TEMPO.CO, Jakarta - Kasus pagar laut di Desa Segarajaya, Kecamatan Tarumajaya, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, dianggap rampung seiring pembongkaran awal pada pertengahan Februari lalu. Namun, usut punya usut, ternyata pagar laut di Bekasi yang dinyatakan ilegal tersebut belum dicabut secara keseluruhan.
Fakta ini terungkap setelah nelayan setempat kembali mengeluhkan sulitnya akses untuk mencari nafkah lantaran jalur trayek mereka masih tertutup pagar laut tersebut. Nelayan di kampung Paljaya, Muhammad Ramli, 42 tahun, mengatakan pembongkaran awal hanya dilakukan di dekat daratan reklamasi. Setelah itu, kata dia, pembongkaran pagar laut dihentikan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Pembongkaran waktu itu cuma di bagian dekat daratan reklamasi saja. Itu juga cuma seremonial, setelah itu berhenti,” kata Ramli di Paljaya, Kabupaten Bekasi, Ahad, 13 April 2025, dikutip Antara.
Kilas Balik Kasus Pagar Laut di Bekasi
Kasus pagar laut di Bekasi mencuat seiring munculnya perkara pagar laut di Tangerang pada Januari lalu. Pagar laut ini terdiri dari jejeran ribuan bambu sepanjang dua kilometer dengan lebar area 70 meter. Membentang bersisian di perairan di Desa Segarajaya, pagar tersebut membentuk garis panjang menyerupai tanggul, dengan hamparan perairan di tengahnya mirip sungai.
Pagar laut Bekasi menuai sorotan setelah dikeluhkan oleh nelayan setempat. Keluhan antara lain disampaikan Mitun, 28 tahun. Pria yang berprofesi sebagai nelayan ini mengatakan aktivitas masyarakat sekitar, terutama nelayan, sangat terganggu dengan adanya pagar laut tersebut. Sebab, sejak pagar bambu itu berdiri ia dan ratusan nelayan lainnya kesusahan mencari ikan.
“Terganggu banget, tadinya jalannya ke sana lurus, sekarang jalannya muter jauh banget. Ya kan ketutup sama pagar itu,” kata Mitun kepada wartawan di lokasi, Selasa, 14 Januari 2025.
Selain jarak menuju laut untuk mencari ikan menjadi lebih jauh, para nelayan juga harus merogoh kocek lebih dalam untuk biaya bahan bakar perahu mereka. Mitun akhirnya memutuskan untuk berhenti menjadi nelayan. Ia lalu beralih profesi sebagai pengantar wisatawan yang ingin berwisata ke Sungai Jengkem.
“Ya mau gimana lagi cari ikannya kan susah, ketutup sama patok-patok pagar laut itu. Ya sudah lah, kita berhenti aja dah. Mending kita nyari pengunjung aja ke Sungai Jengkem, wisata gitu,” ujarnya.
Dinas Kelautan dan Perikanan atau DKP Jawa Barat kemudian menyatakan pagar laut di perairan Kabupaten Bekasi itu legal karena jelas pemiliknya. Pemilik pagar laut di pesisir Tarumajaya tersebut adalah dua perusahaan swasta yakni PT Tunas Ruang Pelabuhan Nusantara (TRPN) dan PT Mega Agung Nusantara (MAN).
Menurut Kepala Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Pelabuhan Perikanan Muara Ciasem pada DKP Jawa Barat Ahman Kurniawan, pagar laut ini merupakan hasil kerja sama antara Pemerintah Provinsi atau Pemprov Jawa Barat dengan perusahaan swasta. Kerja sama ini telah terjalin sejak 2023 dan akan berlangsung sampai 2028.
“Kalau di sini memang jelas pemiliknya, tidak misterius. Ini DKP Jabar kerja sama dengan perusahaan ini (TRPN), ini MAN, dan semuanya punya legalitas masing-masing,” kata Ahman di Bekasi, pada Selasa, 14 Januari 2025.
Ahman menjelaskan pagar laut itu untuk penataan alur Pelabuhan Pendaratan Ikan (PPI) Paljaya yang sedang dibangun. Pembangunan PPI ini bertujuan agar nantinya nelayan memiliki pelelangan ikan yang terpusat di pelabuhan. Proyek kerja sama Pemprov Jawa Barat dengan pihak swasta ini juga mencakup pembangunan alur pelabuhan, dermaga, dan mercusuar.
“Nah alur ini menjadi sangat penting karena untuk memudahkan keluar masuknya nelayan dari laut lepas menuju pangkalan pendaratan untuk melakukan bongkar muat hasil tangkapan ikannya,” katanya.
Alur yang akan dibangun di kawasan ini panjangnya sekitar 5 kilometer dengan lebar 70 meter dan kedalamannya 5 meter, dengan total luas kurang lebih 50 hektare. Adapun pembagian pembangunan pagar laut itu, pada sisi sebelah kiri pelabuhan dikerjakan oleh PT TRPN, sementara di sebelah kanan dikerjakan oleh PT MAN.
