Poin-poin Isi Rekaman Percakapan Kader PDIP yang Diputar di Sidang Hasto Kristiyanto

6 hours ago 2

TEMPO.CO, Jakarta - Persidangan kasus suap pengurusan pergantian antar waktu (PAW) serta perintangan penyidikan Harun Masiku terus mengungkap sejumlah fakta baru. Kali ini jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memutar sejumlah rekaman sadapan percakapan telepon antara eks kader PDIP, anggota Bawaslu, dan pihak Komisi Pemilihan Umum (KPU). Percakapan itu memperkuat dugaan adanya pengaruh kuat Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto dalam pengurusan kursi DPR untuk Harun Masiku.

Garansi dan Perintah “Ibu”

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dalam rekaman yang diputar di ruang sidang Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis, 24 April 2025, terdengar suara Saeful Bahri, eks kader PDIP, berbicara dengan mantan anggota Bawaslu, Agustiani Tio Fridelina, yang mengungkap bahwa Hasto disebut sebagai pihak yang aktif mengatur langkah-langkah di balik layar.

Percakapan itu terjadi pada 6 Januari 2020. Saeful menyebutkan bahwa Hasto memberikan arahan langsung untuk mengurus proses PAW. "Tadi Mas Hasto telepon lagi. Bilang ke Wahyu, ini garansi saya, perintah dari ibu dan garansi saya. Jadi bagaimana caranya supaya itu terjadi," kata Saeful kepada Agustiani lewat sambungan telepon.

Tak dijelaskan siapa sosok "ibu" yang dimaksud. Namun kalimat itu menegaskan keterlibatan Hasto dan kemungkinan ada figur sentral lain dalam partai yang disebut memberi jaminan.

Rencana Bertemu Pengacara dan Lobi Ketua KPU

Masih dalam percakapan yang sama, Saeful juga meminta Agustiani bertemu Donny Tri Istiqomah, advokat PDIP, sebelum rapat pleno Komisi Pemilihan Umum (KPU). Tujuannya untuk mendalami aspek hukum PAW Harun Masiku.

Saeful menyebut akan mengatur pertemuan sebelum pleno KPU. Ia mengatakan kepada Agustiani bahwa mereka harus bertemu dengan Donny, “Yang kedua, besok kan pleno tuh KPU. Nah, sebelum pleno itu, kita ketemu Donny dulu biar dipaparin hukumnya,” ujar Saeful

Selain itu, terungkap pula adanya rencana pertemuan Hasto dengan Ketua KPU kala itu, Arief Budiman. Dalam sidang, Jaksa KPK menunjukkan percakapan Agustiani dengan Wahyu Setiawan, eks Komisioner KPU, yang mengakui sudah melobi Arief untuk mempertemukan Sekjen PDIP dengannya. Dalam rekaman itu, Agustiani bertanya apakah Hasto perlu bertemu langsung dengan Ketua KPU.

"Gimana ya Mba? Saya memang sudah lobi dia," ujar Wahyu. Agustiani lalu menyimpulkan, “Ceritanya ini makin kelihatan kayaknya Sekjen ikut di dalam ini.” Wahyu tidak membantah dan mengatakan akan menyampaikan arahan itu ke Arief setelah bepergian ke Belitung. 

Menariknya, Wahyu menyebut bahwa Ketua KPU saat itu berasal dari Partai Demokrat sehingga terkesan menjaga jarak dengan PDIP. Namun Wahyu menambahkan, “Dia sepertinya anu Mbak, dia kan berangkat dari Demokrat, geng sebelah lah ya. Sehingga memang dia berusaha jaim dengan kelompok kita, tapi bukan berarti dia bersih-bersih amat.”

Pertemuan dengan Harun dan Uang Rp 100 Juta

Dalam sidang yang sama di luar rekaman telepon, Donny Tri Istiqomah mengakui pernah dua kali bertemu dengan Harun Masiku. Pertemuan pertama berlangsung di kantor DPP PDIP setelah keluarnya putusan Mahkamah Agung pada Agustus 2019 yang menyatakan partai berhak menentukan calon PAW.

Pada pertemuan tersebut, Harun menyerahkan uang tunai Rp 100 juta kepada Donny sebagai ucapan terima kasih karena telah menyusun uji materi terhadap Peraturan KPU. Donny menyebutnya sebagai “lawyer fee”. Pertemuan kedua, menurut Donny, terjadi menjelang rapat pleno KPU pada 31 Agustus 2019. Saat itu Harun bertanya soal tindak lanjut dari putusan MA.

"Harun sempat nanya ke saya 'Gimana ini? Putusan MA kan sudah keluar?'," ucap Donny menirukan kejadian hampir enam tahun silam itu. Dia pun meminta Harun menunggu rapat pleno DPP PDIP.

Negosiasi Uang Suap

Jaksa KPK juga menyinggung soal negosiasi besaran uang suap. Agustiani mengaku menerima pesan dari Saeful: “Mbak, tanyain operasionalnya 750.” Ia kemudian menyampaikan pesan itu kepada Wahyu Setiawan. Namun Wahyu disebut meminta nominal yang lebih tinggi, yakni Rp 1 miliar.

Setelah tawar-menawar, Saeful sempat menawarkan angka Rp 900 juta. Namun, kesepakatan akhirnya disebut “menggantung.” Meski begitu, Agustiani mengakui sempat memberikan uang tunai 19.000 dolar Singapura kepada Wahyu. Uang itu berasal dari Saeful Bahri.

Selain kasus suap ini, Jaksa juga menjerat Hasto dengan dakwaan perintangan penyidikan. Setelah Wahyu Setiawan ditangkap, Hasto disebut memerintahkan ajudannya, Kusnadi, untuk menenggelamkan ponsel milik Harun Masiku. Ponsel itu lebih dulu direndam di air oleh seorang staf Rumah Aspirasi, Nur Hasan, atas perintah Hasto.

Hasto Kristiyanto didakwa melanggar Pasal 21 dan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Ia juga dijerat dengan Pasal 65 dan Pasal 64 KUHP karena diduga menyuap Wahyu Setiawan sebesar 57.350 dolar Singapura atau sekitar Rp600 juta dan menghalangi penyidikan kasus Harun Masiku, yang masih buron sejak 2020.

Amelia Rahima Sari berkontribusi dalam penulisan artikel ini. 
Read Entire Article
Parenting |