Hukuman Percobaan 10 Tahun Akan Munculkan Beban Psikologis Bagi Terpidana Mati

1 day ago 2

TEMPO.CO, Jakarta - Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI) menyayangkan keputusan pemerintah untuk tidak menghapuskan hukuman mati di pidana alternatif Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Sekretaris Jenderal (Sekjen) PBHI, Gina Sabrina, menilai ketidakpastian hukum bagi terpidana mati dengan masa tunggu lebih dari 10 tahun dapat menimbulkan beban psikologis yang berat.

“Tentu itu menimbulkan penderitaan yang luar biasa karena tidak tahu kepastian hukumnya bagaimana. Setelah menunggu lebih dari 10 tahun, lalu kemudian tiba-tiba mungkin bisa saja besok dieksekusi,” kata Gina ketika dihubungi Tempo pada Jumat, 11 April 2025.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menteri Koordinator Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra, sebelumnya mengatakan regulasi mengenai hukuman mati dalam KUHP tidak akan dihapuskan. Ketentuan tersebut masih akan diterapkan sebagai sanksi pidana bersifat khusus.

"Secara substansi, ketentuan mengenai pidana mati sebagai pidana khusus telah dirumuskan secara tegas dalam Pasal 64 huruf C serta pasal 67 dan 68 KUHP," kata Yusril dalam keterangan tertulisnya seperti dikutip Tempo pada Kamis, 10 April 2025.

Yusril juga menjelaskan, pemberian vonis hukuman mati oleh hakim harus disertai alternatif hukuman jenis lain seperti hukuman seumur hidup. Selain itu, hukuman mati juga tidak bisa serta-merta diterapkan meski telah diputuskan oleh pengadilan.

Terpidana hukuman mati masih memiliki kesempatan untuk mengajukan grasi kepada presiden. Pasal 99 dan 100 KUHP memberikan ruang kepada hakim untuk menjatuhkan pidana mati dengan masa percobaan 10 tahun. "Apabila selama masa itu terpidana menunjukkan penyesalan dan perubahan perilaku, presiden dapat mengubah pidana mati menjadi pidana penjara seumur hidup," ujar Yusril.

Menurut Yusril, penetapan pidana mati juga harus dilakukan secara selektif. Hanya pelaku kejahatan-kejahatan berat tertentu yang dapat dipertimbangkan untuk dijatuhi pidana mati.

Lebih lanjut, Gina mengatakan, pihaknya menyampaikan jalan tengah atas situasi ini yakni pengubahan otomatis vonis hukuman mati menjadi hukuman seumur hidup. Perubahan ini berlaku apabila terpidana dengan vonis tersebut telah melewati masa tunggu lebih dari satu dekade atau 10 tahun.

Sebagai informasi tambahan, berdasarkan Sistem Database Pemasyarakatan (SDP) Pusat, narapidana yang masuk ke dalam golongan registrasi pidana hukuman mati tercatat sebanyak sebanyak 572 orang. Jumlah tersebut terdiri dari 563 orang gabungan WNA dan WNI berjenis kelamin laki-laki dan 9 orang WNA dan WNI perempuan.

Vedro Imanuel Girsang berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Read Entire Article
Parenting |