Kelola Sampah Barang Tak Terpakai dan Upcycle ala Jagatera

1 day ago 6

TEMPO.CO, Jakarta - Masih ingat kejadian sampah spring bed di perlintasan kereta rel listrik (KRL) Commuter Jabodetabek dekat Stasiun Pondok Ranji, Ciputat, Tangerang Selatan, pada Januari tahun lalu? Perjalanan sebanyak enam rangkaian KRL berisi ribuan orang di dalamnya dibuat terhambat karenanya.

Pendiri dan CEO Jagatera ID, Denny M. Pondiu, 41 tahun, mengatakan kalau sampah kasur pegas memang termasuk yang tidak boleh langsung dibuang ke Tempat Pemrosesan Akhir (TPA), sesuai Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah. Dia setengah maklum atas kesulitan setiap warga mempertahankan sampah barang rumah tangga yang tak lagi dipakai. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Belum lagi kalau tiba waktunya siklus banjir besar. Sampah barang rumah tangga yang ingin disingkirkan menjadi meledak jumlah dan variasinya.  

Atas dasar itu Denny melihat peluang bisnis jasa layanan pusat pengelolaan barang tidak terpakai. Dia awalnya menyulap sebuah bangunan di Pamulang sebagai gudang penyimpanannya. Bisnisnya itu telah dirintis sejak 2017 sebelum akhirnya berdiri dengan nama Jagatera pada 2020.

"Macam-macam yang kami terima, mulai dari kursi pijat, AC, drum, bahkan kucing," kata Deny kepada Tempo saat ditemui di lokasi gudang terbarunya yang berlokasi di Jalan Kesadaran III, Pondok Petir, Bojongsari, Kota Depok, Jawa Barat, 26 Mei 2025. 

Dari layanan yang dibukanya itu terungkap pula kalau banyak warga membuang barang hanya karena alasan rusak sedikit atau lecet. Padahal, menurut pria tamatan SD ini, tak sedikit barang yang tinggal sedikit diperbaiki untuk bisa berfungsi lagi sedia kala.

"Tapi mereka buru-buru membuangnya," katanya sambil menambahkan, "Kadang alasannya, 'suami saya salah beli' atau 'kulkasnya kekecilan' atau 'salah ukur pintu sehingga barang tak bisa masuk rumah'."

Setiap barang tidak terpakai yang diterimanya dikenakan tarif pengelolaan. Mulai dari biaya penanganan, biaya penjemputan, hingga biaya sewa mobil lengkap dengan sopir dan kurirnya. 

Besar biayanya beragam. Untuk sofa, misalnya, dipatok Rp 30.000/seater di luar biaya penjemputan atau pick-up. Sedangkan, untuk spring bed dikenai biaya yang lebih tinggi. Alasannya, durasi pembongkaran satu kasur relatif lebih lama: butuh waktu 30-40 menit bongkar kawat per kasur. 

"Sekitar Rp 350 ribu untuk ukuran 160x200 di sekitaran Jakarta Selatan. Rata-rata biaya barang sebesar itu karena biaya penjemputan," katanya.

Dan, seperti telah diduganya, bisnis mengumpulkan sampah barang tidak terpakai itu meroket pada banjir besar di Jabodetabek di pengujung 2021. Sampah kasur rumah tangga bertumpuk di gudangnya hingga 30-an unit per bulannya.

Tak Hanya Recycle tapi juga Upcycle

Jumlah kasur itu sampai tidak dapat ditampung di gudang di Pamulang. Denny kemudian berinisiatif mengolah lusinan sampah spring bed tersebut menjadi produk upcycle, yakni sebuah proses mengubah barang tidak terpakai menjadi produk baru, tanpa perlu proses pembuatan bahan baru. 

Inilah metamorfosis bisnis Deny berikutnya. Denny bersama rekan bisnisnya, Aprinto Yuwono, mengibarkan nama Jagatera Sustainability Furniture pada awal 2022.

Produk daur ulang dan upcycle sampah barang rumah tangga yang dihasilkan Jagatera di gudangnya di Pondok Petir, Depok, Jawa Barat, 26 Mei 2025. Tempo/Sonya Andomo

"Awalnya hanya ingin mengumpulkan barang tidak terpakai, membongkar kawat-kawatnya, kemudian dijual ke pelapak besi atau material lainnya, tapi saya melihat peluang yang berbeda," katanya. 

