Apakah Trauma Menyebabkan Gangguan Kesehatan pada Perut?

1 day ago 2

TEMPO.CO, Jakarta - Apakah trauma menyebabkan gangguan kesehatan pada perut? Sering kali, rasa khawatir atau gelisah berpengaruh terhadap rasa sakit perut. Ternyata, kondisi ini memang dapat muncul akibat trauma berkepanjangan yang memengaruhi usus dan sistem pencernaan.

Respons tubuh terhadap stres berkepanjangan dapat menyebabkan gangguan fungsi pencernaan yang mengganggu keseimbangan tubuh secara keseluruhan. Berikut ini penjelasan selengkapnya.

Apakah trauma menyebabkan gangguan kesehatan pada perut? Merujuk dari tulisan di situs Khiron Clinics, studi menunjukkan bahwa pengalaman traumatis dapat berdampak pada kesehatan pencernaan, bahkan dalam jangka panjang. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Stres yang tidak terkelola dari pengalaman traumatis dapat mengubah pola kerja usus, menyebabkan masalah seperti Irritable Bowel Syndrome (IBS), gangguan pencernaan, dan peradangan pada saluran cerna. Oleh karena itu, memahami kaitan antara trauma dan sistem pencernaan menjadi penting untuk mencegah serta mengelola gangguan yang mungkin terjadi.

Penelitian telah membuktikan adanya keterkaitan antara trauma dan masalah pencernaan, baik dalam jangka pendek maupun panjang. Studi mengenai Adverse Childhood Experiences (ACE) mengungkapkan bahwa pengalaman traumatis di masa kecil dapat meningkatkan risiko gangguan lambung dan usus di kemudian hari. Trauma yang dialami, seperti kekerasan atau lingkungan keluarga yang tidak stabil, memicu stres kronis yang mengganggu komunikasi antara otak dan sistem pencernaan.

Gangguan komunikasi antara otak dan usus terjadi karena peningkatan hormon stres, seperti kortisol, yang menyebabkan peradangan serta mempengaruhi keseimbangan bakteri dalam usus. Ketidakseimbangan ini dapat menurunkan jumlah bakteri baik, meningkatkan populasi bakteri berbahaya, serta memicu kondisi seperti IBS dan peradangan pada usus. Akibatnya, seseorang lebih rentan mengalami gangguan pencernaan yang berulang.

Selain mempengaruhi mikrobioma usus, stres kronis juga mengubah pola gerakan usus. Ada yang mengalami peningkatan motilitas hingga menyebabkan diare, sementara yang lain justru mengalami perlambatan yang berujung pada sembelit. Efek ini dapat berkontribusi terhadap sindrom usus bocor, di mana dinding usus menjadi lebih permeabel sehingga zat asing masuk ke dalam aliran darah dan memicu peradangan.

Stres berkepanjangan juga berdampak pada sistem kekebalan usus. Produksi kortisol yang terus meningkat dapat menekan respons imun, membuat tubuh lebih rentan terhadap infeksi dan peradangan seperti penyakit radang usus (IBD). Di sisi lain, penurunan produksi asam lambung akibat stres dapat mengganggu proses pencernaan dan penyerapan nutrisi, sehingga berdampak pada kesehatan secara keseluruhan.

Terakhir, stres berkepanjangan dapat menyebabkan hipersensitivitas viseral, yakni peningkatan kepekaan saraf usus terhadap rasa sakit atau ketidaknyamanan. Kondisi ini sering terjadi pada penderita IBS, yang mengalami nyeri perut meskipun tidak ada gangguan struktural yang signifikan. Oleh karena itu, mengelola stres dan trauma dengan baik menjadi langkah penting untuk menjaga kesehatan sistem pencernaan Anda.

Read Entire Article
Parenting |