Yayasan Universitas Pancasila Bantah Pemberhentian Marsudi sebagai Rektor Berkaitan dengan Edie Toet

4 hours ago 2

TEMPO.CO, Jakarta - Yayasan Pendidikan dan Pembina Universitas Pancasila membantah pemberhentian Marsudi Wahyu Kisworo sebagai rektor berkaitan dengan kasus dugaan pelecehan seksual yang menyeret Edie Toet Hendratno. "Saya tidak melihat ada kaitannya dengan kasus ETH yang saat ini sedang diproses di kepolisian," ujar Ketua Pengurus YPP UP Muhammad Anis, Kamis, 1 Mei 2025.

Sebelumnya Marsudi menyatakan bahwa pemberhentiannya karena ia menolak permintaan yayasan untuk mengaktifkan lagi Edie sebagai dosen Universitas Pancasila. Lewat SK Nomor 177/sk.kp/yppup/vii/2024 Edie dinonaktifkan dari seluruh kegiatan Tridharma Perguruan Tinggi, termasuk menjadi penasihat akademik mahasiswa, membimbing atau menguji mahasiswa S1, S2 dan S3. Penonaktifannya itu terkait kasus dugaan pelecehan seksual yang dilakukannya kepada dua pegawai di rektorat.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Edie adalah rektor sebelum Marsudi. Namun karena kasus dugaan pelecehan seksual yang menyeret namanya, ia diberhentikan dari jabatannya. Marsudi sendiri terpilih sebagai Rektor UP pada 2 Mei 2024. Kasus Edie sudah masuk ke kepolisian, dua korbannya melaporkan Edie pada Januari 2024 ke Polda Metro Jakarta.  

Berdasarkan pengakuan Marsudi kepada Tempo, ada permintaan kepadanya untuk mengaktifkan lagi Edie pada Agustus 2024. Namun ia menolak permintaan itu dan mendesak agar Edie justru diberhentikan, alih-alih  sekadar dinonaktifkan.

“Di situ yayasan agak marah kepada saya dan ada ancaman. Misal kalau nggak nurut nanti dievaluasi,” ujar Marsudi saat ditemui Tempo di ruang anggota Dewan Pengarah Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Kamis, 30 April 2025. Saat ini, Marsudi menjabat sebagai Dewan Pengarah BRIN.

Selain itu, Marsudi menduga pemberhentiannya dikarenakan ia telah mengembalikan posisi dua karyawan rektorat yang jadi korban Edie ke posisinya. Sebelumnya satu korban dirumahkan dan lainnya dipindahkan ke kampus lain. 

Anis membantah yayasan pernah mengajukan pengaktifan  kembali Edie. “Saya sebagai ketua pengurus tidak pernah menerima surat permintaan untuk mengaktifkan lagi ETH,” ujar dia. Ia menegasakan pemberhentian Marsudi tidak ada sangkut pautnya dengan kasus Edie. 

Menurutnya pemberhentian Marsudi telah melalui proses evaluasi. Evaluasi pertama dilakukan pada  2 Mei  2024 - 30 november 2024. Kemudian evaluasi kedua pada 1 Desember 2024 - 31 Desember 2024 dan evaluasi terakhir pada Januari 2025 - Maret 2025. 

Pada rentang waktu Februari-April, Anis mengatakan ada hubungan kerja yang kurang harmonis antara rektor dengan yayasan dan fakultas. “Saya sebagai ketua pengurus bertugas melakukan evaluasi kinerja rektor sebagai bagian dari peningkatan kualitas berkelanjutan dengan prinsip plan, do, check and action,” ujar dia. Namun ia tidak menjelaskan lebih jauh, hubungan tidak harmonis seperti apa yang ia maksud. 

Saat ini Marsudi telah melaporkan dugaan kesewenang-wenangan pemberhentiannya ke Kementerian Pendidikan Tinggi Sains dan Teknologi. Ia melaporkan dugaan itu pada Senin, 28 April 2025. Hari dimana ia menerima SK pemberhentian. Seharusnya, sesuai kontrak awal, jabatannya baru akan berhenti pada 2028.

Jika tidak ada jalan terang di Kemendikti Saintek, ia berencana mengambil langkah hukum dengan mengajukan gugatan administrasi atas SK pemberhentiannya ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

Sebagai informasi, kasus Edie belum ada perkembangan di Polda Metro Jaya. Beberapa waktu lalu, sebelum Marsudi diberhentikan, ada dua korban baru yang melaporkan Edie atas dugaan pelecehan seksual. Korban membuat laporan ke Badan Reserse Kriminal Polri pada 25 Januari 2025.  

Read Entire Article
Parenting |