Terpopuler Nasional: Pengunduran Diri Hasan Nasbi hingga Putusan MK Soal Pasal Pencemaran Nama

3 hours ago 2

TEMPO.CO, Jakarta - Deretan peristiwa politik dan pendidikan mencuat di panggung nasional pada penghujung April 2025. Beberapa berita yang banyak dibaca meliputi keputusan Hasan Nasbi mengundurkan diri, Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Abdul Mu’ti memperbolehkan siswa TK-SMA melaksanakan wisuda, hingga Mahkamah Konstitusi memutuskan pasal menyerang kehormatan dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik tidak berlaku untuk pemerintah dan korporasi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Berikut tiga pemberitaan terpopuler pada Selasa, 29 April 2025 di kanal nasional Tempo:

Hasan Nasbi Mundur sebagai Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan

Hasan Nasbi mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan. Surat pengunduran diri Hasan sudah dikirimkan kepada Presiden Prabowo Subianto melalui Sekrestaris Kabinet Teddy Indra Wijaya dan Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi.

"Pada hari ini, 21 April 2025 sepertinya saat itu sudah tiba, surat pengunduran diri saya tandatangani dan saya kirimkan kepada Presiden lewat dua kawan baik saya. Mensesneg dan Seskab," kata Hasan Nasbi dalam video yang diunggah Total Politik, Selasa, 29 Aprili 2025. Anggota Kantor Komunikasi Presiden, Ujang Komarudin, sudah mengizinkan Tempo mengutip video itu.

Hasan mengaku mengundurkan diri karena ada sesuatu yang tidak bisa ditangani lagi. Ucapan itu juga pernah disampaikan Hasan pada beberapa tayangan podcast.

"Sudah pernah saya sampaikan kepada khalayak dalam beberapa tayangan podcast bahwa kalau ada sesuatu yang sudah tidak bisa lagi saya atasi atau kalau ada persoalan yang sudah di luar kemampuan saya, maka tidak perlu ribut-ribut, tidak perlu heboh-heboh, kita pun harus tahu diri dan kemudian mengambil keputusan untuk menepi," kata dia.

Adapun pada pertengahan Maret, Tempo mengalami sederet teror. Salah satunya ialah kiriman kepala babi ke kantor Tempo di Palmerah. Alih-alih mengecam teror, Kepala Kantor Kepresidenan Hasan Nasbi justru memberikan pernyataan yang menuai kontroversi. Ia menyarankan agar kepala babi tersebut dimasak. 

Presiden Prabowo Subianto menyadari pemerintahannya memiliki komunikasi yang buruk dalam menyampaikan kebijakan ke publik. Ia menyampaikan hal itu ketika menghadiri sarasehan ekonomi di Menara Mandiri, Jakarta, Selasa, 8 April 2025. Presiden Prabowo mengakui ucapan Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan atau Presidential Communication Office (PCO) Hasan Nasbi soal teror kepala babi ke kantor Tempo “teledor” dan “keliru.”

Dedi Mulyadi Larang TK-SMA Wisuda, Menteri Pendidikan Dasar: Boleh Asal Tak Berlebihan

Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Abdul Mu’ti turut menyatakan sekolah boleh menggelar wisuda asal tidak memberatkan orang tua siswa. Pernyataan Mu'ti tersebut merespons larangan wisuda untuk anak TK–SMA di Jawa Barat.

Pelarangan itu disampaikan oleh Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi dalam sebuah video yang menampilkan perdebatan antara Dedi dengan seorang anak perempuan yang meminta agar wisuda tidak dilarang.

“Sepanjang itu tidak memberatkan dan itu juga atas persetujuan orang tua dan murid, masa tidak boleh?” kata Mu’ti saat ditemui usai Konsolidasi Nasional Pendidikan Dasar dan Menengah 2025 di PPSDM Kemendikdasmen, Depok, Jawa Barat, Selasa, 29 April 2025.

Mu’ti mengatakan sesungguhnya tidak ada yang salah dari penyelenggaraan wisuda di sekolah. Namun, dia menekankan wisuda boleh diselenggarakan asal penyelenggaraannya tidak berlebih-lebihan. Dia juga menyebut penyelenggaraan wisuda merupakan simbol dari kegembiraan, syukur serta momen agar mendekatkan orang tua dengan sekolah.

