Piknik Melawan: Cerita dari Barisan Penolak Revisi UU TNI

3 hours ago 3

Dari membaca buku hingga menghadapi intimidasi aparat, Tempo merangkum kisah para demonstran yang menolak revisi Undang-Undang TNI.

28 April 2025 | 14.00 WIB

Personil TNI dengan mobil Maung yang memantau kantor KontraS di Jalan Kramat II Kwitang, Jakarta, terekam melalui CCTV, 23 Maret 2025. Dok. KontraS

Personil TNI dengan mobil Maung yang memantau kantor KontraS di Jalan Kramat II Kwitang, Jakarta, terekam melalui CCTV, 23 Maret 2025. Dok. KontraS

HINGGA pekan lalu, unjuk rasa menolak revisi UU TNI atau Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia masih terus berlangsung di berbagai daerah. Para pengunjuk rasa menentang penguatan dwifungsi TNI yang memberangus demokrasi. Aksi yang berlangsung sejak Maret lalu itu sempat berhenti saat libur Lebaran, tapi menyala kembali setelahnya.

Para demonstran datang dari berbagai kalangan. Ada juga yang menempuh cara berbeda. Di Jakarta, kelas pekerja saban hari meramaikan tenda “piknik melawan” di seberang Gerbang Pancasila gedung Dewan Perwakilan Rakyat. Mereka membaca buku, memasak, membuka jasa oles kuteks, juga berdiskusi soal kondisi negeri ini.

Baca: Teror Tentara Setelah Revisi UU TNI

Namun, demonstrasi dibalas dengan teror dan intimidasi. Aparat bertindak beringas terhadap pengunjuk rasa. Demonstran, jurnalis, juga petugas medis terluka akibat tindakan brutal aparat. Seperti juga pada unjuk rasa besar sebelumnya, peretasan pun menimpa aktivis yang turun ke jalan.

Tentara pun ditengarai terlibat dalam berbagai intimidasi. Kantor Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan, misalnya, berulang kali didatangi oleh militer. Ada juga tentara yang menekan aktivis dan mengklaim bahwa militer mampu menduduki jabatan sipil. Aktivis pun dihadang di tengah jalan dan mendapat serbuan telepon gelap.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca: Manuver Tentara Masuk Kampus

Superioritas tentara agaknya meningkat setelah revisi Undang-Undang TNI. Demonstrasi sama sekali bukan urusan tentara. Penolakan atau persetujuan atas revisi UU TNI merupakan hak semua warga negara. Militer tak perlu masuk ke ranah sipil dan menyandera kebebasan berpendapat. Berbagai tindakan tentara justru menunjukkan ketidakprofesionalan mereka.

Berbagai teror dan intimidasi yang muncul tak sampai sebulan setelah revisi UU TNI disahkan bisa jadi hanya permulaan. Ke depan, teror serupa bisa kembali terjadi dan menimpa siapa pun dari kita, masyarakat sipil. Inilah buntut dari revisi UU TNI yang dilakukan secara ugal-ugalan untuk memenuhi keinginan Presiden Prabowo Subianto.

Anda bisa membaca laporan soal teror dan intimidasi serta gerakan perlawanan masyarakat sipil di Majalah Tempo pekan ini.

Baca laporan teror dari tentara: Teror untuk Penolak Revisi UU TNI

Read Entire Article
Parenting |