TEMPO.CO, Jakarta - Sekretaris Kementerian Koordinator Perekonomian Susiwijono Moegiarso buka suara terkait pemangkasan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi 4,7 persen oleh Dana Moneter Internasional atau IMF. Proyeksi baru tersebut dianggap lebih baik dibanding revisi IMF terhadap ekonomi Amerika Serikat dan Cina.
Menurut Susiwijono, IMF hanya menurunkan 0,4 poin persentase pertumbuhan ekonomi Indonesia. “Padahal AS dan china diperkirakan turunnya 0,9 dan global outlook ekonominya dari 3,2-3,3 persen tinggal 2,8 persen. Jadi kalau dibanding dengan outlook penurunan ekonomi negara-negara besar dan dunia, ekonomi kita masih dianggap optimistis,” ucap Susiwijono di kantornya Selasa, 29 April 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam laporan World Economic Outlook edisi April 2025, IMF merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi negara-negara di dunia. IMF memprediksi ekonomi Indonesia pada 2025 hanya tumbuh 4,7 persen dari ramalan sebelumnya, 5,1 persen. Koreksi pertumbuhan oleh IMF dilakukan seiring peningkatan eskalasi perang dagang imbas pengumuman tarif resiprokal Amerika Serikat.
Susiwijono optimistis target pertumbuhan ekonomi hingga 5 persen yang direncanakan pemerintah pada 2025 bakal tercapai. Menurut dia, saat ini perkembangannya negosiasi tarif resiprokal masih terus berjalan dengan pihak AS. Kedua negara sudah menyepakati perundingan dapat selesai dalam waktu 60 hari.
Selain itu, Susiwijono mengatakan Indonesia menjadi salah satu negara pertama yang diterima berunding dengan pemerintah AS terkait tarif. “Bahkan tim teknisnya sudah duduk bersama, negara lain belum,” ucapnya.
Indonesia, kata dia, memiliki ketahanan ekonomi lebih baik karena struktur Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia berbeda dengan negara lain yang sangat bergantung pada ekonomi global.
Selain itu, pengeluaran, pasar domestik, konsumsi masyarakat saat ini menurut dia masih kuat menyumbang PDB. “Jadi relatif lebih resilient dibandingkan ekonomi negara lain mestinya,” ucap Susiwijono.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan hal senada. Koreksi IMF terhadap perekonomian Indonesia lebih baik dibanding negara lain. Misal Thailand yang direvisi sebesar 1,1 persen lebih rendah dari perkiraan sebelumnya atau Vietnam dikoreksi 0,9 persen lebih rendah. Begitu pun Filipina yang jadi 0,6 persen lebih rendah dan Meksiko yang dikoreksi turun 1,7 persen.
Menurut Sri Mulyani, dalamnya penurunan revisi IMF terhadap beberapa negara disebabkan ketergantungan yang besar dari negara tersebut terhadap perdagangan luar negeri. “Exposure dari perdagangan internasional mereka lebih besar dan dampak atau hubungan dari perekonomian mereka terhadap AS juga lebih besar,” ucap Sri Mulyani.