TEMPO.CO, Jakarta - Sebuah pesawat udara sejatinya ingin terbang, tapi helikopter tak menginginkannya. Jenis pesawat udara yang satu ini berusaha bertahan di udara menggunakan beragam gaya dan kontrol yang bekerja saling berlawanan satu sama lain. Dan apabila keseimbangan itu terganggu, helikopter akan jatuh secara mengerikan, karena tidak ada yang namanya helikopter terbang melayang (gliding).
Apa yang pernah diungkap jurnalis televisi Amerika Serikat Harry Reasoner pada 1971 lalu di atas bisa menggambarkan tragedi yang dialami helikopter Bell 206 yang menewaskan enam orang di Sungai Hudson, Jersey City, pada Kamis 10 April 2025. Helikopter yang dioperasikan New York Helicopter Tours itu jatuh bebas ke sungai sedalam 12 meter itu setelah rotor atau baling-baling utama serta rotor ekor lepas dari kabin (badan utama helikopter).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Eks pilot helikopter di Korps Marinir, kini advokat penerbangan, Justin Green, menyebut tragedi itu sebagai, "kegagalan mekanis yang parah." Seperti diketahui, rotor utama adalah bagian terpenting dari helikopter. Bagian ini menyediakan daya angkat yang membuat helikopter terbang, juga kendali yang memungkinkan helikopter bergerak lateral, berbelok dan berubah ketinggian.
Tanpa baling-baling, Green memastikan kalau pilot tak akan memiliki peluang untuk menyelamatkan helikopter dan seluruh penumpangnya. Menurut dia, tidak ada pilot yang dapat mencegah kecelakaan setelah mereka kehilangan daya angkat. "Itu seperti batu yang jatuh ke tanah. Itu memilukan," katanya kepada Ketv.com.
Tur helikoper di kota New York, Amerika Serikat. Shutterstock
Per artikel ini ditulis, bagian rotor utama dan ekor itu belum berhasil ditemukan. Selain pilot dan lima penumpangnya, yang sudah ditemukan adalah bagian-bagian helikopter dari kabin dan ekor. Penyelidikan sebab kecelakaan masih dilakukan otoritas keselamatan transportasi di Amerika Serikat.
Absurditas dan Kompleksitas Helikopter
Seperti dinyatakan Reasoner, dikutip dari science.howstuffworks.com, satu hal yang telah mencirikan helikopter sejak penemuannya pada 1930-an lalu adalah absurditas mesin. Reasoner menunjuk fakta realitas dari helikopter, bahwa mesinnya memiliki desain kompleks, dan bahwa menerbangkannya sangat rumit. Pilot harus berpikir dalam tiga dimensi dan menggunakan kedua tangan dan kedua kakinya secara konstan untuk menjaga helikopter tetap berada di udara.
Adalah Igor Sikorsky, insinyur aeronautika kelahiran Rusia, yang mengembangkan mesin pertama dengan seluruh kualitas yang berasosiasi dengan helikopter-helikopter modern. Pada 1931, Sikorsky mengajukan sebuah paten untuk desain helikopter dengan tampilan modern yang memiliki satu rotor utama dan rotor ekor.
Berselang delapan tahun kemudian, inkarnasi pertama dari desain itu, VS-300, berhasil membuat Sikorsky terangkat ke udara. VS-300 memiliki mesin Lycoming bertenaga 75 HP yang terkoneksi ke rotor utama pemilik tiga bilah baling-baling dan rotor ekor dengan dua bilah baling-baling.
VS-300 juga menyediakan mekanisme untuk mengendalikan terbang mesin ini. Dua input, dikenal sebagai tuas kolektif dan cyclic-pitch, memampukan pilotnya mengubah orientasi bilah baling-baling untuk memproduksi daya angkat dan gerak lateral.
Jadilah VS-300 helikopter praktis pertama, namun masih dipandang membutuhkan penyempurnaan agar mengendarainya tidak seperti menunggang kuda rodeo. Sikorsky terus membuat perbaikan, dan pada Mei 1940, mesin VS-300 mencatatkan rekor mampu bertahan di udara selama satu jam, 32 menit, dan 26,1 detik.
Insinyur dan inovator dunia langsung menyusul jejaknya. Di antara para perintis teknologi helikopter awal adalah Arthur Young, Frank Piasecki, dan Stanley Hiller. Young, didukung Bell Aircraft Corp., mengembangkan helikopter Bell 30 dan kemudian Bell 47, helikopter bersertifikasi komersial pertama.
