TEMPO.CO, Jakarta - Zaenal Mustofa mengundurkan diri dari tim kuasa hukum Muhammad Taufiq, penggugat Presiden RI ke-7 Joko Widodo dalam perkara dugaan ijazah SMA. Pengunduran diri itu disampaikan setelah Zaenal ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan pemalsuan dokumen oleh Kepolisian Resor Sukoharjo.
“Langkah ini saya ambil agar tidak mengganggu teman-teman yang sedang berjuang di Pengadilan Negeri Solo dan agar saya bisa konsentrasi ke kasus yang sedang saya hadapi,” ujar Zaenal di PN Solo, Kamis, 24 April 2025, usai sidang perdana gugatan ijazah Jokowi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Zaenal membenarkan status tersangkanya, namun enggan merinci kasus yang menjeratnya. Ia hanya menyebut perkara itu bermula pada 2023. “Saya sudah pakai penasihat hukum, nanti mereka yang akan memberi keterangan,” katanya.
Kepala Polres Sukoharjo, Ajun Komisaris Besar Anggaito Hadi Prabowo, membenarkan penetapan tersangka atas Zaenal. Ia diduga memalsukan dokumen akademik dengan menggunakan nomor induk mahasiswa (NIM) dan transkrip nilai milik mahasiswa Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), Anton Widjanarko, untuk melanjutkan kuliah di Fakultas Hukum Universitas Surakarta (Unsa). “Pelapor atas nama Asri Purwanti,” kata Anggaito.
Berdasarkan laporan, pemalsuan surat dilakukan oleh Zaenal dengan cara membuat surat seolah-olah ia mahasiswa dari FH UMS dengan memakai NIM C100010099. Setelah ditelusuri oleh Asri Purwanti dengan cara bersurat ke Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Lembaga Layanan PendidikanTinggi wilayah Jawa Tengah menjelaskan ijazah Zaenal merupakan lulusan dari Unsa, pindahan dari UMS. Di dalam jawaban tersebut juga dilampiri klarifikasi ijazah Unsa yang menjelaskan terlapor merupakan pindahan dari UMS.
Dari penelusuran bersurat ke Bagian Biro Administrasi Akademik UMS, Asri mendapatkan jawaban tertanggal 13 Mei 2020 bahwa NIM dengan nomor C100010099 bukan milik Zaenal Mustofa melainkan Anton Widjanarko.
“Dari hasil gelar perkara, terdapat alat bukti berupa keterangan saksi, petunjuk, dan ahli, yang menguatkan dugaan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 263 Ayat 2 KUHP,” ujar Anggaito.