Program Transmigrasi Lokal Warga Rempang Banjir Kritikan, Begini Respons Iftitah Sulaiman

1 week ago 5

TEMPO.CO, Jakarta - Rencana Menteri Transmigrasi Muhammad Iftitah Sulaiman Suryanagara melaksanakan program transmigrasi lokal warga terdampak Proyek Strategis Nasional (PSN) Rempang Eco City di Kepulauan Riau menuai kritik. Namun, Iftitah Sulaiman menyatakan akan mempertimbangkan semua masukan terhadap program kerjanya.

“Saya lebih senang lagi kalau yang mengkritik itu hadir di Rempang supaya melihat sendiri, menyelami,” kata Iftitah Sulaiman kepada Tempo usai kunjungan ke Pulau Rempang pada Senin, 31 Maret 2025. Iftitah juga mengharapkan dialog yang mengarah pada pemenuhan kebutuhan masyarakat. “Bukan teoritis,” ujarnya.

Iftitah Sulaiman  mengklaim apa yang akan ia kerjakan untuk warga Rempang adalah upaya pencarian solusi atas persoalan agraria yang terjadi. Ia menganalogikannya dengan upaya pemerintah menghadapi pandemi Covid-19 beberapa tahun lalu. Menurut dia, pencarian solusi dilakukan langsung dengan praktik karena buku yang berisi teori dan jawaban solusi belum tersedia lantaran kasus yang dihadapi baru pertama terjadi.

“Di Rempang, bukunya belum ada. Buku ini yang sedang kami tulis. Ini bagian dari proses itu,” kata purnawirawan TNI AD itu. 

Sebelumnya, Iftitah Sulaiman mengusulkan transmigrasi lokal warga Rempang seiring mandeknya proyek pengembangan Pulau Rempang menjadi kawasan industri, perdagangan, hingga pariwisata terintegrasi, akibat konflik agraria yang terjadi sejak 2023. Iftitah meyakini transmigrasi lokal bisa menjadi jalan keluar.

“Saya kalau tidak optimistis, tidak akan menghabiskan waktu saya,” ucap Iftitah Sulaiman.

Politikus Partai Demokrat itu mengklaim transmigrasi berbeda dengan relokasi karena program ini bukan sekadar memindahkan penduduk. Iftitah mengatakan transmigrasi lokal dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan. Iftitah menjamin warga Rempang bisa diserap menjadi tenaga kerja untuk industri yang akan dibangun. Di sisi lain, pemerintah juga akan memberi pendampingan bagi warga Rempang yang ingin tetap menjadi nelayan atau petani.

Iftitah Sulaiman juga berjanji tidak ada pemaksaan maupun intimidasi untuk warga agar mau mengikuti programm transmigrasi lokal. Ia menyampaikan hal ini dalam sejumlah kesempatan saat audiensi dengan warga Rempang pada akhir bulan lalu. Adapun pada 29 hingga 31 Maret 2025, Iftitah berada di Pulau Rempang untuk audiensi hingga merayakan Lebaran bersama warga.

"Karena transmigrasi harus sukarela. Saya akan berdiri di depan supaya warga tidak diintimidasi," kata Iftitah Sulaiman saat berdialog dengan warga Kampung Pasir Panjang, Kelurahan Sembulang, Kota Batam, pada Minggu, 30 Maret 2025. Sementara banyak warga masih menolak transmigrasi, Iftitah akan memulainya dari 68 keluarga yang sudah bersedia dan kini tinggal di hunian tetap di kawasan relokasi Rempang Eco City di Tanjung Banon. Program akan dimulai bila Kawasan Transmigrasi Rempang ditetapkan. 

Sejak wacana transmigrasi lokal warga Rempang muncul, kebijakan ini memang mendapat penolakan dari warga. Menurut Miswadi, warga Rempang sekaligus pengusur Aliansi Masyarakat Rempang Galang Bersatu (AMAR-GB), warga tidak membutuhkan transmigrasi tetapi butuh legalitas tanah mereka. Sebab, warga sudah menghuni Pulau Rempang secara turun temurun sejak sebelum era kemerdekaan Indonesia. Sementara transmigrasi lokal, menurut dia, bermakna pengusiran warga dari tanah kelahiran. “Kami tetap  akan di kampung halaman kami sampai kiamat,” ujarnya.

Kritik terhadap program transmigrasi lokal juga dilayangkan Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) Susan Herawati. Di menyebut transmigrsai lokal sebagai cara baru meneruskan perampasan ruang atau relokasi paksa warga di Pulau Rempang. Terlebih, Pulau Rempang bukan kawasan padat penduduk. Sementara, menurut dia, transmigrasi adalah perpindahan penduduk dari satu daerah yang berpenduduk padat ke daerah lain yang berpenduduk jarang.

“Program transmigrasi lokal oleh Mentrans membuktikan kekeliruan berpikir rezim saat ini,” kata Susan melalui keterangan tertulis, Kamis, 27 Maret 2025.

Koordinator Nasional Jaringan Gusdurian Indonesia Alissa Wahid juga turut menyoroti kebijakan Iftitah. Menurut Alissa, pemerintah seharusnya mengakomodasi keinginan masyarakat. "Kalau warga Rempang saat ini belum ingin dipindahkan atas alasan apapun, maka itu harus dihormati oleh negara," kata Alissa dalam diskusi Kebijakan di Tanah Rempang untuk Siapa?, dikutip Tempo dari kanal YouTube Kaukus Indonesia Kebebasan Akademik, Jumat, 28 Maret 2025.

Alissa menyampaikan, setiap kebijakan pemerintah seharusnya melibatkan warga setempat. Bila pemerintah mau bermusyawarah dengan baik, ia meyakini persoalan bisa diselesaikan dengan baik pula. "Kalau warga tidak menginginkan wilayahnya menjadi PSN (proyek strategis nasional), maka pemerintah harus mendengar aspirasi  ini," kata dia.

Kritik lainnya datang dari ekonom sekaligus Direktur Next Policy Yusuf Wibisono yang berpendapat bahwa transmigrasi lokal sama dengan relokasi yang dipaksaan. Ia juga menilai narasi kesejahteraan yang dijanjikan pemerintah hanya jargon dan instrument pencitraan politik yang tidak jelas pembuktiannya. Alih-alih menciptakan kesejahteraan, Yusuf berujar, kebijakan ini justru mereproduksi kemiskinan secara massif.

Yusuf berharap pemerintah membatalkan rencana penggusuran warga Rempang dengan istilah apapun, termasuk istilah transmigrasi lokal. “Bila benar-benar ingin menghapus kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan, seharusnya pemerintah menghormati dan melindungi hak warga Rempang atas tanahnya,” kata Yusuf.

Pilihan Editor: Harga Saham Himbara Rontok di Tengah Penugasan Danantara hingga Koperasi Desa Merah Putih

Read Entire Article
Parenting |