Adapun Piasecki mendesain PV2 single seater pada 1943, namun menjadi lebih dikenal sebagai helikopter kargo besar yang ditenagai dua rotor utama. Sedangkan Hiller membuat beberapa model helikopter termasuk UH-12 yang kita lihat aksi-aksinya di Korea dan Vietnam.
Anatomi Helikopter: Baling-baling dan Mesin
Banyak bagian yang kini terlihat pada sebuah helikopter modern tumbuh dari kebutuhan untuk memenuhi satu atau lebih dari kebutuhan mendasar berikut ini,
Baling-baling rotor utama:
Kerja baling-baling rotor utama mempunyai fungsi sama sebagai sayap pesawat terbang, menyediakan daya angkat seiring baling-baling itu berputar. Daya angkat ini adalah satu gaya aerodinamis yang penting yang menjaga pesawat tetap melayang. Seorang pilot bisa mempengaruhi daya angkat itu dengan mengubah revolusi rotor per menitnya (rpm) atau sudutnya terhadap arah datang angin (angle of attack).
Stabilizer:
Stabilizer bar berada di atas dan seluruh bagian baling-baling rotor utama. Bobot dan rotasinya meredam getar yang tidak dinginkan dalam rotor utama, membantu menstabilkan pesawat dalam seluruh kondisi terbang.
Tiang rotor:
Tiang menghubungkan transmisi ke rumah rotor. Tiang memutar bilah baling-baling.
Transmisi:
Seperti yang dilakukannya dalam kendaraan bermotor, sebuah transmisi helikopter mengirim tenaga dari mesin ke rotor utama dan ekor. Gearbox utama transmisi menurunkan kecepatan rotor utama sehingga dia tak berputar sama cepatnya dengan tiang mesin. Gearbox kedua melakukan yang sama kepada rotor ekor yang meski berukuran jauh lebih kecil tapi bisa berotasi lebih cepat daripada rotor utama.
Mesin:
Mesin membangkitkan tenaga untuk pesawat udara. Model helikopter awal bergantung kepada resiprokal mesin bensin, tapi helikopter modern menggunakan mesin gas turbin seperti yang ditemukan dalam pesawat terbang komersial.
Anatomi Helikopter: Aneka Kontrol
Fuselage
Badan utama dari helikopter. Dalam banyak model, kanopi plastik tanpa rangka mengelilingi pilot dan tersambung di bagian belakang dengan sebuah rangka aluminium. Jenis logam itu membantu para insinyur membuat helikopternya lebih ringan sehingga lebih mudah terbang.
Cyclic control
Pilot helikopter mengendalikan sudut baling-baling rotor lewat dua input: tuas cyclic dan kolektif. Tuas yang pertama terpancang dari lantai kokpit, di antara kedua kaki pilot, memampukannya membuat helikopter miring ke kiri-kanan atau depan-belakang (gerak lateral).
Collective control
Tuas kolektif bertanggung jawab untuk pergerakan naik-turun. Sebagai contoh, selama take off, pilot menggunakan tuas ini untuk meningkatkan sudut dari seluruh baling-baling rotor dengan besaran yang sama.
Pedal kaki
Sepasang pedal kaki mengontrol rotor ekor. Keduanya mempengaruhi akan ke arah mana helikopter akan terbang. Jadi, menginjak pedal kanan mendefleksikan ekor helikopter ke kiri dan hidung ke kanan. Pedal kiri mengubah hidung ke kiri.
Tail boom
Bagian ini memanjang dari bagian belakang badan utama helikopter dan menggenggam rotor ekor. Dalam beberapa model, tail boom tidak lebih dari rangka aluminium.
Anti-torque rotor ekor
Tanpa rotor ekor, rotor utama dari sebuah helikopter hanya membuat badan utama berputar-putar dalam arah berlawanan. Beruntung Igor Sikorsky memiliki ide memasang rotor ekor untuk melawan reaksi momen gaya atau torsi (torque) ini dan memberi kendali arah. Pada helikopter rotor kembar, torsi yang dihasilkan oleh rotasi rotor depan diredam oleh torsi dari rotor belakang yang berputar berlawanan arah.
Penyangga pendaratan
Beberapa helikopter memiliki roda dan rem, tapi kebanyakan menggunakan landing skids atau penyangga saja.