Kasus yang Dihadapi Politisi Sayap Kanan Prancis Marine Le Pen

1 day ago 1

TEMPO.CO, Jakarta - Pemimpin sayap kanan Prancis Marine Le Pen resmi dijatuhi hukuman larangan mencalonkan diri dalam jabatan publik selama lima tahun setelah terbukti melakukan penggelapan dana Uni Eropa. Putusan ini mengakhiri ambisinya untuk berlaga dalam pemilihan presiden Prancis 2027, di mana ia sebelumnya menjadi kandidat unggulan.

Pengadilan Prancis juga menjatuhkan hukuman empat tahun penjara bagi Le Pen, dengan dua tahun sebagai hukuman percobaan dan dua tahun dijalani sebagai tahanan rumah. Selain itu, ia dikenai denda sebesar 100.000 euro atau sekitar Rp 1,7 miliar. Meski Le Pen berencana mengajukan banding, larangan pencalonan berlaku segera berdasarkan eksekusi sementara yang diajukan jaksa.

Modus Penggelapan Dana

Dilansir dari laporan CNN, Marine Le Pen bersama RN dan sejumlah anggota partainya dinyatakan bersalah dalam kasus korupsi karena mengalihkan lebih dari 4 juta euro dana Uni Eropa untuk kepentingan partai selama lebih dari 11 tahun. Pengadilan menyatakan bahwa dana yang seharusnya digunakan untuk membayar asisten parlemen Uni Eropa, justru dimanfaatkan oleh partai secara ilegal.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hakim Bénédicte de Perthuis menegaskan bahwa Le Pen berada di pusat skema penggelapan ini. Ia menyatakan bahwa penyelidikan menunjukkan penggelapan ini bukan kesalahan administrasi semata, melainkan sistem yang sengaja dirancang untuk mengurangi biaya operasional partai.

Pukulan Telak bagi Partai Sayap Kanan

Keputusan ini menjadi pukulan berat bagi partai sayap kanan National Rally (RN) yang dipimpin Le Pen. RN yang selama ini semakin menguat dalam politik Prancis harus mencari figur baru untuk menghadapi Pilpres 2027. Jordan Bardella, presiden RN yang juga tangan kanan Le Pen, tampaknya akan menjadi kandidat pengganti.

Bardella mengecam keputusan pengadilan dengan menyebutnya sebagai bentuk "pembunuhan terhadap demokrasi Prancis." Sementara itu, tokoh sayap kanan Eropa lainnya, termasuk Matteo Salvini dari Italia, turut mengkritik putusan ini sebagai upaya kriminalisasi politik.

Kasus ini mengguncang politik Prancis dan bisa mengubah peta persaingan di Pilpres 2027. Le Pen yang telah tiga kali maju dalam Pilpres sebelumnya menyatakan bahwa 2027 adalah kesempatan terakhirnya untuk mencapai kursi kepresidenan. Kini, harapannya pupus kecuali ia berhasil memenangkan banding sebelum pemilu.

Reaksi dan Dampak Politik

Le Pen mengecam putusan pengadilan sebagai keputusan politis. Dalam wawancara dengan stasiun TV Prancis TF1, ia menyebut putusan itu sebagai "pelanggaran terhadap supremasi hukum" dan mengklaim haknya untuk mendapat keadilan telah dilanggar.

Pendukungnya, termasuk Presiden RN Jordan Bardella, menyebut keputusan itu sebagai ancaman bagi demokrasi Prancis. Bardella bahkan meluncurkan petisi untuk menggalang dukungan publik agar menunjukkan bahwa "kehendak rakyat lebih kuat."

Keputusan ini juga mengundang perhatian internasional. Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, menyebut hukuman terhadap Le Pen sebagai "hal besar." Sementara itu, Perdana Menteri Hongaria Viktor Orban menyatakan solidaritasnya dengan Le Pen melalui unggahan "Je suis Marine" di media sosial.

Sementara itu, reaksi terhadap putusan ini beragam. Sebagian lawan politiknya menyambut baik keputusan pengadilan sebagai penegakan hukum yang tegas. Namun, tokoh oposisi seperti Jean-Luc Mélenchon dari kubu kiri menyatakan lebih memilih mengalahkan Le Pen di kotak suara daripada melalui jalur hukum.

Nasib RN dan Pemilu 2027

Dengan larangan ini, Bardella kemungkinan besar akan menjadi kandidat utama RN dalam pemilihan presiden 2027. Meski demikian, hukuman ini menjadi pukulan telak bagi partai yang selama ini bergantung pada popularitas Le Pen.

Kasus ini menambah daftar panjang skandal keuangan yang menjerat politikus Prancis. Sebelumnya, mantan Presiden Nicolas Sarkozy juga tersandung kasus korupsi dan pengaruh politik, meskipun ia menghindari hukuman penjara dengan mengenakan gelang pemantau elektronik.

Le Pen masih memiliki kesempatan untuk membalikkan keadaan melalui banding. Namun, jika keputusan tetap berlaku, Prancis akan menyaksikan pemilihan presiden 2027 tanpa figur utama dari sayap kanan radikal yang selama ini mendominasi wacana politik negara itu.

Dewi Rina Cahyani berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Read Entire Article
Parenting |