Kabar itu disampaikan pengacaranya, Khaled Zabarqa, dikutip dari Al Jazeera. Selama itu, Manasra mengalami masalah kesehatan mental yang parah. Permintaannya untuk pembebasan lebih awal berulang kali ditolak.
Manasra, dari Yerusalem Timur, dijatuhi hukuman karena berada di dekat sepupunya Hassan Manasra, yang menikam dua orang Israel di dekat pemukiman ilegal Pisgat Ze'ev di Yerusalem Timur pada 2015.
Hassan, yang berusia 15 tahun saat itu, ditembak mati oleh seorang pria Israel. Adapun Manasra dipukuli dengan parah oleh sekelompok orang Israel dan ditabrak oleh seorang pengemudi Israel.
Ketika itu, Manasra menderita patah tulang tengkorak dan pendarahan dalam. Momen itu diabadikan ketika sebuah video viral saat itu memperlihatkan Ahmad tergeletak di jalan, berdarah dari kepala, sedangkan orang Israel mengejeknya.
Manasra yang masih anak-anak didakwa dengan percobaan pembunuhan meskipun ia tidak menikam siapa pun. Hal ini diakui pengadilan.
Pihak berwenang pertama kali memindahkan Manasra ke ruang isolasi pada November 2021, setelah terjadi perkelahian dengan tahanan lain.
Dalam wawancara tahun berikutnya, keluarga dan pengacaranya mengatakan ia dikurung di sel kecil selama 23 jam sehari dan menderita paranoia serta delusi yang membuatnya tidak bisa tidur. Pengacaranya mengatakan Manasra telah mencoba melukai dirinya sendiri.
Keluarga mengatakan bahwa Manasra dipindahkan ke bagian psikiatri di penjara lain setiap beberapa bulan, di mana dokter memberinya suntikan untuk menstabilkannya.
Pada Desember 2021, seorang dokter eksternal diizinkan untuk mengunjungi Ahmad untuk pertama kalinya sejak dia dipenjara. Dokter Lintas Batas atau Medecins Sans Frontieres (MSF) mengeluarkan laporan medis yang menyatakan bahwa Ahmad menderita skizofrenia.
Dokter tersebut memperingatkan pada saat itu bahwa pemenjaraan yang berkelanjutan dapat menyebabkan kerusakan permanen pada kesehatan mentalnya.
Kebebasan Manasra
Pembebasan Manasra terjadi setelah banyak badan lokal dan internasional, termasuk Uni Eropa dan Perserikatan Bangsa-Bangsa, berulang kali menyerukan pembebasannya segera.
Permohonan banding ke Mahkamah Agung Israel untuk pembebasannya lebih awal berulang kali ditolak. Pengadilan memutuskan bahwa ia tidak memenuhi syarat, terlepas dari usia atau kondisi mentalnya, karena dia dihukum karena “terorisme”.
Di antara vonis dan hukuman Manasta, hukum Israel diamendemen untuk mengizinkan pengadilan sipil menghukum anak-anak berusia 12 tahun atas apa yang disebut “tindak pidana teroris”.
Zabarqa selaku pengacara mengatakan bahwa otoritas penjara Israel membebaskan Manasra dari Penjara Nafha tanpa pemberitahuan untuk mencegah keluarganya menjemput. Petugas penjara Israel juga meninggalkan Manasra sendirian di area kosong.
Zabarqa menyebut seorang pejalan kaki menemukan Manasra di area Beersheba di wilayah selatan Negev dan menghubungi keluarganya, yang kemudian mempertemukan mereka kembali kembali.
Zabarqa jugamengonfirmasi bahwa Ahmad telah dipertemukan kembali dengan orang tuanya.
"Kami tahu dia sakit parah di penjara. Kami menunggu untuk mengetahui lebih lanjut tentang kondisi kesehatannya sekarang," kata Zabarqa.
Direktur Regional Timur Tengah Amnesty International Heba Morayef memuji pembebasan Manasra. Dia mengatakan bahwa kebebasan Manasra adalah "kelegaan besar baginya dan keluarganya".
"Tidak ada yang dapat membatalkan ketidakadilan, pelecehan, trauma, dan perlakuan buruk yang dialaminya selama bertahun-tahun di balik jeruji besi," ujar Morayef dalam sebuah pernyataan pada Kamis, 10 April 2025.