Pemerintah Perkuat Regulasi E-Voting Melalui Permendagri

3 hours ago 1

TEMPO.CO, Jakarta -- Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) Bima Arya Sugiarto mengatakan pemerintah akan mempertajam regulasi penerapan e-voting atau pemungutan suara berbasis digital. Kementerian Dalam Negeri tengah mendorong pemerintah daerah untuk menyelenggarakan pemilihan kepala desa atau pilkades melalui e-voting.

Bima mengatakan, lebih dari seribu desa sudah menyelenggarakan pemungutan suara dengan e-voting. Menurut dia, teknologi e-voting buatan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menunjukkan pemerintah sudah mampu menyelenggarakan pemungutan suara secara digital.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Kami pertajam regulasinya, bisa melalui Permendagri (Peraturan Menteri Dalam Negeri) untuk menjadi dasar yang bersifat teknis seperti imbauan kepada kepala daerah,” ucap Bima saat dihubungi pada Kamis, 24 April 2025. Namun, ia belum menjelaskan secara mendetail kapan regulasi tersebut selesai digodok.

Selain peraturan menteri, Bima mengatakan, pemerintah akan melakukan sosialisasi lebih masif agar penerapan e-voting dapat digulirkan. Menurut dia, penggunaan e-voting bakal menghemat biaya pemungutan suara sekaligus mencegah fraud atau kecurangan.

Ia menjelaskan, pemilih nantinya bisa mencetak langsung bukti pilihan mereka dan memasukkannya ke kotak suara di tempat pemungutan suara atau TPS. “Begitu di TPS mereka mencoblos, kemudian menekan di salah satu layar, kemudian print dan dimasukkan ke kotak. Jadi seperti itu,” kata dia. 

Dia menargetkan penerapan e-voting bisa dilaksanakan pada pilkades selanjutnya. Bima menilai penerapan e-voting pada pilkades bisa menjadi tahap untuk proses pemungutan suara lainnya, seperti pemilihan kepala daerah (pilkada) maupun pemilihan presiden (pilpres).

Dalam kesempatan terpisah, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) sempat menyatakan penerapan e-voting atau pemungutan suara berbasis digital perlu dipertimbangkan pada pemilihan umum atau pemilu berikutnya. Pemanfaatan e-voting bisa menjadi solusi dalam menyikapi kasus pelanggaran hak asasi yang masih terjadi pada penyelenggaraan pemilu.

“Tidak ada pilihan, untuk ke depan (pelaksanaan) pemilu kita harus menggunakan teknologi. E-Voting harus menjadi pertimbangan,” ujar Komisioner Pengkajian dan Penelitian Komnas HAM Saurlin P. Siagian di kantor Komnas HAM, Jakarta Pusat, pada Rabu, 15 Januari 2025.

Saurlin mengatakan, pemanfaatan teknologi bisa meningkatkan efektivitas dan efisiensi proses pemungutan suara yang dilakukan kelompok penyelenggara pemungutan suara (KPPS). Menurut dia, pemanfaatan teknologi mesti diterapkan untuk mencegah kelelahan akibat beban kerja KPPS yang terlalu berat hingga menyebabkan kematian seperti yang terjadi pada pemilu 2019 dan 2024.

Pada 2024, BRIN mencatat setidaknya ada 27 kabupaten dan 1.752 desa di Indonesia yang telah melaksanakan pilkades secara elektronik atau e-voting. Ketua Tim Aplikasi E-Voting di BRIN Andrari Grahitandaru menjelaskan, pengembangan e-voting berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 147/PUU-VII/2009 yang memperkenankan pemberian suara secara elektronik. 

MK menyatakan pemungutan suara dengan metode e-voting dapat digunakan dan tidak melanggar konstitusi asalkan memenuhi sejumlah persyaratan kumulatif, yakni tidak melanggar asas langsung, umum, bebas, dan rahasia, serta jujur dan adil. Menurut Andrari, Undang-Undang Pilkada sudah mengakomodir putusan MK tersebut, namun belum berlaku pada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.

Hanin Marwah dan Irsyan Hasyim berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Read Entire Article
Parenting |