Menurut Mu’ti, kebijakan wisuda semestinya dikembalikan ke sekolah masing-masing dengan catatan dalam batas yang wajar yang telah disebutkan tadi. “Prinsipnya itu wisuda itu jangan berlebih-lebihan dan jangan juga dipaksakan,” ujarnya.

MK: Pencemaran Nama dalam UU ITE Tak Berlaku Bagi Pemerintah

Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan pasal menyerang kehormatan dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) tidak berlaku untuk pemerintah, kelompok masyarakat, hingga korporasi. Dalam sidang perkara Nomor 105/PUU-XXII/2024, MK menyatakan, yang dimaksud frasa "orang lain" dalam Pasal 27A juncto Pasal 45 ayat (4) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 itu adalah individu atau perseorangan. 

MK menyebutkan, untuk menjamin kepastian hukum sebagaimana Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945, Pasal 27A Undang-Undang ITE harus dinyatakan inkonstitusional secara bersyarat. "Sepanjang tidak dimaknai kecuali lembaga pemerintah, sekelompok orang dengan identitas spesifik, institusi, korporasi, profesi, atau jabatan," ujar Hakim Konstitusi Arief Hidayat pada Selasa, 29 April 2025.

Permohonan uji materi Pasal 27A Undang-Undang ITE diajukan Daniel Frits Maurits Tangkilisan, warga Karimunjawa. Dia menggugat sejumlah frasa di beberapa pasal dalam revisi Undang-Undang 2024 karena dinilai multitafsir dan berpotensi disalahgunakan. Pasal 27A juncto Pasal 45 ayat (4) mengatur larangan pencemaran nama baik melalui sistem elektronik. Adapun Pasal 28 ayat (2) juncto  Pasal 45A ayat (2) mengatur penyebaran kebencian. 

MK dalam putusannya mengabulkan sebagian permohonan uji materi atas Pasal 27A juncto Pasal 45 ayat (4) Undang-Undang ITE tersebut. MK menyatakan sejumlah norma tersebut inkonstitusional secara bersyarat agar tidak melanggar prinsip kepastian hukum dan perlindungan terhadap kebebasan berekspresi sebagaimana dijamin konstitusi.

MK juga menetapkan, kasus dugaan tindak pidana yang muncul akibat adanya pasal tersebut masuk delik aduan. Dengan begitu, menurut MK, aparat baru bisa memproses kasus tersebut dari individu yang merasa dirugikan jika menerima pengaduan secara langsung. Adapun badan hukum, menurut MK, tidak punya kedudukan hukum untuk mengajukan aduan dalam kasus pencemaran nama baik di ruang digital.

Lebih lanjut, Mahkamah menafsirkan frasa “suatu hal” yang digunakan dalam pasal tersebut secara lebih ketat agar tidak menjadi pasal karet. Istilah tersebut dinilai harus dimaknai sebagai “suatu perbuatan yang merendahkan kehormatan atau nama baik seseorang.” MK menilai perlu ada pembatasan agar norma hukum tidak tumpang tindih antara pencemaran dan penghinaan biasa.

Adapun terhadap Pasal 28 ayat (2) juncto Pasal 45A ayat (2), MK menilai frasa “tanpa hak” tetap diperlukan untuk melindungi kelompok profesi tertentu, seperti jurnalis dan peneliti. Unsur ini tidak boleh ditafsirkan sebagai pembatasan terhadap siapa yang boleh berbicara, melainkan sebagai syarat hukum dalam konteks perbuatan yang melawan hukum.

MK memberikan batasan terhadap pasal yang mengatur ujaran kebencian agar tidak menjerat ekspresi sah. Menurut MK, informasi elektronik hanya dapat dipidana jika secara substansial memuat hasutan berdasarkan identitas tertentu, dilakukan secara sengaja, terbuka, dan menimbulkan risiko nyata terhadap diskriminasi atau kekerasan.

Hendrik Yaputra, Dinda Shabrina, dan Dani Aswara berkontribusi dalam penulisan artikel ini

Pilihan editor: Syarat Pengajuan Pemutihan Ijazah bagi Warga Jakarta

Read Entire Article
Parenting |