Komisi VII Minta Pemerintah Lindungi Industri Padat Karya dari Badai PHK

1 day ago 4

TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Yoyok Riyo Sudibyo meminta pemerintah melindungi industri padat karya dari gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) yang terus berlanjut sejak tahun lalu. Menurut dia, gelombang PHK ini bukan sekadar gejolak bisnis biasa, melainkan indikasi krisis sosial-ekonomi yang mengancam kehidupan masyarakat.

“Ini bukan hanya soal angka, ini soal ribuan keluarga yang kehilangan penghasilan, anak-anak yang terancam putus sekolah, dan masyarakat yang makin terpinggirkan,” kata Yoyok dalam keterangan tertulis, Senin, 14 April 2025.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menurut data Kementerian Ketenagakerjaan, dalam dua bulan pertama tahun 2025, lebih dari 18 ribu pekerja telah kehilangan pekerjaannya. Selama awal tahun 2025, sejumlah perusahaan besar diketahui melakukan PHK massal seperti PT Sri Rejeki Isman Tbk. atau Sritex, PT Yamaha Music Product Asia, PT Yamaha Indonesia, PT Sanken Indonesia, hingga PT Victory Ching Luh.

Politikus Partai Nasdem itu meminta pemerintah hadir memberikan solusi terhadap masalah PHK ini. “Negara harus hadir, banyak sekali sektor industri yang terpukul akibat beratnya kondisi perekonomian global, dan berbagai faktor internal dalam negeri. Khususnya industri padat karya yang harus dilindungi,” tutur dia.

Dia mengatakan industri padat karya bukan hanya menghadapi tantangan domestik, tetapi juga tekanan global. Termasuk dampak dari rencana Presiden AS Donald Trump untuk menaikkan tarif impor. Kebijakan tersebut dikhawatirkan bisa menggerus daya saing ekspor Indonesia, terutama produk tekstil dan manufaktur.

“Jika negara lain memperketat pasar, sementara kita tidak memperkuat fondasi industri dan perlindungan tenaga kerja, maka PHK hanya akan terus berulang,” ujar Yoyok.

Menurut dia, pemerintah bisa memberikan insentif bagi industri padat karya. Selain itu, juga perlu meningkatkan program pelatihan bagi korban PHK agar mampu beradaptasi dengan kebutuhan pasar. Kemudian, penyediaan pendidikan maupun pelatihan program vokasi agar industri kreatif dan non-formal dapat semakin berkembang.

Di sisi lain, ia juga menilai perlunya reformasi sistem jaminan sosial ketenagakerjaan agar korban PHK tidak hanya bergantung pada pesangon. Para pekerja yang di-PHK, kata dia, harus mendapat pelatihan, pendampingan, dan subsidi upah transisi.

Dia berharap pemerintah melalui kementerian terkait dapat menyusun rencana untuk pemulihan ketenagakerjaan secara nasional. Menurut dia, hal itu perlu agar menciptakan ekosistem kerja baru yang lebih berdaya tahan.“Sudah saatnya kami memastikan bahwa kebijakan publik tidak hanya bergantung pada mekanisme pasar semata, tetapi juga berpihak pada kesejahteraan seluruh rakyat,” kata dia.

Read Entire Article
Parenting |