TEMPO.CO, Jakarta - Politikus Partai Demokratik Korea, Lee Jae-myung terpilih sebagai presiden Korea Selatan dalam pemilihan pada Selasa, 3 Juni 2025. Terpilihnya Lee mengakhiri kisruh politik di negara tersebut.
Sebelum terpilih sebagai Presiden Korea Selatan, Lee Jae-myung mengalami perjalan hidup yang naik turun. Ia pernah menjadi seorang buruh pabrik dan pernah mengalami cedera fisik. Dilansir dari NK News, ia pernah juga menjadi seorang pengacara hak asasi manusia dan pemimpin politik terkemuka. Perjalanan hidupnya merupakan simbol ketahanan dan inspirasi bagi banyak orang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Lahir pada tahun 1964 di sebuah desa terpencil di Andong, Provinsi Gyeongsang Utara, Lee tumbuh dalam kemiskinan ekstrem. Setelah menamatkan sekolah dasar, kesulitan keuangan memaksanya bekerja sebagai buruh pabrik remaja di Seongnam, Provinsi Gyeonggi, dengan penghasilan hanya 200 won atau setara Rp 2.388 per hari di sebuah pabrik jam. Kecelakaan di tempat kerja membuatnya mengalami cacat permanen di lengan kirinya. Meski demikian, Lee menolak membiarkan kesulitan menentukan masa depannya.
Bertekad untuk mengubah keadaannya, Lee lulus ujian kualifikasi sekolah menengah atas dan memperoleh beasiswa di sekolah hukum Universitas Chung-Ang. Selama masa kuliahnya, Pemberontakan Gwangju tahun 1980 mengilhaminya untuk mendedikasikan kariernya bagi keadilan sosial dan advokasi bagi kaum kurang mampu.
Setelah lulus ujian advokat, Lee memulai kariernya sebagai pengacara hak asasi manusia di Seongnam. Karirnya di bidang hukum melesat cepat. Ia memperoleh reputasi karena menentang korupsi lokal dan memperjuangkan kepentingan publik, termasuk pendirian rumah sakit umum. Aktivisme dan komitmennya terhadap layanan publik membawanya ke dunia politik.
Pada 2010, Lee terpilih sebagai wali kota Seongnam. Ia mencanangkan seragam sekolah gratis, dividen pemuda, pembayaran tahunan sebesar 1 juta won kepada kaum muda berusia 19 hingga 24 tahun, dan perawatan pascapersalinan publik. Gayanya yang lugas dan terkadang agresif membuatnya menjadi tokoh yang kontroversial, tetapi juga membuatnya populer di kalangan warga.
Reputasi Lee sebagai seorang reformis menguat selama krisis politik 2016-2017, ketika ia menjadi salah satu orang pertama yang menyerukan pemakzulan Presiden Park Geun-hye, yang dimakzulkan atas skandal korupsi. Pada tahun 2018, ia terpilih sebagai Gubernur Provinsi Gyeonggi, wilayah dengan penduduk terbanyak di Korea. Di sana, ia memperkenalkan pembayaran bantuan COVID-19 universal pertama di negara itu dan menjalankan kebijakan agresif terhadap konstruksi ilegal serta memperluas kesejahteraan sosial.
Saat dilantik sebagai presiden, Lee Jae-myung berjanji pada Rabu, 4 Juni 2025 untuk menjadikan persatuan nasional sebagai prioritas utama. Dalam pidato pelantikannya di Majelis Nasional di Seoul, Lee menampilkan dirinya sebagai “presiden untuk semua.” Ia menekankan bahwa jabatannya memiliki tanggung jawab untuk melayani setiap warga negara, terlepas dari siapa yang mereka dukung di kotak suara.
"Sudah saatnya membangun jembatan koeksistensi, rekonsiliasi, dan solidaritas atas kebencian dan konfrontasi yang telah memecah belah kita," kata Lee dilansir dari Korea Times. "Sekaranglah saatnya untuk membuka era kebahagiaan bagi rakyat, yang penuh dengan mimpi dan harapan."
Pilihan editor: Elon Musk Pamitan ke Trump dengan Mata Lebam, Diisukan Narkoba