas sejumlah rancangan undang-undang di masa sidang ketiga ini. Bob mengatakan, sejumlah RUU yang akan dibahas di antaranya RUU Perindustrian, RUU Pertekstilan, RUU Komoditas Strategis, hingga RUU Statistik.

Senada, Ketua Komisi III DPR Habiburokhman mengatakan, bahwa komisinya belum menjadwalkan pembahasan RUU Polri. "Undang-undang Polri belum masuk," ujarnya di kompleks Parlemen Senayan, Jakarta pada Kamis, 17 April 2025.

Sebelumnya, Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) menyebut bahwa pembahasan Rancangan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian RI atau RUU Polri sementara waktu ditunda. Informasi penundaan tersebut disampaikan oleh Ketua Harian Kompolnas Arief Wicaksono Sudiutomo yang berkomunikasi langsung dengan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo pada Rabu, 9 April 2025.

Menurut Arief, Polri ingin menunggu pembahasan RUU KUHAP selesai, sebelum membahas ketentuan baru ihwal kepolisian itu. "Sekarang untuk pembahasan RUU Polri itu lagi di-hold. Di Polri lagi fokus kepada pembahasan RUU Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP)," kata Arief kepada Tempo, Kamis, 10 April 2025.

Usulan Pasal yang Diubah

RUU Polri termasuk dalam rancangan undang-undang inisiatif DPR. Pembahasannya sudah dilakukan sejak 2024. Sejumlah pasal diusulkan dilakukan perubahan berdasarkan draf RUU Polri yang diperoleh Tempo.

Misalnya yang tertuang dalam draf RUU Polri Pasal 16 ayat 1 huruf q. Pasal itu menyatakan, Polri berwenang melakukan penindakan, pemblokiran atau pemutusan, dan upaya perlambatan akses ruang siber untuk tujuan keamanan dalam negeri.

Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Kepolisian menilai intervensi polisi dalam membatasi ruang siber berpotensi mengecilkan ruang berpendapat yang dimiliki publik. Selain itu, kewenangan Polri dalam penindakan di ruang siber ini berpotensi menyebabkan tumpang tindih kewenangan dengan Kementerian Komunikasi dan Digital, hingga Badan Sandi dan Siber Negara.

Usulan perubahan yang menuai polemik dalam draf RUU Polri juga terdapat dalam Pasal 14 ayat 1 huruf g. Pasal itu menyatakan, Polri bertugas untuk mengkoordinasi, mengawasi, dan melakukan pembinaan teknis terhadap Kepolisian khusus, penyidik pegawai negeri sipil, penyidik lain yang ditetapkan oeh UU, dan bentuk pengamanan swakarsa.

Koalisi Masyarakat Sipil menilai usulan perubahan pasal ini justru mendekatkan peran Polri sebagai superbody investigator. Tugas pembinaan terhadap pasukan pengamanan swakarsa yang dimiliki Polri juga perlu dievaluasi. Sebab, Koalisi Masyarakat Sipil menilai tugas itu berpotensi memunculkan pelanggaran HAM maupun ruang bagi "bisnis keamanan".

Pasal lain yang menjadi polemik dalam draf RUU Polri yaitu 16 A. Ini mengatur tentang kewenangan Polri untuk menyusun rencana dan kebijakan di bidang Intelkam sebagai bagian dari rencana kebijakan nasional.

Koalisi Masyarakat Sipil memandang usulan itu membuat kewenangan Intelkam yang dimiliki Polri melebihi lembaga lain yang mengurus soal intelijen. Lewat usulan pasal ini, Polri diduga punya kewenangan untuk menagih data intelijen dari lembaga-lembaga seperti BSSN hingga Badan Intelijen Strategis TNI.

Dian Rahma berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Read Entire Article
Parenting |