TEMPO.CO, Jakarta - Pada 10 April 2025, salah satu pesawat Lion Air, JT603, dengan tujuan Jambi-Jakarta harus gagal untuk terbang di Bandara Sultan Thaha Jambi. Batalnya penerbangan ini dikarenakan adanya lendutan di landasan pacu akibat suhu ekstrem di wilayah tersebut.
Mengutip dari Antara, diketahui bahwa suhu di wilayah Banda tersebut mencapai 35 derajat Celsius yang menyebablan pelembekan aspal pada landasan pacu. Akibatnya, landasan apcu tidak lagi rat dan tidak layak untuk digunakan pesawat untuk lepas landas ataupun mendarat. Jika dipaksakan, fenomena aspal melembek dan tidak rata atau lendutan ini akan mengakibatkan risiko kerusakan pada pesawat atau bahkan kecelakaan.
Fenomena lendutan ini, rupanya juga memberikan dampak kepada jadwal penerbangan, bukan hanya penundaan bahkan banyak pembatalan penerbangan yang harus dilakukan. Sebanyak 200 penumpang harus terdampak dan melakukan penyesuian rencana perjalanan mereka, sementara maskapai penerbangan bekerja sama dengan otoritas bandara untuk mengatur ulang jadwal dan memastikan keselamatan operasional.
General Manajemen Bandara Sultan Thaha Jambi, Ardon Marbun, menyebutkan mereka sudah melakukan evakuasi pesawat dan akan mengutamakan keselamatan. "Itu jadi catatan, setelah operasional selesai kami laksanakan perbaikan permanen sehingga hari ini operasional normal," katanya, dikutip dari Antara.
Rupanya, bukan hanya karena landasan yang tidak rata, tetapi ban pesawat juga sudah lengket dengan aspal. Akibatnya, bandara ditutup mulai dari pukul 15.30-17.30 WIB. Ardon juga menekankan bahwa hanya ada satu titik lokasi landasan yang rusak atau mengalami lendutan.
Padahal, diketahui bahwa di dalam satu hari itu, bandara ini harus melayani sebanyak 17 penerbangan keberangkatan dan 18 penerbangan kedatangan. Atas kendala infrastruktur ini, pihak bandara sendiri sudah mengucapkan permintaan maaf kepada seluruh penumpang yang mengharsukan mereka untuk menunda agtau bahkan mengundur jadwal keberangkatan dan kedatangannya.
Fenomena lendutan menunjukkan bahwa akhirnya krisis iklim memiliki dampak yang sangat luas, bukan hanya untuk lingkungan. Bahkan, industri penerbangan bisa berhenti karena adanya kerusakan infrastruktur akibat pemananas alam.
Di beberapa negara, penggunaan teknologi untuk mendeteksi lendutan dalam waktu real-time mulai digunakan, bahkan memanfaatkan ekcerdasan buatan juga. Salah satunya adalah Internet of Things (IoT) yang mengumpulkan data secara langsung dan memberikan informasi akurat untuk kondisi langsung dari infrastruktur.
Selain itu, sensor-sensor ini juga dikombinasikan dengan perangkat lunak yang ditujukan untuk memantau kesehatan infrastruktur secara keseluruhan. salah satu perangkat lunak yang biasanya digunakan adalah Structural Health Monitoring System yang memiliki kemampuan untuk mendeteksi kerusakan dini.
Dengan alat-alat tersebut fenomena lendutan bisa dideteksi lebih dini dan mampu memtigasi kemungkinan kerusakan infrastruktur yang lebih besar. Pada kenyataannya, mitigasi bencana infrastruktur akibat pemanasan global bisa mulai diperhatikan oleh seluruh pengelola untuk meningkatkan keselamatan dan efisiensi operasional.
Pilihan Editor: Alat Pendeteksi Puing Asing di Landasan Pacu Bandar Udara
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini