TEMPO.CO, Jakarta - Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menggelar sidang pembacaan putusan sela atas nota keberatan atau eksepsi yang diajukan oleh Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto. Dalam persidangan itu, majelis hakim menolak seluruh permohonan nota keberatan Hasto.
"Mengadili menyatakan keberatan dari penasihat hukum dan terdakwa Hasto Kristiyanto tidak dapat diterima," kata Ketua majelis hakim Pengadilan Tipikor Rios Rahmanto saat membacakan putusan sela, Jumat, 11 April 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Majelis hakim juga memerintahkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) untuk melanjutkan persidangan dugaan korupsi dalam perkara yang melibatkan buronan Harun Masiku itu. "Memerintahkan penuntut umum untuk melanjutkan pemeriksaan perkara Nomor 36/Pid.Sus-TPK/2025/PN.Jkt.Pst atas nama Hasto Kristiyanto berdasarkan surat dakwaan penuntut umum," ujar Rios.
Berikut fakta-fakta mengenai sidang putusan sela Hasto Kristiyanto.
Hakim Perbolehkan Uskup Jakarta Kunjungi Hasto
Meski menolak nota keberatan Hasto, majelis hakim mengizinkan Uskup Agung Jakarta Kardinal Ignatius Suharyo untuk mengunjungi Hasto di Rumah Tahanan (Rutan) Komisi Pemberatasan Korupsi (KPK). Rios Rahmanto menyebutkan bahwa Hasto memiliki hak sebagai terdakwa untuk dikunjungi oleh setiap orang.
"Izin kunjungan silakan saja, namun majelis hakim berharap jangan terlalu mepet waktu permohonan izinnya ya untuk berikut-berikutnya," ujar Rios menanggapi permintaan izin kunjungan dari penasihat hukum Hasto, seperti dikutip Antara.
Hasto Hormati Putusan Sela Hakim
Hasto Kristiyanto menyatakan dirinya menghormati keputusan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta yang menolak nota keberatan dalam sidang perkaranya. Dilansir dari Antara, ia menjelaskan bahwa pengajuan eksepsi adalah hak terdakwa dan bentuk pendidikan politik bagi masyarakat untuk memahami pentingnya sistem hukum yang adil.
"Keputusan hari ini tidak akan mengurangi sedikit pun suatu semangat, suatu tekad untuk mewujudkan keadilan, karena Indonesia tanpa keadilan di dalam sistem hukum yang dibangun sama saja juga tidak ada suatu penghormatan terhadap kemanusiaan," ucap Hasto usai sidang putusan sela di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat.
Ia juga menyampaikan bahwa majelis hakim meminta agar substansi keberatannya dibuktikan dalam pemeriksaan pokok perkara. Untuk itu, Hasto dan tim kuasa hukumnya siap mengikuti sidang lanjutan demi membuktikan bahwa tuduhan terhadapnya merupakan persoalan yang dipaksakan dan didaur ulang.
"Membiarkan berbagai ketidakadilan yang terjadi sama saja dengan membunuh masa depan, tetapi pemeriksaan pokok perkara itu lah yang akan membuktikan," tuturnya.
Penasihat Hukum Hasto Kecewa dengan Penolakan Hakim
Penasihat hukum Hasto, Todung Mulya Lubis, menyayangkan keputusan hakim yang menolak eksepsi mereka. Ia menyebut kasus yang menjerat kliennya tidak berdasar hukum dan penuh dengan kepentingan politik.
"Kami mengharapkan eksepsi kami diterima, karena kasus ini tidak ada dasarnya dan penuh nuansa politik. Politisasi kasus ini begitu luar biasa," kata Todung usai sidang putusan sela di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Jumat.
Todung menyoroti sejumlah kejanggalan dalam proses hukum, mulai dari penyidikan, penetapan tersangka, hingga pelimpahan perkara ke pengadilan, yang dinilainya berlangsung dengan sangat cepat. Ia juga mempertanyakan prioritas KPK dalam menangani perkara ini, mengingat pimpinan lembaga antirasuah itu baru saja dilantik.
Todung menyampaikan bahwa publik patut menduga kasus ini bertujuan untuk menggagalkan Hasto agar tidak terpilih kembali sebagai Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan dalam kongres mendatang. Ia pun menyoroti ketimpangan dalam proses persidangan, khususnya terkait pemanggilan saksi oleh pihaknya yang tak direspons oleh KPK.
"Prinsip equality in arms dilanggar. Penuntut umum dapat waktu sangat longgar, termasuk memanggil saksi-saksi dari KPK," ungkapnya.
Ade Ridwan Yandwiputra, Antara berkontribusi dalam penulisan artikel ini.