TEMPO.CO, Yogyakarta - Kopi joss, jadah tempe, dan sejumlah kuliner khas Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) mendapatkan sertifikat Warisan Budaya Takbenda (WBTb) Indonesia yang ditetapkan oleh Kementerian Kebudayaan RI pada tahun 2024. Total ada 32 karya budaya asal DIY yang mendapat sertifikat, baik kuliner maupun seni tradisi.
Kepala Dinas Kebudayaan DIY Dian Lakshmi Pratiwi mengatakan, 32 sertifikat WBTb Indonesia asal DIY itu terbagi untuk Keraton Yogyakarta yang menerima lima sertifikat karya budaya yakni dialek boso Bagongan, srimpi irim-Irim, golek jangkung kuning, bedhaya durma kina gaya Yogyakarta, dan tari klana raja.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Lalu dari Kabupaten Bantul juga menerima sertifikat lima karya budaya meliputi ampo Imogiri, bakda mangiran, labuhan hondodento, tradisi emprak, dan adrem
"Untuk Kabupaten Sleman menerima cukup banyak, ada delapan sertifikat," kata Dian, Senin, 26 Mei 2025.
Dari Kabupaten Sleman, karya budaya yang mendapat sertifikat WBTb antara lain jathilan lancur, mitos Gunung Merapi, tambak kali, jadah tempe, apem wonolelo Sleman, cethil, tempe pondoh, dan ayam goreng kalasan.
Kabupaten Kulon Progo menerima sertifikat atas empat karya budaya yakni nawu sendang Kulon Progo, kethak Kulon Progo, jenang lot, dan gula kelapa Kulon Progo. Adapun Kota Yogyakarta menerima sertifikat atas enam karya budaya yakni cublak-cublak suweng Yogyakarta, tari wira Pertiwi, tari kuda-Kuda, ketan lupis Yogyakarta, becak Yogyakarta, dan kopi joss.
Kabupaten Gunungkidul menerima sertifikat atas empat karya budaya, yakni tradisi sambatan Gunungkidul, upacara adat bersik kali Gunungkidul, upacara adat njaluk udan andongsari, dan gudeg bonggol gedhang.
Menjaga Nilai dan Makna Tradisi
Gubernur DIY Sri Sultan HB X mengatakan pelestarian WBTb bukan sekadar menjaga tradisi, tetapi juga menjaga nilai-nilai, makna, dan fungsi sosial budaya, agar tetap hidup dalam kehidupan masyarakat sehari-hari.
“Di tengah derasnya arus komersialisasi pariwisata, banyak tradisi yang mulai kehilangan konteks sosial dan maknanya. Ritual-ritual yang sebelumnya sarat nilai spiritual dan berfungsi sebagai perekat komunitas, saat ini berisiko menjadi sekadar tontonan wisata," kata Sultan.
Keterampilan tradisional, mulai dari kerajinan tangan, teknik bertani tradisional, hingga seni pertunjukan klasik, terancam punah karena minimnya regenerasi. Dari realitas itu, Sultan menilai penting untuk menggeser paradigma pelestarian dari kegiatan simbolik dan seremonial, menjadi upaya yang transformatif dan partisipatif. "Kewajiban pemerintah untuk menghadirkan kebijakan afirmatif, yang memberi ruang dan dukungan nyata kepada pelaku budaya," kata dia.