TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Komisi III DPR Habiburokhman memaklumi masih sedikit masyarakat yang mengetahui adanya rencana perubahan Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pernyataan tersebut dikatakan oleh Habiburokhman saat merujuk hasil jajak pendapat dari Lembaga Survei Indonesia (LSI) yang menyatakan 70 persen partisipan yang tidak mengetahui RUU KUHAP.
"Kemarin ada survei LSI, baru 70 persen masyarakat tidak tahu RUU KUHAP dibahas. Tentu saja, karena ini kan belum pembahasan," kata Habiburokhman di Kompleks Parlemen, Jakarta, pada Kamis, 17 April 2025.
Di sisi sebaliknya, Habiburokhman menyimpulkan survei LSI itu diperoleh fakta bahwa ada 30 persen warga Indonesia yang tahu RUU KUHAP akan dibahas. "Jadi belum kick off saja, sudah ada sekitar 30 persen publik yang tahu undang-undang ini akan dibahas."
Ia mengaku sangat terkejut dan sangat optimistis atas antusiasme masyarakat. "Jadi tidak seperti undang-undang lain. Ini belum kick off saja masyarakat sudah paham," ujar politikus Partai Gerindra tersebut.
Pada saat yang sama, Habiburokhman mengklaim pembahasan RUU KUHAP selama ini dilakukan secara terbuka dan melibatkan banyak elemen masyarakat. Ketua komisi yang membidangi hukum itu juga mengklaim telah mengadakan berbagai sesi untuk menjaring pendapat masyarakat tentang revisi UU Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.
Ia lalu merincikan dengan dimulainya webinar saat proses penyusunan masih berlangsung di Badan Keahlian DPR pada 23 Januari 2025 yang diikuti oleh 1.000 peserta langsung dan 7.300 peserta melalui Youtube.
Kemudian ketika Komisi III mempelajari naskah akademik RUU KUHAP, ia menyebut ada delapan kegiatan penyerapan aspirasi yang dilakukan. Pertama, rapat kerja dengan Ketua Komisi Yudisial pada 10 Februari 2025, lalu rapat dengar pendapat dengan Ketua Kamar Pidana Mahkamah Agung dan Ketua Kamar Militer Mahkamah Agung pada tanggal 12 Februari 2025.
Ketiga, rapat dengar pendapat umum (RDPU) dengan advokat dari tiga organisasi pada 5 Maret 2025. Keempat, publikasi naskah akademik RUU KUHAP melalui laman DPR RI pada 20 Maret 2025. Kelima, konferensi pers mengenai launching RUU KUHAP pada 20 Maret 2025.
Keenam, RDPU dengan advokat dan akademisi. "Ada Junimart Girsang, Julius Ibrani, dan Romli Atmasasmita tanggal 24 Maret," kata politikus Partai Gerindra itu. Ketujuh, konferensi pers terkait dengan pasal penghinaan presiden dan RUU KUHAP pada tanggal 24 Maret 2025.
Kedelapan, penyerapan aspirasi dengan PBHI, LBHI, Amnesty International, ICJR, IJRS, LBI Jakarta, AJI, dan ILRC pada 8 April 2025. "Jadi RUU KUHAP ini adalah sangat transparan, karena semua rapat, semua pertemuan kami lakukan secara terbuka. Bahkan live streaming oleh media," ucapnya menyimpulkan.
Habiburokhman juga mengumumkan pembahasan RUU KUHAP akan dilakukan pada masa sidang berikutnya. Hal itu berubah dari rencana semula saat DPR menyatakan akan membahas RUU KUHAP pada masa sidang ke-17.
Sebelumnya Lembaga Survei Indonesia (LSI) menunjukkan lebih dari 70 persen masyarakat tidak mengetahui pemerintah dan DPR tengah membahas revisi KUHAP.
“Hanya sekitar 30 persen, tepatnya 29,7 persen, masyarakat yang tahu bahwa pemerintah sedang membahas perubahan KUHAP, sementara 70,3 persen lainnya itu bilang tidak tahu,” ujar peneliti LSI Yoes C. Kenawas dalam rilis hasil survei tersebut di daerah Pela Mampang, Jakarta Selatan pada Ahad, 13 April 2025.
Melihat hasil survei itu, Yoes menyatakan pembahasan RUU KUHAP masih menjadi isu elit dan belum mendapat perhatian masyarakat banyak. Sementara itu, dalam penerapannya nanti, masyarakat sebagai pihak yang juga akan merasakan langsung dampak dari perubahan yang dilakukan terhadap KUHAP.
“Artinya diperlukan sosialisasi yang lebih dari semua pihak agar masyarakat lebih peduli bahwa ada rencana perubahan undang-undang yang akan memengaruhi mereka di masa depan kalau, semoga jangan sampai, mereka terlibat kasus pidana atau berurusan dengan aparat penegak hukum,” tuturnya.
Koalisi Masyarakat Sipil mendesak pembahasan revisi KUHAP digelar secara terbuka. "Supaya apa yang mereka bahas itu sesuai dengan harapan masyarakat," kata Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Muhamad Isnur setelah bertemu dengan pimpinan Komisi III DPR pada Selasa, 8 April 2025.
Menurut dia, transparansi ini penting, terlebih ada sejumlah pasal yang memberikan peluang bagi aparat penegak hukum untuk menyalahgunakan wewenang. "Jadi kami mengingatkan agar pembahasan tidak terburu-buru," katanya.
Dalam penegakan hukum, KUHAP akan menjadi dasar bagi aparat untuk menangkap dan menahan seseorang. Jika pasal-pasal yang mengaturnya tidak jelas, tentu akan menimbulkan persoalan baru, terutama menyangkut pelanggaran hak asasi manusia (HAM).
Koalisi Masyarakat Sipil berharap pembahasan revisi KUHAP bisa dijadikan momentum untuk mendorong reformasi sistem peradilan pidana. DPR harus menggunakan kewenangannya secara maksimal karena ini menyangkut perlindungan hak masyarakat dalam proses hukum.
"Kalau negara kita ingin beradab, manusiawi, ya, dimulai dari KUHAP karena inilah yang memutuskan orang dari bebas, ditangkap, kemudian dipenjara," kata Isnur.
Ervana Trikarinaputri berkontribusi pada penulisan artikel ini.