TEMPO.CO, Jakarta - Kristo Immanuel, aktor, komedian, dan kreator konten yang dikenal lewat kepiawaiannya menirukan berbagai suara, kini menjajal peran baru sebagai sutradara. Ia menandai debutnya dalam dunia penyutradaraan film panjang lewat Tinggal Meninggal, produksi rumah film Imajinari. Dalam proyek ini, Kristo tak hanya duduk di kursi sutradara, tapi juga turut menulis skenario bersama sang istri, Jessica Tjiu, yang juga berperan sebagai ko-sutradara.
Pilihan Editor: Debut Main Film Lewat The Big 4, Kristo Immanuel Ngaku Sempat Pesimis
Impian Kristo Imanuel Sejak Masa Kecil
Dalam konferensi pers di Metropole XXI, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu, 4 Juni 2025, Kristo menjelaskan latar belakang keputusannya menyutradarai film ini. “Keinginan jadi sutradara itu dari aku kecil. Jadi dari kelas 5 SD, kelas 4 SD sudah bikin film pendek,” ucapnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kristo bercerita, karena sejak kecil ia sudah bercita-cita menjadi penulis dan sutradara, ia kemudian melanjutkan pendidikan di Jurusan Film Universitas Multimedia Nusantara (UMN). Ia lalu membuat konten-konten komedi di media sosial yang tak disangka menjadi viral. Dari situ, Ernest Prakasa melihat karyanya dan tertarik dengan gaya penulisan Kristo. “Lalu Ko Ernest mengajak untuk menjadi sutradara,” ujarnya.
Gaya Bercerita dan Konsep Film
Tinggal Meninggal mengusung gaya penceritaan breaking the fourth wall—yaitu saat karakter berbicara langsung kepada penonton. Kristo menjelaskan bahwa pendekatan ini sudah lama menarik perhatiannya. “Aku suka banget film-film dan series-series yang menggunakan breaking the fourth wall,” ungkapnya.
Menurut Kristo, gaya ini juga sesuai dengan karakter dan tema cerita film yang ia angkat. “Karena aku suka banget misalnya kalau di momen-momen awkward, di momen-momen yang cringe, di momen-momen enggak nyaman, kayak pengen ngomong ke kamera,” ujarnya. Kemudian, ia memastikan teknik ini akan banyak muncul di dalam film. “Jadi nanti kalau teman-teman lihat nanti di filmnya itu, breaking the fourth wall itu momen ngomong sendirinya (tokoh) Gema,” kata Kristo.
Konferensi pers film Tinggal Meninggal karya sutradara, Kristo Immanuel di Metropole XXI, Menteng, Jakarta, 4 Juni 2025. Tempo/Jasmine
Komedi Getir dan Refleksi Sosial
Bersama sang istri, Kristo menulis cerita yang lahir dari keresahan sosial, dibalut dalam bentuk komedi getir. “Aku bareng istri mengangkat tema comedy as coping mechanism, alias komedi getir, berdamai dan menerima ujian hidup dengan tawa. Tema ini kami harapkan dapat membuat penonton terhibur,” ujarnya.
Cerita Tinggal Meninggal berpusat pada Gema, seorang laki-laki kesepian. Dalam trailer yang baru dirilis, satu adegan yang mencuri perhatian adalah percakapan absurd Gema dewasa (Omara Esteghlal) dengan Gema kecil (Jared Ali), yang mengusulkan bahwa jika ibunya meninggal, rekan-rekan kantor Gema pasti akan menunjukkan empati. Obrolan yang terdengar konyol itu menjadi pintu masuk menuju isu yang lebih dalam: kesepian, imajinasi, dan kebutuhan akan empati.
Kristo menyebut dirinya bagian dari generasi Zenial, lahir pada 1997, di antara Gen Z dan milenial. Ia menyusun cerita berdasarkan riset yang dilakukan secara daring dan melalui percakapan dengan teman-teman Gen Z. Ia juga berbincang dengan rekan-rekannya yang bekerja di agensi, karena latar film ini berada di lingkungan kerja semacam itu. Melalui riset itu, ia ingin menggambarkan kegelisahan generasi muda, khususnya soal pendewasaan dan relasi sosial. Tema-tema seperti kesepian, pencarian makna hidup, dan kebutuhan untuk diakui menjadi ruh dari cerita ini.
Tinggal Meninggal diproduksi oleh Dipa Andika dan Ernest Prakasa. Film ini akan menjadi karya ketujuh Imajinari dan direncanakan tayang serentak di bioskop Indonesia mulai 14 Agustus 2025. Selain Omara Esteghlal dan Jared Ali, film ini juga dibintangi oleh Nirina Zubir, Mawar de Jongh, Muhadkly Acho, Ardit Erwandha, Shindy Huang, Mario Caesar, dan Nada Novia.