TEMPO.CO, Jakarta - Polda Metro Jaya kembali menangkap seorang mahasiswa Trisakti yang terlibat dalam aksi demonstrasi di depan Gedung Balai Kota Jakarta, yang sempat berujung pada kericuhan. Penangkapan dilakukan pada Sabtu, 24 Mei 2025.
“Atas nama MAA diamankan di daerah Kecamatan Cibitung,” ujar Kepala Sub Bidang Penerangan Masyarakat Polda Metro Jaya Ajun Komisaris Besar Reonald Simanjuntak dalam keterangan tertulisnya pada Ahad, 25 Mei 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Reonald, mahasiswa tersebut sebelumnya telah ditetapkan sebagai tersangka bersama 15 mahasiswa lainnya. Setelah berhasil diamankan, pihak kepolisian langsung menahan mahasiswa yang berinisial MAA. “Saat ini sudah di Direktorat Tahanan dan Barang Bukti, ditahan,” kata Reonald.
MAA ditetapkan sebagai tersangka meski sebelumnya tidak termasuk dalam 93 orang yang sempat diamankan pihak kepolisian. Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Ade Ary Syam Indradi, tidak menjelaskan secara detail peran MAA dalam insiden kericuhan maupun pasal hukum yang dikenakan. “Nanti kami pastikan secara rinci ya, yang jelas semuanya adalah mahasiswa,” ucap dia.
Dengan penetapan MAA sebagai tersangka, total jumlah tersangka dalam kasus ini menjadi 16 orang. Sebanyak 15 tersangka lainnya merupakan bagian dari 93 mahasiswa yang sebelumnya dibawa ke Polda Metro Jaya usai aksi demonstrasi yang berlangsung ricuh.
“Mereka melakukan tindak pidana penghasutan, pengeroyokan, penganiayaan, hingga melawan petugas,” ujar Ade. Ia menyebut aksi tersebut terjadi ketika massa aksi mencoba memaksa masuk ke kompleks Balai Kota dan menyerang petugas pengamanan dalam yang berjaga di pintu gerbang.
Para tersangka dijerat dengan beberapa pasal dalam KUHP, seperti Pasal 160 tentang penghasutan, Pasal 170 tentang kekerasan bersama, Pasal 351 tentang penganiayaan, serta Pasal 212, 216, dan 218 yang berkaitan dengan perlawanan terhadap petugas. Ancaman hukuman atas pasal-pasal tersebut berkisar antara empat bulan hingga enam tahun penjara.
Sebelumnya, aksi demonstrasi mahasiswa Trisakti yang bertujuan memperingati 27 tahun reformasi pada 21 Mei 2025 sempat viral di media sosial karena berujung pada kericuhan, termasuk aksi saling dorong dan pukul antara mahasiswa dan aparat kepolisian.
Tragedi Trisakti 27 Tahun Silam
Peristiwa ini mengingatkan kembali pada tragedi serupa yang terjadi 27 tahun silam, yakni Tragedi Trisakti pada 12 Mei 1998. Kejadian tersebut menjadi salah satu momen paling memilukan dalam sejarah bangsa Indonesia. Pada hari itu, demonstrasi damai yang dilakukan oleh mahasiswa untuk menuntut pengunduran diri Presiden Soeharto berubah menjadi tragedi yang mengguncang seluruh negeri.
Tragedi yang kemudian dikenal sebagai Tragedi Trisakti itu menewaskan empat mahasiswa Universitas Trisakti di Jakarta dan menyebabkan puluhan lainnya mengalami luka-luka. Insiden ini merupakan puncak dari ketegangan sosial dan politik yang dipicu oleh krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak awal 1998.
Pada 12 Mei 1998, mahasiswa Universitas Trisakti turut serta dalam aksi damai menuju Gedung Nusantara sebagai bagian dari gelombang protes nasional. Namun, mereka dihadang oleh aparat keamanan yang terdiri dari anggota kepolisian dan militer.
Walaupun sejumlah mahasiswa berupaya berdialog dengan aparat, situasi semakin memanas setelah pihak keamanan menembakkan gas air mata dan peluru karet ke arah massa.
Terdesak oleh tindakan represif aparat, para mahasiswa mundur kembali ke lingkungan kampus mereka. Namun, kekerasan tidak berhenti di sana. Penembakan terus berlanjut, bahkan hingga ke dalam area kampus.
Empat mahasiswa yang gugur dalam peristiwa tragis ini adalah Elang Mulia Lesmana, Heri Hertanto, Hafidin Royan, dan Hendriawan Sie. Mereka tewas akibat tembakan yang mengenai bagian tubuh vital seperti kepala, leher, dan dada, meskipun mereka berada di dalam kampus.
Tragedi Trisakti 12 Mei 1998 bukan hanya peristiwa berdarah biasa, melainkan juga menjadi katalisator penting dalam perubahan besar yang terjadi di Indonesia. Kejadian ini memperkuat semangat rakyat untuk mendorong reformasi dan menjadi salah satu pemicu runtuhnya rezim otoriter yang telah berkuasa selama puluhan tahun.
Lebih dari itu, Tragedi Trisakti menjadi simbol perjuangan untuk menegakkan demokrasi, menghormati hak asasi manusia, dan menjunjung tinggi kebebasan berpendapat. Peristiwa ini mengingatkan seluruh masyarakat bahwa kebebasan dan keadilan kerap diperoleh dengan pengorbanan yang tidak sedikit.