TEMPO.CO, Jakarta - Mahasiswa Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta membuat petisi untuk menuntut kampus memberikan sanksi tegas terhadao dosen yang diduga melakukan kekerasan seksual. Petisi yang dibuat di laman change.org pada 10 April 2025 itu telah ditandatangani lebih dari 1.000 kali.
Dalam keterangannya kepada Tempo, mahasiswa ISI Yogyakarta yang tergabung dalam ISI YK Speak Up tersebut merasa penanganan kasus kekerasan seksual di kampusnya belum maksimal. “Dari beberapa kasus yang sudah pernah muncul hasilnya tidak memberikan sanksi tegas untuk pelaku,” kata salah satu perwakilan ISI YK Speak Up lewat keterangan tertulis, Selasa, 15 April 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berdasarkan catatan ISI YK Speak Up, setidaknya ada tiga dosen Fakultas Seni Pertunjukan ISI Yogyakarta yang diduga melakukan kekerasan seksual terhadap mahasiswi. Adapun jumlah korban di Fakultas Seni Pertunjukan diperkirakan lebih dari lima orang. Sebagian korban kini telah lulus dan sudah melaporkan kekerasan seksual yang dialaminya kepada Satuan Tugas (Satgas) Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) pada rentang 2022-2023.
Salah seorang korban mengatakan terduga pelaku melakukan sentuhan fisik saat melakukan bimbingan tugas akhir di ruangan dosen. “Pipi saya disentuh dan dicubit saat bimbingan tugas akhir pada akhir 2021,” kata korban saat dihubungi Tempo.
Dia juga mengakatakan pernah diajak bepergian berdua oleh dosen untuk mengerjakan salah satu tugas mata kuliah. Namun korban menolak karena merasa tidak nyaman.
Selain itu, ada korban yang menceritakan beberapa kali disentuh di bagian paha dan pinggulnya secara sengaja oleh dosen lain di Fakultas Seni Pertunjukkan ISI Yogyakarta. “Saat itu dosen menawari remedial mata kuliah dengan mengajak ke hotel. Mengajak sambil mengelus pahaku,” ujar korban.
Dua korban tersebut mengaku telah melaporkan kekerasan seksual verbal dan fisik yang dialami kepada Satgas PPKS pada 2023. Namun mereka mengaku tidak mengetahui tindak lanjut dari laporan tersebut. Sementara itu, sejumlah korban lain mengakui pernah mendapatkan kekerasan seksual dan melaporkan ke Satgas PPKS namun tidak mau memberikan keterangan lebih lanjut kepada Tempo.
Tempo sudah berupaya meminta konfirmasi dari tiga dosen ISI Yogyakarta yang pernah dilaporkan ke Satgas PPKS atas dugaan kekerasan seksual. Namun pesan instan melalui aplikasi WhatsApp dan panggilan telepon tidak ditanggapi. Hingga Jumat, 18 April 2025, di portal kepegawaian ISI Yogyakarta ketiga dosen tersebut tercatat masih aktif menjadi pengajar di ISI Yogyakarta.
Rektor ISI Yogyakarta Irwandi juga tidak merespons pesan yang Tempo kirimkan. Sementara itu, Dekan Fakultas Seni Pertunjukan ISI Yogyakarta I Nyoman Cau Arsana mengatakan belum bisa memberi tanggapan atas pertanyaan dari media. “Satu pintu lewat Tim PPKS ISI Yogyakarta,” kata Nyoman, Senin, 14 April 2025. Akan tetapi Ketua Satgas PPKS ISI Yogyakarta Yulyta Kodrat Prasetyaningsih justru enggan memberikan keterangan.
Ketua Humas ISI Yogyakarta Esti Hapsari Saptiasih mengatakan pihaknya telah menerima aduan laporan resmi dugaan kekerasan seksual dari para korban. “Sampai dengan April 2025, kasus-kasus kekerasan seksual terkait dengan kegiatan di perguruan tinggi hasilnya telah direkomendasikan ke Kemendiktisaintek dan sudah final proses pemeriksaannya,” kata Esti lewat keterangan tertulis, Kamis, 17 April 2025.
Esti mengatakan selama proses berlangsung, Satgas PPKS belum bisa memberikan keterangan ihwal dugaan kekerasan seksual yang dilaporkan tersebut. “Selama proses tersebut terduga pelaku telah dinonaktifkan sementara sebagai dosen,” kata dia.