TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron lolos seleksi administrasi calon hakim agung kamar pidana. Hal ini disampaikan Komisi Yudisial dalam dokumen pengumuman bernomor 7/PENG/PIM/RH.01.02/04/2025.
Dalam dokumen itu, nama Nurul Ghufron berada di urutan ke-43 dari 68 calon hakim agung kamar pidana yang lolos seleksi administrasi. "Dr. Nurul Ghufron, S.H., M.H. - Dosen Fakultas Hukum Universitas Jember," bunyi dokumen tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ketua Bidang Rekrutmen Hakim Komisi Yudisial M. Taufiq mengungkapkan, para calon hakim agung tersebut berhak mengikuti prosedur lanjutan berupa seleksi kualitas. Ia menuturkan, materi seleksi kualitas meliputi menulis makalah di tempat, studi kasus hukum, studi kasus kode etik dan pedoman perilaku hakim (KEPPH), serta tes objektif.
"Bagi calon yang memenuhi syarat administrasi berhak mengikuti seleksi kualitas pada Selasa sampai Rabu, 29 hingga 30 April 2025," ucap Taufiq, Selasa, 15 April 2025.
Sebelum mengikuti seleksi hakim agung, Nurul Ghufron pernah mendaftar sebagai calon pimpinan atau capim KPK. Namun, langkahnya terhenti di 20 besar karena tersandung dalam tahap asesmen profil. Ia sempat terjerat masalah etik ketika menduduki jabatannya sebagai pimpinan KPK.
Seperti apa sosok Nurul Ghufron yang kini lolos seleksi administrasi calon hakim agung? Berikut informasi selengkapnya.
Sosok Nurul Ghufron
Nurul Ghufron lahir di Sumenep, 22 September 1974. Ia menyelesaikan pendidikan sarjana atau S1 di Fakultas Hukum Universitas Jember pada tahun 1997. Dia lalu melanjutkan pendidikan magister hukumnya di Universitas Airlangga dan berhasil lulus lulus pada 2004. Adapun gelar doktor ia dapatkan pada 2012 dari Universitas Padjadjaran.
Sejak 2003, Ghufron telah aktif sebagai dosen di Fakultas Hukum Universitas Jember. Dia mengajar berbagai mata kuliah seperti teori hukum, filsafat hukum, tindak pidana korupsi dan pajak, serta sistem peradilan pidana. Pada 2006, Ghufron ditunjuk sebagai Dekan Fakultas Hukum Universitas Jember (UNEJ) dan menjabat selama dua periode.
Ghufron bersama enam dosen UNEJ lainnya pernah mengajukan gugatan uji materi Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu) Nomor 1 Tahun 2013 tentang Mahkamah Konstitusi (MK). Gugatan itu berkaitan dengan syarat seleksi calon Hakim MK dan pelibatan Komisi Yudisial (KY) dalam pengangkatan Hakim MK. Gugatan pun dikabulkan Majelis Hakim Konstitusi.
Pada 2019, Ghufron lolos seleksi sebagai calon pimpinan KPK. Dia lalu dipercaya menjadi Wakil Ketua KPK. Namun, kepemimpinan Ghufron di lembaga antirasuah itu menuai banyak kontroversi.
Menurut catatan Tempo, Ghufron pernah mengajukan permohonan uji materiil terhadap Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK).
Kepada hakim konstitusi, ia meminta perubahan batas usia capim KPK dinaikkan. Dari paling rendah 40 tahun menjadi minimal 50 tahun. Ghufron juga meminta masa jabatan pimpinan KPK diperpanjang dari 4 tahun menjadi 5 tahun. Hasilnya, MK mengabulkan permohonannya.
Dewan pengawas atau Dewas KPK juga telah memeriksa Ghufron atas dugaan pelanggaran etik dalam kasus mutasi pegawai Kementerian Pertanian (Kementan). Dewas KPK sebenarnya tinggal membacakan putusan. Namun Ghufron menggugat dewan pengawas ke PTUN sehingga pembacaan putusan ditunda.
Nurul Ghufron juga melaporkan anggota Dewas KPK Albertina Ho ke Dewan Pengawas KPK. Pelaporan itu ditengarai perihal dugaan penyalahgunaan wewenang yang dilakukan Albertina Ho sebagai anggota Dewas KPK saat memeriksa aduan dugaan pemerasan oleh Jaksa berinisial TI terhadap saksi.
Pada seleksi calon pimpinan KPK periode 2024-2029, Ghufron kembali mendaftarkan diri. Namun, langkahnya terhenti di 20 besar karena tidak lolos dalam tahapan seleksi profile assessment atau penilaian profil capim KPK.
Ketua Pansel KPK Muhammad Yusuf Ateh mengatakan pencoretan nama Ghufron dalam daftar capim lembaga antirasuah itu dilakukan karena ia divonis melanggar etik oleh Dewas KPK dalam kasus penyalahgunaan wewenang.
Ateh mengatakan, bahwa pihaknya menjadikan vonis melanggar etik Nurul Ghufron itu sebagai salah satu pertimbangan penilaian hasil tesnya. Pansel KPK, kata Ateh, juga mendengarkan masukan dari instansi negara dan masyarakat perihal calon kandidat. "Iya, semua masukan kami pelajari, kami evaluasi, kami putuskan secara bersama-sama," ucap dia di Gedung Kementerian Sekretariat Negara, Jakarta pada Rabu, 11 September 2024.
Setelah gagal kembali memimpin KPK, Nurul Ghufron kini mengikuti seleksi calon hakim agung. Dia pun dinyatakan lolos seleksi administrasi dan akan mengikuti seleksi kualitas pada 29-30 April mendatang.
Amelia Rahima Sari dan Andita Rahma berkontribusi dalam penulisan artikel ini.