TEMPO.CO, Jakarta - Kasus pemerkosaan yang diduga dilakukan peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Universitas Padjadjaran di Rumah Sakit Hasan Sadikin atau RSHS Bandung tidak hanya berhenti pada korban FH.
Kepolisian Daerah Jawa Barat mengungkapkan ada dua korban baru dalam kasus pemerkosaan yang diduga dilakukan oleh Dokter Priguna Anugerah Pratama sebelum kasus yang menimpa FH
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Jabar Kombes Pol. Surawan mengatakan kedua korban baru merupakan pasien perempuan berusia 21 dan 31 tahun.
"Dua korban lagi sudah dilakukan pemeriksaan kemarin. Benar bahwa dua korban ini ternyata sudah menerima perlakuan yang sama (oleh) dokter tersangka dengan modus yang sama," kata Surawan di Bandung, Jumat, 11 April 2025, seperti dikutip Antara.
Surawan mengatakan keduanya mengalami pelecehan dengan modus serupa pada 10 dan 16 Maret 2025.
Menurut dia, pelaku menjalankan aksinya dengan dalih melakukan uji alergi namun dengan menyuntikkan cairan anestesi kepada korban sebelum membawa mereka ke Lantai 7 gedung baru untuk melakukan tindakan pencabulan.
“Korban dibawa ke ruangan yang sama. Ini terjadi sebelum kasus yang menimpa korban ketiga, FH,” katanya.
Ia menjelaskan pelaku menjalankan aksinya hanya seorang diri. Namun, saat memberikan pelayanan medis kepada pasien, pelaku didampingi oleh dokter utama.
"Awalnya dengan dokter lain kemudian dia hubungi pasiennya dengan alasan akan melakukan uji anastesi dan pasien dipanggil dan dibawa ke ruangan yang sama," kata dia.
Dengan adanya dua korban baru, jumlah korban dalam kasus ini kini menjadi tiga orang. Sebelumnya korban berinisial FH, 21 tahun, yang merupakan keluarga pasien di RSHS, yang melaporkan tindakan dokter Priguna.
Polda Jabar menjerat Priguna dengan pasal berlapis, termasuk Pasal 64 KUHP tentang perbuatan berulang, yang dapat memperberat ancaman hukuman. “Pelaku terancam pidana maksimal 17 tahun penjara,” kata Surawan.
Polda Buka Posko Pengaduan
Kepolisian Daerah Jawa Barat membuka posko pengaduan bagi masyarakat yang menjadi korban pemerkosaan dan tindak asusila dokter peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Universitas Padjadjaran berinisial PAP atau Priguna Anugerah Pratama.
Kepala Bidang Humas Polda Jabar Komisaris Besar Hendra Rochmawan di Bandung, Kamis, mengatakan posko layanan pengaduan tersebut dibuka untuk memberi ruang bagi korban tindak asusila dokter PPDS yang mungkin belum berani melapor.
"Kami telah membuka layanan untuk laporan yang lainnya mungkin kasusnya sama, tetapi waktunya berbeda," katanya.
Hendra mengatakan pihaknya menerima sejumlah informasi dari media sosial mengenai dugaan korban lain dari kasus dokter PPDS itu. Oleh karena itu, posko aduan dibuka agar mereka bisa melapor secara aman dan didampingi.
"Kami berikan kesempatan untuk melaporkan diri kepada kami, mungkin karena malu atau mungkin karena sesuatu hal, kita tunggu," katanya.
Berdasarkan hasil penyelidikan, Hendra mengungkapkan bahwa tersangka PAP memperkosa korban berinisial FH (21) yang saat itu dalam kondisi tidak sadarkan diri usai disuntik cairan bius melalui selang infus.
"Peristiwa ini terjadi pada 18 Maret 2025. Pelaku meminta korban menjalani transfusi darah tanpa didampingi keluarga di Gedung MCHC RSHS (Rumah Sakit Hasan Sadikin). Di ruang nomor 711 sekitar pukul 01.00 WIB, korban diminta berganti pakaian dengan baju operasi dan melepas seluruh pakaian," katanya.
Ia menjelaskan tersangka PAP diketahui menyuntikkan cairan bius melalui infus setelah menusukkan jarum ke tangan korban sebanyak 15 kali. Akibatnya, korban mengaku merasa pusing dan tidak sadarkan diri.
Peristiwa tersebut terjadi saat korban FH sedang mendampingi ayahnya yang dalam kondisi kritis di RSHS Bandung dan tersangka meminta korban melakukan transfusi darah sendirian tanpa ditemani keluarganya.
"Setelah sadar sekitar pukul 04.00 WIB, korban diminta berganti pakaian dan diantar ke lantai bawah. Saat buang air kecil, korban merasakan perih di bagian tubuhnya yang terkena air," kata Hendra.
FH kemudian melaporkan kasus ini ke polisi, setelah melakukan visum ke dokter spesialis kebidanan.
Duka ganda dialami oleh FH karena ayahnya meninggal. “Karena penyakitnya katanya kritis. Tapi juga tidak dapat info penyakitnya apa,” kata Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirkrimum) Polda Jabar, Komisaris Besar Surawan, lewat sambungan telepon kepada Tempo pada Kamis, 10 April 2025.
Nabiila Azzahra berkontribusi dalam penulisan artikel ini