Sejumlah Alasan Revisi UU Haji Harus Segera Disahkan

1 day ago 7

PEMERINTAH Arab Saudi tidak mengeluarkan visa haji furoda tanpa penjelasan hingga batas akhir layanan. Akibatnya, banyak jemaah calon haji jalur nonkuota ini gagal berangkat ke Tanah Suci.

Menanggapi persoalan tersebut, anggota Tim Pengawas (Timwas) Haji DPR Abdul Fikri Faqih mengatakan revisi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah atau UU Haji penting segera disahkan guna menjamin perlindungan hak jemaah haji.

“Undang-Undangnya harus memprioritaskan perlindungan bagi mereka, karena mereka adalah warga negara Indonesia yang haknya wajib dijamin,” kata pria yang akrab disapa Fikri itu dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Senin, 2 Juni 2025, seperti dikutip dari Antara.

Anggota Komisi VIII DPR yang membidangi keagamaan ini menuturkan negara tidak bisa lepas tangan dan harus hadir memberikan perlindungan, meskipun visa haji furoda tersebut bersifat business to business antara perusahaan perjalanan dan pihak di Arab Saudi.

“Faktanya, visa furoda atau undangan (mujamalah) ini memang ada dan dimanfaatkan oleh masyarakat Indonesia. Meskipun secara formal tidak dikelola pemerintah, negara tetap memiliki kewajiban untuk hadir dan memastikan adanya perlindungan hukum bagi jemaah,” ujarnya.

Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini menuturkan sudah sepatutnya pemerintah menghadirkan aturan teknis yang jelas serta pengawasan guna memastikan jemaah calon haji mendapatkan kepastian dan perlindungan hukum yang memadai.

“Ini bukan semata-mata urusan bisnis, melainkan juga soal perlindungan hak warga negara. Kehadiran negara mutlak diperlukan agar mereka yang sudah berniat menunaikan ibadah haji dan telah memenuhi kewajiban finansial, tetap terlayani dengan baik dan tidak dirugikan,” ucapnya.

Berdasarkan catatan Kementerian Agama RI (Kemenag), terdapat lebih dari 1.000 calon haji furoda tahun ini batal berangkat akibat visa tidak kunjung diterbitkan oleh Arab Saudi. Kemenag juga mengonfirmasi revisi UU Haji sedang intensif dibahas bersama DPR.

Dalam revisi tersebut akan dimasukkan klausul mengenai pengawasan dan mekanisme perlindungan yang lebih komprehensif terhadap jemaah pengguna visa nonkuota, termasuk visa furoda dan mujamalah.

Haji furoda merupakan program ibadah haji yang diatur langsung oleh otoritas Kerajaan Arab Saudi. Kuota yang diberikan berbeda dengan jalur reguler yang diberikan kepada masing-masing negara. Pada program haji furoda, jemaah calon haji sejatinya akan mendapatkan visa undangan khusus atau visa mujamalah yang berbeda dengan visa jemaah haji dengan kuota nasional atau reguler.

DPR Pertimbangkan Haji Furoda Masuk dalam Revisi UU Haji

Sebelumnya, anggota Timwas Haji DPR Marwan Dasopang mengatakan masih banyak jemaah calon haji Indonesia yang berangkat melalui jalur haji furoda belum memperoleh visa meski waktu telah mendekati puncak ibadah haji.

Marwan mengatakan prosedur yang diterapkan otoritas Kerajaan Arab Saudi pada ibadah haji kali ini jauh lebih ketat dari tahun-tahun sebelumnya. Karena itu, pada tahun berikutnya, DPR dan pemerintah akan berupaya mengantisipasi terjadinya kembali polemik ini.

“Soal furoda tentu dipertimbangkan untuk masuk pada bahasan revisi Undang-Undang tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah (PIHU),” kata Marwan melalui pesan pendek pada Jumat, 30 Mei 2025.

Dia menjelaskan pertimbangan memasukkan haji furoda dalam revisi tersebut didasari agar pemerintah dan DPR bisa terlibat dalam program haji furoda. Tujuannya, agar pelaksanaan dan pengawasan berjalan lebih optimal.

Marwan juga mengingatkan agar para penyelenggara travel haji berterus terang mengenai pelayanan jalur furoda ini. Misalnya, menyampaikan kepada jemaah untuk tidak memaksakan diri tanpa visa yang belum diperoleh.

“Kalau dipastikan tidak mendapatkan visa furoda, jangan terus dirayu. Travel harus sampaikan terus terang. Jangan diajak atau dijanjikan bisa berangkat,” kata Ketua Komisi VIII DPR ini.

Politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini menyebutkan, dari beberapa informasi yang diperoleh Timwas Haji DPR di Tanah Suci, masih diperoleh adanya jemaah yang diusir dari Makkah dan Madinah kembali menuju Jeddah. “Itu kan artinya masih ada yang berupaya menyelundupkan,” ujarnya.

Evaluasi Layanan Syarikah dan Haji Nonkuota untuk Revisi UU Haji

Adapun Wakil Ketua Komisi VIII DPR Singgih Januratmoko mengatakan layanan syarikah atau perusahaan pelayanan haji dan masalah perlindungan jemaah haji nonkuota atau haji furoda harus dievaluasi untuk penyusunan revisi UU Haji.

Singgih menuturkan pemerintah belum dapat menjamin perlindungan bagi jemaah calon haji yang berangkat melalui jalur visa nonkuota, seperti visa furoda atau undangan khusus (mujamalah) karena belum adanya dasar hukum yang jelas.

Politikus Partai Golkar ini menyebutkan skema itu masih berjalan dalam sistem business to business antara perusahaan travel Indonesia dan pihak syarikah di Arab Saudi. “Memang kemarin itu bisnis ke bisnis, jadi pemerintah tidak ikut langsung dalam proses visa furoda,” kata Singgih dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta pada Jumat, 30 Mei 2025.

Dia menegaskan DPR sedang mendorong agar warga negara yang berangkat haji lewat jalur nonkuota tetap mendapatkan perlindungan hukum dan layanan yang layak. Menurut Singgih, selama ini, pemerintah seakan tidak bisa melindungi mereka karena belum diatur dalam undang-undang.

“Nanti insyaallah dalam undang-undang yang baru semua itu akan terwadahi,” ujar anggota Tim Pengawas Haji DPR itu.

Menurut dia, pada penyelenggaraan haji 2024, hanya ada satu syarikah yang menangani seluruh jemaah Indonesia, tetapi hal itu justru menimbulkan banyak masalah. Maka tahun ini, Pemerintah Arab Saudi menugaskan delapan syarikah. Namun penambahan syarikah itu justru menimbulkan persoalan baru.

“Kita berharap pelayanan membaik dengan delapan syarikah, tetapi ternyata justru menyebabkan jemaah dalam satu kloter (kelompok terbang) bisa terpecah. Bahkan ada suami istri yang dipisah penempatannya,” katanya.

Singgih menambahkan DPR telah berkoordinasi dengan Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama untuk membenahi sistem ini. Di masa datang, kata dia, distribusi jemaah akan berbasis pada embarkasi, bukan lagi per kloter, agar satu rombongan ditangani satu syarikah yang sama.

“Insyaallah nanti, meskipun ada lebih dari satu syarikah, penanganannya akan berbasis embarkasi. Jadi, satu embarkasi ditangani satu syarikah agar suami istri dan keluarga tidak terpecah lagi,” katanya.

Andi Adam Faturahman dan Antara berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Pilihan editor: Sikap Politikus Senayan soal Peluang Hubungan Diplomatik dengan Israel

Read Entire Article
Parenting |