TEMPO.CO, Jakarta - Sejak Sabtu malam hingga Ahad sore, Idayati, 60 tahun, dan keluarganya sibuk membuat ketupat dan lepet. Kedua makanan itu merupakan makanan tradisional yang selalu dihidangkan saat lebaran ketupat, perayaannya sepekan setelah Idul Fitri.
“Sudah puluhan tahun, selalu buat,” ujar warga Kecamatan Bungah, Kabupaten Gresik itu, Ahad, 6 April 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sejak menikah dan punya 5 anak, Idayati tidak pernah absen membuat dua makanan khas itu di hari raya ketupat. “45 tahun sejak menikah, tidak pernah absen,” katanya.
Ketupat adalah makanan yang dibuat dari beras yang dimasukkan ke dalam anyaman dari bahan daun kelapa. Jika dibalut dengan daun pisang biasa dikenal dengan lontong.
Serupa dengan ketupat, lepet juga dibalut dengan daun kelapa muda, namun isinya berbeda, yakni ketan putih yang dicampur dengan kelapa parut dan garam. Umumnya ketupat disajikan dengan opor ayam atau kare ayam.
Tidak hanya dibuat untuk disajikan di rumah sebagai kudapan, saat lebaran ketupat makanan ini akan di bawa ke surau terdekat kemudian dilakukan doa dan makan bersama. “Untuk mendoakan yang sudah meninggal,” ujar dia.
Alasan ia tidak pernah absen membuat ketupat, karena menurut yang ia dengar dari pemuka agama setempat, keluarga yang meninggal akan mencari-cari makanan di tempat sampah, jika tidak mendapat kiriman ketupat.
Hari ini ia memasak 1,5 kg ketan untuk membuat lepet dan 7 liter beras untuk membuat ketupat. Sesuai tradisi, sebagian dari ketupat yang dibuat akan dibagikan ke sanak-saudara.
Tiap tahun, lebaran ketupat di Bungah, Gresik dirayakan di hari ketujuh setelah Idul Fitri. Ketupat itu dibawa ke surau setelah salat subuh, sekitar pukul 6.00 WIB. Yang datang ke surau umumnya adalah laki-laki.
Mengutip dari media Nu Online, hari raya ketupat atau lebaran ketupat merupakan tradisi sebagian besar muslim Indonesia, khususnya masyarakat Pulau Jawa. Perayaan hari raya ketupat melambangkan kebersamaan. Di beberapa daerah dikenal dengan kegiatan syawalan karena dilaksanakan pada bulan Syawal.
Tradisi ini sering kali dikaitkan dengan salah-satu Wali Songo, yakni: Sunan Kalijaga. Ia ditengarai yang memperkenalkan tradisi raya ketupat. Budayawan Zastrouw Al-Ngatawi mengatakan, tradisi kupatan muncul pada era Wali Songo dengan memanfaatkan tradisi slametan yang sudah berkembang di kalangan masyarakat Nusantara.
Tradisi ini kemudian dijadikan sarana untuk mengenalkan ajaran Islam mengenai cara bersyukur kepada Allah, bersedekah, dan bersilaturahmi.