TEMPO.CO, Jakarta - Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri memiliki penilaian berbeda dengan Kejaksaan Agung perihal kasus pagar laut di Tangerang dan Bekasi. Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigadir Jenderal Djuhandani mengatakan penyidiknya menemukan fakta dominan dari perkara yang sama di dua lokasi itu mengarah pada tindak pidana pemalsuan dokumen.
"Sehingga hal ini kontradiktif dengan petunjuk JPU (Jaksa Penuntut Umum) yang menyatakan bahwa perkara tersebut dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi," kata Djuhandani dalam keterangannya, Kamis, 24 April 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Penyidik Bareskrim, kata Djuhandani, berkeyakinan bahwa perkara pemagaran laut bukan merupakan tindak pidana korupsi karena yang dirugikan adalah nelayan. Menurut dia, dalam kasus tersebut tidak ada indikasi kerugian nyata bagi keuangan negara.
Dia menyatakan kerugian negara yang nyata tersebut harus berdasarkan dari hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atau Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
“Dan berdasarkan ketentuan Pasal 14 UU 31/1999 dan UU 20/2011 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, secara eksplisit menyatakan bahwa yang dapat dikategorikan tindak pidana korupsi adalah yang melanggar UU Tindak Pidana Korupsi atau yang melanggar UU lain yang secara tegas dinyatakan sebagai tindak pidana korupsi,” ujar Djuhandani.
Selanjutnya, terhadap adanya indikasi pemberian suap atau gratifikasi kepada para penyelenggara negara saat ini sedang dilakukan penyelidikan oleh Kortas Tipikor Mabes Polri. Selain itu, dugaan kejahatan atas kekayaan negara berupa pemagaran wilayah laut Desa Kohod tanpa izin dari pihak berwenang yang mengakibatkan kerusakan lingkungan dan merugikan keuangan negara sedang dilakukan penyidikan oleh Direktorat Tindak Pidana Tertentu Bareskrim Polri.
Kini Bareskrim telah menangguhkan penahanan empat tersangka kasus pagar laut Tangerang, Banten. Hal itu dilakukan usai masa penahanan keempat tersangkat telah habis pada Kamis, 24 April 2025.
Sebelumnya, Kejaksaan Agung menyatakan dugaan tindak pidana pemalsuan dokumen Hak Guna Bangunan dan Sertifikat Hak Milik yang terkait dengan kasus pagar laut di perairan Desa Kohod harus diusut ke ranah tindak pidana korupsi meski dalam penanganan kasusnya ditemukan adanya tindak pidana umum berupa pemalsuan dokumen.
“Jadi penyidikan yang dilakukan terkait pidana umum, tapi disitu ada unsur tipikornya maka lex specialisnya tipikor yang harus diutamakan,” ujar Koordinator Ketua Tim Peneliti Jaksa P16 Jampidum Kejagung, Sunarwan, Rabu, 15 April 2025.
Terkait kasus pemalsuan sertifikat, berkas perkaranya sudah naik tahap satu, namun pada 14 April 2025 lalu jaksa untuk kali kedua mengembalikan SPDP dan berkasnya ke penyidik Polri. Alasannya, penyidik tidak memenuhi petunjuk jaksa untuk mengarahkan kasus ini ke tindak pidana korupsi. Padahal hasil telaah jaksa, menemukan adanya tindak pidana korupsi.