TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Tangerang Selatan Wahyunoto Lukman ditetapkan sebagai tersangka kedua dalam kasus dugaan korupsi sampah terkait pengelolaan sampah oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten. Kasus ini melibatkan proyek senilai Rp75,9 miliar.
Dalam keterangan pers di Serang pada hari Selasa, 15 April 2025, Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) Kejati Banten, Rangga Adekresna, menyampaikan bahwa Wahyunoto ditetapkan sebagai tersangka setelah sehari sebelumnya Kejaksaan Tinggi menetapkan Syukron Yuliadi Mufti, Direktur PT Ella Pratama Perkasa (EPP), sebagai tersangka pertama dalam kasus yang sama.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Rangga mengatakan bahwa Kejaksaan Tinggi Banten kembali melakukan penahanan, kali ini terhadap Wahyunoto Lukman yang merupakan Kepala DLH Kota Tangerang Selatan. Ia menjelaskan bahwa posisi kasus Wahyunoto masih berkaitan erat dan tidak berbeda dengan kasus yang menjerat tersangka sebelumnya.
"Kejati Banten kembali melakukan penahanan terhadap tersangka WL (Wahyunoto Lukman), Kepala DLH Kota Tangsel, yang kasus posisinya masih sama seperti kemarin," jelas Rangga, dikutip dari Antara.
Wahyunoto Lukman Diduga Berkontribusi dalam Perencanaan Proyek
Rangga Adekresna mengungkapkan bahwa Wahyunoto Lukman diduga memiliki peran penting dalam tahapan perencanaan pengadaan proyek. Ia ditengarai mempersiapkan proses pengadaan untuk pekerjaan pengangkutan dan pengelolaan sampah dengan tujuan memenangkan PT Ella Pratama Perkasa (EPP) dalam proses lelang atau tender.
"Langsung ditahan," tegas Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejaksaan Tinggi Banten itu pada Selasa, 15 April 2025.
Syukron Yuliadi Mufti Jadi Tersangka Bersama Wahyunoto Lukman
Lebih lanjut, Rangga menjelaskan bahwa Wahyunoto diduga juga bersekongkol dengan Syukron Yuliadi Mufti (SYM), Direktur PT EPP yang satu hari sebelumnya telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus yang sama. Salah satu bentuk kerja sama keduanya adalah dalam pengurusan Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) di mana klasifikasi tersebut diubah agar PT EPP tidak hanya memenuhi syarat untuk pengangkutan, tetapi juga pengelolaan sampah.
"Untuk memperlancar rencana pemenangan PT EPP tersebut terdapat fakta persekongkolan yang dilakukan oleh tersangka WL bersama dengan SYM," papar Kasi Penkum tersebut.
Rangga menegaskan bahwa terdapat bukti adanya persekongkolan antara Wahyunoto dan Yuliadi Mufti yang bertujuan untuk memperlancar proses pemenangan PT EPP dalam tender tersebut. Diketahui, PT EPP sebagai penyedia jasa dan barang dalam proyek tersebut berhasil mendapatkan nilai kontrak sebesar Rp 75.940.700.000.
Rincian Kerugian
Rincian proyek pengelolaan sampah yang sedang diselidiki mencakup dua jenis layanan, yakni jasa pengangkutan sampah senilai Rp 50.723.200.000 dan jasa pengelolaan sampah sebesar Rp 25.217.500.000. Namun, PT Ella Pratama Perkasa (EPP) selaku pelaksana proyek diduga kuat tidak menjalankan pekerjaan yang berkaitan dengan pengelolaan sampah.
Ketetapan Peraturan yang Dilanggar
Terkait kasus ini, tersangka Wahyunoto Lukman (WL) selaku pejabat sebagai Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Tangerang Selatan dikenakan pasal-pasal dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Ia dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001. Kasus ini juga dikaitkan dengan Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Pasal-pasal tersebut mengatur tentang perbuatan melawan hukum yang mengakibatkan kerugian keuangan negara.
"Bahwa tersangka SYM dilakukan penahanan oleh Penyidik di Rumah tahanan Negara Kelas II B Serang untuk 20 hari ke depan," ujar Rangga.
Kasus korupsi sampah ini sekaligus menambah daftar panjang praktik penyalahgunaan wewenang di sektor pelayanan publik oleh pejabat negara yang merugikan keuangan negara dan merusak kepercayaan masyarakat.
Muhammad Iqbal berkontribusi dalam penulisan artikel ini.