Denny menggandeng para pengrajin sofa dan kasur di sekitar Gudang Jagatera ID untuk membuat produk dengan cara upcycle tersebut. Setiap produk spring bed upcycle yang dihasilkan dijual Rp 1,8-2,0 juta tergantung ukuran. 

"Di awal, semua kasur upcycle dibeli warga di sekitar Jagatera ID, namun kemudian kasur kami juga digemari oleh pengusaha penginapan, homestay, hingga vila di Bogor, Depok, dan Bekasi," kata Denny lagi sambil menyebut omzet Jagatera kini mencapai Rp 200 juta per bulan. "Atau ada lah Rp 2 miliar dalam setahun," ujarnya.

Selain mengusung bisnis komersil, Jagatera juga membuat program Mimpi untuk Indonesia melalui platform kitabisa.com. Setiap donatur menyumbang kasur bekas yang akan dipermak dan dibuat seperti baru. Sehingga, dapat diberikan kepada 100 pemulung dan pahlawan sampah lainnya. 

Dengan demikian Denny mempertahankan program Outlet Dhuafa yang telah dimulainya sejak 2014, yang membagi-bagikan pakaian bekas gratis kepada para pemulung dan kelompok prasejahtera lainnya. "Ini awal mula sekali saya ingin punya gerakan sosial," katanya mengenang. 

Transformasi Pemulung Sampah

Jagatera ID tidak hanya mengumpulkan sampah barang tidak terpakai. Sampah daur ulang seperti kertas, botol plastik, botol kaca, pakaian bekas ikut dikumpulkan oleh tim yang kebanyakan terdiri dari pemulung dan kelompok prasejahtera lain.

Seperti terlihat pada 26 Mei lalu, botol plastik bekas kemasan air minum itu tersusun tinggi bersama tumpukan karung berisi kain dan pakaian bekas di gudang Jagatera. Di antara sesaknya gudang itu terlihat sejumlah pekerja, laki-laki dan perempuan, sibuk menyortir dan memilah. 

Aktivitas di gudang Jagatera di Pondok Petir, Depok, Jawa Barat, 26 Mei 2025. Tempo/Sonya Andomo

"Semuanya sampah, tapi tidak semua sampah bisa sampai di sini," kata seorang di antaranya yang memperkenalkan diri sebagai Mpok Nur. Ia mengaku bekerja menyortir  sampah daur ulang, terutama limbah tekstil, seperti pakaian bekas, kerudung bekas, atau seragam sekolah bekas. 

Sudah setahun Nur bekerja untuk Jagatera ID, mengikuti suaminya yang lebih dulu bekerja sebagai penyortir sampah di sana. Bedanya, jika tidak sedang bekerja sebagai penyortir sampah tekstil, Nur kadang juga ikut bantu beres-beres. "Nyortir itu tugas utamanya."  

Ibu dengan lima anak itu bercerita kalau dia bersama suaminya awalnya bekerja memulung sampah dan terdaftar di antara para penerima manfaat Program Outlet Dhuafa. "Dulu saya dan teman-teman pemulung lain suka diberi pakaian layak pakai dan itu gratis dari Om Denny," katanya.

Kemudian, suaminya diminta bantu-bantu bekerja di Jagatera ID. Dari digaji dengan barang kebutuhan seperti sepatu, seragam sekolah, tas sekolah, hingga kasur, kini suami Nur mengantongi penghasilan setara UMP Kota Depok. Dia sendiri mengantongi Rp 2 juta setiap bulannya dari kerja sebagai penyortir sampah.

"Jumlah itu belum termasuk pakaian gratis dan BPJS kesehatan yang ditanggung," kata Nur. 

Seorang pekerja lainnya yang Tempo temui hari itu adalah Dino, 31 tahun. Dia memiliki tanggung jawab sebagai sopir mobil antar jemput sampah dan penyortir sampah tekstil. 

Dino menjelaskan tugasnya kadang dirasa berat. Dia pernah 'menjemput' sebuah lemari yang hendak dibuang dengan cara menggotongnya dari unit hunian di lantai 8 di sebuah apartemen di Jakarta Selatan. Meski begitu, hasil dari pekerjaan itulah yang kini bisa membuatnya mengenyam pendidikan di bangku kuliah. 

"Saya sedang kuliah, maklum dulu hanya tamatan SMA," katanya.

Read Entire Article
Parenting |