Ini Alasan Emisi dari Pemborosan Makanan Kalahkan Sektor Penerbangan

4 hours ago 1

TEMPO.CO, Jakarta - Setiap tahun, ratusan juta ton makanan tidak sampai ke meja makan dan malah berakhir di tempat pembuangan sampah. Makanan yang membusuk seperti daun selada dan roti basi menghasilkan metana, gas rumah kaca yang kemampuan menjebak panasnya 28 kali lebih kuat dibanding karbon dioksida (CO2).

Menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), pemborosan makanan kini menyumbang hingga 10 persen dari emisi gas rumah kaca global, melebihi sektor penerbangan. Jika pemborosan makanan dianggap sebagai negara tersendiri, negara ini hanya tertinggal dari Cina dan Amerika Serikat (AS) sebagai penyumbang polusi iklim tahunan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Robert Sanders, asisten profesor pemasaran dan analitik di Rady School of Management Universitas California San Diego, telah mempelajari alasan banyaknya makanan yang terbuang. Dalam penelitian selama sedekade, dia juga mempelajari perkembangan kebijakan untuk mengubah tren ini. Dalam wawancara terbaru, Sanders menyebut mengurangi pemborosan makanan bisa menjadi cara tercepat dan termurah untuk mengurangi dampak perubahan iklim.

“Sulit bagi dunia untuk mencapai target emisi yang ditetapkan dalam Perjanjian Paris tanpa mengurangi pemborosan dari sistem pangan,” kata Sanders, dikutip dari Earth.com, Kamis, 24 April 2025.

Menurut Sanders, pembuat kebijakan sering fokus pada polusi dari kendaraan dan industri, Padahal, hasil pemborosan makanan seperti sisa buah yang membusuk di toko bisa berdampak jauh lebih besar terhadap emisi. Metana yang dihasilkan saat makanan membusuk bertahan di atmosfer selama sekitar satu dekade dan menyebabkan pemanasan intens.

Pengurangan pemborosan makanan dianggap sebagai cara paling cepat untuk mengurangi emisi gas rumah kaca. “Dalam jangka pendek dan menengah,” tutur dia.

Kendati banyak usulan soal pencegahan pemborosan pangan, Sanders menyebut inisiatif tersebut belum didukung oleh bukti lapangan yang kuat. Sebagai contoh, banyak negara bagian AS yang telah mencoba menerapkan larangan pembuangan makanan ke tempat sampah, namun hasilnya bervariasi.

Bersama sejumlah rekan, Sanders menyatakan sudah menyelidiki efektivitas lima contoh larangan pemborosan makanan pertama di AS. “Kami menemukan bahwa hanya satu negara bagian, yaitu Massachusetts, yang berhasil mengalihkan pemborosan makanan dari tempat pembuangan sampah,” ujarnya.

Di Massachusetts, kebijakan tersebut berhasil karena adanya hukuman yang konkret dan pusat komposting atau daur ulang sampah organik. Adapun negara bagian lain kekurangan fasilitas pemrosesan dan denda, sehingga sulit mencapai target kepatuhan.

Sanders juga mengusulkan rancangan algoritma harga dinamis untuk mengatasi masalah pemborosan. Dengan menyesuaikan harga barang yang hampir kedaluwarsa, pengecer dapat mengurangi pemborosan dan mengurangi biaya operasional. Namun, belum ada bukti ilmiah yang menunjukkan bahwa standar label dapat mengurangi pemborosan makanan.

Ada juga saran soal perencanaan makan untuk meredam kebiasaan membuang makanan. Masyarakat juga didorong memakai komposting untuk sampah organik. “Komposting lebih baik daripada mengirimkan makanan ke tempat pembuangan sampah. Tapi yang terbaik adalah tidak menciptakan pemborosan makanan sejak awal,” kata Sanders.

Read Entire Article
Parenting |