TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Menteri Ketenagakerjaan Immanuel Ebenezer Gerungan mengaku emosi pada aplikator ojek online lantaran tegurannya terkait pemberian bonus hari raya (BHR) driver tidak ditanggapi. "Langsung naik darah saya. Mereka itu rakus," ucap Noel saat ditemui usai menghadiri gelar griya di kediaman Menteri Investasi dan Hilirisasi Rosan Roeslani.
Noel juga mengatakan pihaknya akan kembali memanggil para aplikator tersebut untuk meminta klarifikasi terkait laporan dari Serikat Pekerja Angkutan Indonesia (SPAI). "Nanti kita akan panggil lagi," katanya di Jakarta Selatan, Selasa, 1 April 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebelumnya Ketua SPAI Lily Pujiati melaporkan aplikator ke Posko Tunjangan Hari Raya (THR) Kemnaker lantaran memberikan BHR sebesar Rp 50 ribu ke mitra pengemudi atau ojek online. Padahal, menurut Lily dengan jumlah pendapatan berkisar Rp 93 juta hingga Rp 100 juta per tahun, ia menghitung para mitra seharusnya menerima bonus sekitar Rp 1,7 juta. "Itu menurut kami diskriminasi dan penghinaan terhadap driver ojol juga, mereka (aplikator) melanggar ketentuan yang sudah diterapkan di negara kita," kata Lily pada Selasa.
Lily menyebut ia merujuk pada Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan Nomor M/3/HK.04.00/III/2025 yang diterbitkan pada 11 Maret 2025. SE itu mengatur nominal BHR yang harus diberikan dihitung berdasarkan 20 persen dari rata-rata pendapatan bersih bulanan pengemudi ojek online selama 12 bulan terakhir. Pada Selasa siang, ia menerima 800 aduan dari para pengemudi yang merasa hak-haknya tak dipenuhi oleh para aplikator.
Menurut Lily, jumlah pengemudi yang hanya menerima BHR sebesar Rp 50 ribu jumlahnya mencapai 80 persen dari 800 aduan yang ia terima. "Kami minta benar-benar pemerintah memberikan pantauan, imbauan ataupun mempertegas bahwa aplikator harus memberikan sejumlah BHR secara tunai kepada driver sesuai ketentuan" ujar dia.
Ia menilai mekanisme pembagian bantuan hari raya oleh para aplikator tidak mencerminkan keadilan. Sebab, para aplikator menentukan nominal BHR berdasarkan tingkat produktivitas dan kinerja dari masing-masing pengemudi. Padahal menurut dia semua pengemudi pasti bekerja secara aktif tapi pembagian pekerjaannya itu kerap tidak terdistribusi secara merata.
Erkana Trianaputri berkontribusi dalam penulisan artikel ini