TEMPO.CO, Jakarta - Pemilik Oriental Circus Indonesia (OCI) sekaligus Taman Safari Indonesia (TSI), Jansen Manansang, membantah tudingan eksploitasi dan kekerasan terhadap para pemain sirkus pada era 1970-1980-an. Dalam rapat dengar pendapat bersama Komisi III DPR RI, Senin, 21 April 2025, Jansen meminta masalah ini dilihat dari berbagai sisi.
“Saya mau klarifikasi dulu, tidak sepihak karena kita sekarang dirugikan dengan berita di media yang tidak bisa dipertanggungjawabkan,” kata Jansen di Gedung DPR RI.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ia meminta Komisi III tidak hanya mengacu pada keterangan mantan pemain sirkus. Menurutnya, OCI memiliki ribuan karyawan yang juga terdampak oleh pemberitaan soal kekerasan di lingkungan sirkus. “Kami minta Komisi III ada keadilan. Kami juga punya karyawan 5.000, tentu kita juga kasihan untuk semuanya juga warga sekitar,” ujarnya.
Jansen membawa dua contoh kasus yang menurutnya menunjukkan OCI telah bertanggung jawab. Salah satunya menyangkut eks pemain sirkus bernama Ida yang mengalami kecelakaan kerja. Ia mengklaim, OCI langsung membawa Ida ke Rumah Sakit Sumber Waras untuk menjalani operasi.
“Saya sendiri sakit juga pinggang, saya main akrobat, Pak. Namun kami punya bukti waktu jatuh kami langsung pakai pesawat Garuda. Pada tanggal itu juga dibawa ke Rumah Sakit Sumber Waras. Ada juga buktinya, itu operasi Rp 39 juta, tentu berat sekali,” turur Jansen.
Ia mengingatkan agar tuduhan terhadap OCI tidak disampaikan secara sembarangan. “Supaya ada perimbangan. Pelapor jangan sembarangan, kita negara hukum,” katanya.
Sementara itu, kuasa hukum para eks pemain sirkus menyatakan Ida dipulangkan ke orang tua tanpa diberi santunan setelah dianggap tidak berguna karena cacat. “Ida dikembalikan ke orang tua setelah cacat, satu rupiah pun tak ada santunan,” kata Muhammad Soleh.
Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Ahmad Sahroni, berharap persoalan ini diselesaikan secara kekeluargaan. “Saya minta setelah ini duduk bersama,” ujarnya.
Komisi III DPR memanggil eks pemain sirkus dan pengelola OCI untuk menggali lebih dalam ihwal dugaan eksploitasi dan kekerasan di masa lalu. Wakil Ketua Komisi III Rano Alfath mengatakan forum tersebut bertujuan membuka seluruh persoalan. “Soal OCI itu kan kita pengen perdalam aja, masalahnya apa. Terus apakah benar ada kekerasan di dalamnya? Nanti itu dibuka di situ semua,” kata Rano.
Adapun Taman Safari Indonesia awalnya didirikan pada 1981 di atas tanah seluas 55 hektare di Cisarua Selatan. Pendiri taman satwa itu adalah tiga bersaudara Jansen Manansang, Frans Manansang, serta Tony Sumampau. Mereka merupakan anak dari Hadi Manansang, pendiri OCI.
Tony, mewakili OCI, mengklaim perusahaan tersebut tidak memiliki hubungan dengan Taman Safari Indonesia. “Hubungan legal nggak ada, hubungan uang juga nggak ada,” katanya.
Pada 1970-an, Tony menghabiskan masa kecil bersama anak-anak pemain sirkus OCI, yang pada 2025 sudah berusia dewasa. Sekitar lima dekade kemudian, para pemain sirkus yang sudah dewasa kembali mengungkap adanya dugaan eksploitasi dan pelanggaran HAM yang terjadi pada mereka selama di OCI.
Sebelumnya, mereka sempat membawa kasus ini ke Komnas HAM. Pada 1997, Komisi menyatakan OCI telah melakukan sejumlah pelanggaran HAM terhadap anak-anak pemain sirkus.
Pelanggaran yang disebutkan adalah terhadap hak anak untuk mengetahui asal-usul, identitas, dan hubungan kekeluargaan; hak anak untuk bebas dari eksploitasi yang bersifat ekonomis; hak anak untuk memperoleh pendidikan umum yang layak; serta hak anak untuk mendapatkan pelindungan keamanan dan jaminan sosial yang layak.
Isu ini kembali mencuat ketika delapan perwakilan dari para korban menyambangi kantor Kementerian HAM di Jakarta Selatan pada Selasa, 15 April 2025. Sebagian besar adalah perempuan paruh baya. Mereka berdialog dengan Wakil Menteri HAM, Mugiyanto, beserta dua direktur jenderal kementerian tersebut.
Para korban mengaku mengalami berbagai bentuk kekerasan seperti dipukul, disetrum, dipaksa bekerja dalam kondisi sakit, dipisahkan dari anaknya setelah melahirkan, hingga dipaksa makan kotoran hewan.
Dalam kronologi tertulis dari pendamping korban, dikatakan bahwa para pemilik dan/atau pengelola OCI serta Taman Safari Indonesia mengambil dan memisahkan lebih dari 60 anak-anak berusia 2 – 4 tahun dari orang tua mereka. Kemudian di usia 4 – 6 tahun, mereka diduga dipekerjakan tanpa upah, tidak disekolahkan, dan tidak diberi tahu identitas aslinya.
Tony, mewakili OCI, telah menyangkal terjadinya bentuk kekerasan seperti pemukulan, penyetruman, dan pemisahan ibu dengan anak. Namun, ia membenarkan dahulu OCI tidak membayar upah para anak pekerja sirkus, melainkan hanya memberi mereka uang saku.
Ia juga mengatakan terjadi kekerasan dalam bentuk pukulan menggunakan rotan. Hal itu ia gambarkan sebagai hal “biasa” dan bentuk “pendisiplinan”. “Pemukulan biasa itu ada aja. Tapi kalau dengan alat, dengan besi, nggak mungkin lah,” ujarnya.
Nabiila Azzahra berkontribusi dalam penulisan artikel ini.