TEMPO.CO, Jakarta - Serikat Pekerja PT Allianz Life Indonesia membantah klaim PT Allianz Indonesia yang mengatakan tidak ada pemutusan hubungan kerja (PHK) sepihak kepada 136 pekerja. Hal tersebut terkait pernyataan Head of Corporate Communications Allianz Wahyuni Murtiani yang menyampaikan bahwa Allianz tidak melakukan PHK sepihak.
Wahyuni mengatakan perusahaan sedang menjalankan proses transformasi dan konsolidasi fungsi teknologi informasi atau IT. Wahyuni juga menyampaikan bahwa pihak manajemen beberapa kali sudah mengajak serikat pekerja untuk berdiskusi. Pernyataan lengkap perusahaan bisa dibaca di sini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ketua Umum Serikat Pekerja PT Allianz Life Indonesia Donny Pharma Hotman mengatakan pernyataan manajemen berbeda dengan fakta di lapangan. Ia mengatakan proses transformasi dan konsolidasi fungsi IT dengan cara mengalihkan pekerjaan IT kepada perusahaan outsourcing dan menawarkan para karyawan terdampak untuk bekerja dan menjadi pegawai tetap di perusahaan outsourcing tersebut merupakan proses PHK di Allianz.
“PHK, namun diselubungkan dengan praktik pengalihan ke perusahaan outsourcing,” kata Donny melalui keterangan tertulis kepada Tempo, Selasa, 8 April 2025.
Oleh karena proses tersebut merupakan proses PHK, Donny menuturkan, harus sesuai peraturan perundang-undangan. Ia menyitir putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 168 bahwa proses PHK harus dibicarakan lebih dulu di tingkat bipartit. Jika bipartite gagal, proses PHK hanya sah setelah ada putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap.
“Faktanya, perusahaan hanya mengajak sekali pertemuan dengan Serikat Pekerja Allianz, tanggal 17 Februari 2025, yang sifatnya pemberitahuan searah, bukan diskusi untuk mencapai kesejahteraan,” ujar Donny.
Kemudian, pada 24 Maret 2025, Serikat Pekerja Allianz melaksanakan audiensi dengan perusahaan dengan difasilitasi Direktorat Jenderal Pencegahan Perselisihan Hubungan Industrial Kementerian Ketenagakerjaan. Menurut Donny, Manajemen Allianz menyatakan bahwa mereka merasa tidak mengetahui siapa saja anggota serikat pekerja yang terdampak. Setelah itu, memutuskan sepihak untuk tidak melibatkan serikat pekerja dalam proses tersebut. Menurut Donny, ini bertentangan dengan undang-undang.
Adapun dalam pertemuan tersebut, Donny berujar, Kementerian Ketenagakerjaan menyampaikan agar perusahaan meminimalisir PHK dan tidak boleh mengurangi hak pekerja yang sudah diterima selama ini. Artinya, bila terjadi perpindahan hubungan kerja, hak-hak pekerja yang sebelumnya diterima di Allianz harus tetap diterima di perusahaan baru. “Minimal, harus sama dan lebih baik lebih,” kata dia.
Lebih lanjut, Donny membantah klaim Manajemen Allianz bahwa sebagian besar pekerja terdampak proses transformasi pekerjaan IT menyetujui PHK dan bekerja kembali di perusahaan outsourcing. Ia mengatakan pernyataan itu tidak sepenuhnya benar. Sebab, keputusan tersebut tidak dibicarakan terlebih dahulu dengan serikat pekerja. Ia mengatakan satu per satu pekerja dipanggil dan ditawarkan dengan batas waktu tertentu. Namun, berdasarkan pengakuan pekerja kepada serikat pekerja, ada situasi dan kondisi keterpaksaan yang membuat pekerja harus segera memutuskan.
“Pekerja sudah menginformasikan dan menyepakati bahwa semua proses itu harus disepakati lebih dulu dengan Serikat Pekerja Allianz sebagai wakil dari pekerja,” ujar Donny. Serikat Pekerja kemudian mengirimkan petisi untuk melakukan peninjauan ulang program outsourcing.
Buntut situasi ini, Serikat Pekerja Allianz meminta pemerintah turun tangan. Donny berharap pemerintah mendorong manajemen untuk melakukan perundingan dengan Serikat Pekerja Allianz untuk menyepakati proses PHK tersebut. “Otoritas Jasa Keuangan juga harus hadir dalam menjamin terjadinya kondusifitas agar tidak terjadi efek domino dan berdampak negatif kepada nasabah,” tutur Donny.