Kasus Kekerasan Seksual oleh Dokter Bermunculan, Kemenkes Klaim Punya SDM yang Cukup Untuk Melakukan Pengawasan

7 hours ago 3

TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan Aji Rokomnyanas mengklaim pihaknya memiliki sumber daya manusia yang cukup dan mumpuni untuk mengawasi praktik kedokteran di seluruh fasilitas pelayanan kesehatan di tanah air. Pengawasan dari Kemenkes menjadi sorotan setelah berbagai kasus kekerasan seksual oleh dokter bermunculan.

Aji menyatakan pihaknya akan melakukan evauasi terkait efektivitas kinerja pegawainya agar pengawasan praktik pelayanan kesehatan dapat lebih ketat.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Sumber daya sudah mencukupi, tinggal bagaimana ke depannya bekerja dengan lebih ketat untuk menutupi celah-celah yang dilakukan oknum tenaga kesehatan,” ujar Aji saat dihubungi Tempo pada Ahad, 20 April 2025.

Dia menjelaskan pengawasan pelayanan kesehatan dilakukan secara berjenjang, mulai dari fasilitas pelayanan kesehatan seperti rumah sakit, klinik, dan puskesmas hingga dinas kesehatan kabupaten/kota dan provinsi. Dalam fungsi pengawasan ini, kata Aji, Kemenkes menentukan pedoman, kebijakan, serta arahan pembinaan berbagai fasilitas pelayanan kesehatan tersebut.

Berkaca dari terbongkarnya kasus-kasus kekersaan seksual yang dilakukan oleh dokter di berbagai daerah, Aji menyebut Kemenkes tengah melakukan evaluasi secara menyeluruh terhadap sistem pelayanan kesehatan nasional.

“Evaluasi sedang dilakukan untuk perbaikan menyeluruh, tidak kasuistik dan individu saja,” kata dia.

Sebelumnya, Ketua Umum Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Slamet Budiarto mengatakan lemahnya pengawasan Kemenkes terhadap praktik kedokteran menjadi penyebab utama maraknya peristiwa kekerasan seksual menimpa pasien. Menurut dia kurangnya sumber daya manusia di lingkungan Kemenkes menjadi faktor utama lemahnya pengawasan tersebut.

“Dinas Kesehatan SDM-nya terbatas. Belum lagi mereka harus mengurus program penyakit demam berdarah, puskesmas, dan lain-lain,” kata Slamet saat dihubungi Tempo pada Sabtu, 19 April 2025.

Slamet menjelaskan sejak disahkannya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, seluruh fungsi pengawasan dan pembinaan terhadap dokter diambil alih oleh Kemenkes. Sehingga, IDI tidak lagi berwenang mengawasi praktik kedokteran dan menindak dokter-dokter yang melanggar kode etik.

Dulunya, kata Slamet, sebagai organisasi yang menaungi profesi dokter di Indonesia, IDI memiliki fungsi pengawasan terhadap praktik kedokteran. Fungsi tersebut bahkan mencakup audit medis atau proses evaluasi pelayanan medis yang diberikan pada pasien.

Selain itu, lanjut dia, IDI juga berwenang mengeluarkan rekomendasi diterbitkannya Surat Izin Praktik (SIP). Untuk mendapatkan rekomendasi itu, para dokter yang ingin berpraktik harus melalui serangkaian tes, seperti tes etika kedokteran, tes kesehatan, dan lain sebagainya.

“Itu saja dulu masih ada penyelewengan perbuatan asusila, apalagi sekarang sudah tidak ada,” kata dia.

Sebelumnya, sejumlah kasus kekerasan seksual oleh dokter bermunculan dalam beberapa waktu belakangan. Di Bandung, Jawa Barat, seorang dokter residen di Rumah Sakit Hasan Sadikin, dokter Priguna Anugerah Prtama diduga memperkosa sejumlah pasien dan keluarga pasien pada Maret lalu. Di Garut, Jawa Barat, empat orang perempuan mengaku menjadi korban kekerasan seksual seorang dokter kandungan bernama Muhammad Syafril Firdaus. 

Kekerasan seksual juga diduga terjadi di Rumah Sakit Persada, Malang. Seorang pasien mengaku menjadi korban dokter berinisial AYP saat melakukan pemeriksaan medis pada 2022. 

Read Entire Article
Parenting |