“Nah dengan adanya kesepakatan ini, maka masing-masing kepentingan bisa berjalan. Kami dari DKP Jabar memiliki visi untuk penataan kawasan pelabuhannya. Sementara dari pihak swasta pengembang atau investor dengan tujuan bisnisnya bisa berjalan berdampingan,” ujarnya.
Di sisi lain, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP> menyatakan pagar laut di Bekasi itu tidak memiliki izin Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (PKKPRL). Staf Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan Doni Ismanto mengatakan pihaknya belum pernah menerbitkan PKKPRL untuk kegiatan pemagaran laut tersebut.
“KKP belum pernah menerbitkan PKKPRL untuk pemagaran bambu yang dimaksud,” kata Doni saat dihubungi di Jakarta pada Selasa, 14 Januari 2025, dikutip Antara.
Doni mengatakan KKP telah mengetahui keberadaan pagar laut tersebut dan langsung menindaklanjuti dengan mengumpulkan bahan dan keterangan. Dia menyebutkan, Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) KKP telah mengirim surat resmi pada 19 Desember 2024, berisi perintah penghentian kegiatan karena dinilai belum memiliki izin.
“Tim PSDKP KKP sudah pulbaket ke lapangan, bahkan pada 19 Desember (2024) lalu sudah kirim surat meminta penghentian kegiatan tak berizin itu,” ujarnya.
Namun, perintah tersebut ternyata tidak digubris. Setelah menuai polemik, Direktorat Jenderal PSDKP KKP lantas melakukan peninjauan kembali ke lokasi dan didapati masih adanya aktivitas proyek. Direktorat Jenderal PSDKP KKP akhirnya menyegel pagar laut tersebut seiring pemasangan papan segel pada Rabu, 15 Januari 2025.
“Dulu kami sudah turun ke sini. Tanggal 19 Desember (2024) sudah kami peringatkan berhenti, urus dulu PKKPRL-nya. Karena itu menjadi konsen kami. Ternyata kemarin siang anggota kami ke sini itu eskavator masih kerja. Makanya saya putuskan saya segel,” kata Direktur Jenderal PSDKP KKP Pung Nugroho Saksono di sela meninjau pagar laut itu.
Setelah dilakukan pemeriksaan pihak terkait, PT TRPN kemudian dinyatakan bersalah dan diwajibkan memulihkan kondisi lingkungan, termasuk pencabutan pagar bambu. Pembongkaran awal dilaksanakan pada Selasa, 11 Februari 2025 dan diperkirakan akan rampung dalam sepuluh hari. Namun sejak saat itu, tidak ada kelanjutan pembongkaran yang berarti.
Pantauan terkini oleh Antara, deretan batang bambu milik PT TRPN dan PT MAN tersebut belum dibongkar sepenuhnya. Menurut Ramli, meski ada bagian pagar yang sudah dibongkar, namun sebagian besar masih berdiri kokoh. Hal inilah yang membuat aktivitas melaut belum bisa berjalan normal. Ia bahkan meminta Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi turun tangan.
“Masih sulit, belum bisa maksimal cari ikan. Saya berharap gubernur turun tangan meninjau kondisi di lapangan. Tolong Kang Dedi bantu kami, supaya laut ini bisa kembali seperti dulu lagi,” katanya.
Sementara itu, kuasa hukum PT TRPN Deolipa Yumara mengungkapkan alasan pembongkaran pagar laut Bekasi tak rampung. Ia mengaku kliennya menghentikan proses pembongkaran pagar laut dengan alasan pagar-pagar bambu itu merupakan barang bukti penyelidikan yang sedang dilakukan Bareskrim Polri. Pihaknya mengatakan pembongkaran akan dilanjutkan setelah proses hukum rampung.
“Kalau dibongkar semua, bisa menghilangkan barang bukti. Jadi kami tunggu proses hukum selesai dulu,” katanya.
Kasus pagar laut di Bekasi ini terseret dalam ranah hukum setelah diduga adanya pemalsuan surat dan/atau pemalsuan akte otentik dan/atau penempatan keterangan palsu ke dalam akte otentik dalam 93 sertifikat hak milik. Perkara ini dilaporkan oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) dan ditangani Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Polri.
Dittipidum Bareskrim Polri telah menetapkan sembilan orang tersangka sebagaimana diumumkan pada Kamis, 10 April 2025. Penetapan tersangka ini setelah penyidik memeriksa sekitar 40 orang saksi dalam kasus ini. Selain itu, penyidik juga telah mendapatkan bukti-bukti dari laboratorium forensik terkait sertifikat tanah yang diduga diubah objek maupun subjeknya.
“Dari hasil gelar perkara yang dihadiri oleh penyidik, kemudian dari wassidik, dari penyidik madya, kami sepakat menetapkan sembilan orang tersangka,” kata Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigadir Jenderal Polisi Djuhandhani Rahardjo Puro di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta, Kamis, dikutip Antara.
Adi Warsono, Sapto Yunus, dan Antara berkontribusi dalam penulisan artikel ini.