Dedi Mulyadi Kirim Anak Nakal ke Barak, Ini Tempat dan Materi Programnya

13 hours ago 2

GUBERNUR Jawa Barat Dedi Mulyadi mewujudkan gagasannya mengirim anak-anak ‘nakal’ ke barak militer. Pemerintah Provinsi Jawa Barat telah bekerja sama dengan TNI AD untuk melaksanakan ide Dedi tersebut.

Dedi menyampaikan rencana mengirim anak bermasalah ke barak militer saat menghadiri acara HUT ke-26 Kota Depok di Jalan Margonda Raya pada Jumat, 25 April 2025. Dia menuturkan kebijakan itu akan diterapkan mulai Mei 2025.

“Saya mau buat program, anak-anak yang nakal di rumahnya enggak mau sekolah, pengin jajan terus, balapan motor terus, sama orang tuanya melawan diserahin ke pemerintah Kota Depok untuk dibina di kompleks militer dan kompleks polisi. Setuju enggak?” kata Dedi. Dia berharap Wali Kota Depok Supian Suri bisa berkoordinasi dengan aparat TNI dan Polri setempat.

Dedi menyebutkan akan menyiapkan anggaran selama enam bulan atau bahkan hingga satu tahun agar anak-anak yang dianggapnya berperilaku nakal dibina TNI dan Polri. “Nanti udah baik baru dibalikin ke orang tuanya,” ujarnya.

Tempat dan Materi Program Pendidikan Karakter

Kepala Dinas Penerangan TNI AD Brigjen Wahyu Yudhayana mengonfirmasi adanya kerja sama dengan Pemprov Jabar berkaitan dengan pembinaan anak-anak. Program itu bernama Pendidikan Karakter, Disiplin, dan Bela Negara Kekhususan. Dia menuturkan kekhususan diperuntukkan bagi anak-anak yang mempunyai kriteria seperti yang dijelaskan Dedi.

Wahyu mengatakan program itu dilaksanakan di dua tempat, yaitu di Dodik Bela Negara Rindam III/Siliwangi di Bandung dan di Markas Resimen Artileri Medan (Menarmed) 1 Kostrad di Purwakarta. “Keduanya di-launching bersamaan pada hari ini, bertepatan dengan peringatan Hari Pendidikan Nasional tahun 2025,” kata Wahyu di Jakarta pada Jumat, 2 Mei 2025, seperti dikutip dari Antara.

Dia menyebutkan sekitar 80 siswa menjalani pendidikan di Rindam III/Siliwangi, sedangkan yang menjalani pendidikan di Resimen Armed 1 Purwakarta terdaftar 40 siswa. Para siswa didaftarkan oleh orang tuanya yang meneken perjanjian tertulis bahwa anaknya bersedia menjalani program itu secara sukarela.

Wahyu menuturkan pendidikan ini bertujuan membina siswa tingkat SMP dan SMA atau sederajat yang memiliki permasalahan kepribadian maupun perilaku menyimpang, yang berurusan dengan suatu tindak pidana.

Menurut dia, program ini bukan pendidikan militer atau pendidikan ala militer. Dia menyebutkan materi pendidikannya adalah materi yang umum diberikan seperti belajar di kelas secara normal, mulai dari bimbingan dan penyuluhan atau bimbingan konseling, latihan baris berbaris, kedisiplinan, motivasi, penyuluhan wawasan kebangsaan, bela negara, penyuluhan bahaya narkoba, permainan kelompok, hingga outbound.

“Tenaga pendidik berasal dari unsur TNI AD, Polri, dinas pendidikan, dinas kesehatan, Lembaga Perlindungan Anak (LPA), serta tenaga pendidik sesuai bidang masing-masing,” katanya.

Respons dari Berbagai Kalangan

Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Atnike Nova Sigiro mengharapkan Dedi Mulyadi meninjau ulang keputusannya mengirim siswa bermasalah ke barak militer. “Sebetulnya itu bukan kewenangan TNI untuk melakukan edukasi, civic education,” kata Atnike ditemui usai acara di kantor Komnas HAM, Jakarta Pusat, Jumat.

Menurut dia, tidak ada permasalahan saat anak hanya pergi ke barak untuk pemahaman mengenai pendidikan karier tentara. Tetapi apabila rencana membawa anak itu dalam konteks pendidikan militer, maka itu tidak tepat. “Keliru jika itu dalam bentuk hukuman. Itu proses di luar hukum, kalau tidak berdasarkan hukum pidana atau hukum pidana bagi anak di bawah umur,” kata dia.

Adapun Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) Bima Arya Sugiarto menilai penanganan anak bermasalah dengan dimasukkan atau dididik dalam barak TNI perlu melibatkan pakar dan ahli di bidangnya. 

“Jadi saran saja, disiapkan, dikonsepkan dengan hati-hati. Melibatkan juga tentunya para pakar, pemerhati keluarga, ahli ilmu keluarga, psikolog, dan tentu harus diajak bicara juga keluarganya,” kata Bima di Balai Kota Malang, Jawa Timur, Jumat.

Bima mengatakan, meski tujuannya untuk pendidikan, sebisa mungkin dilakukan pengkajian mendalam terhadap konsep pelaksanaan program tersebut. Pola pendidikan harus lebih menekankan pada pendekatan kekeluargaan, membangun interaksi antara peserta, pemerintah daerah pemilik kebijakan, dan pihak yang bertugas menangani anak-anak tersebut.

Sementara itu, sebelumnya, Anggota Komisi X DPR Bonnie Triyana mengatakan perlu ada pertimbangan mendalam mengenai pengiriman siswa bermasalah ke barak militer. “Tidak semua problem harus diselesaikan oleh tentara, termasuk persoalan siswa bermasalah,” kata dia dalam keterangan tertulisnya pada Rabu, 30 April 2025.

Dia menuturkan pendidikan militer bukan cara yang tepat untuk menguatkan karakter siswa, khususnya anak bermasalah. “Penanganan siswa bermasalah harus dipahami secara holistik dengan menelaah keluarga, lingkungan pergaulan, dan aktivitas di sekolah," ujar dia.

Menangani siswa bermasalah, kata dia, memerlukan pendekatan psikologis. “Melibatkan psikolog dan psikiater untuk menangani siswa bermasalah jauh lebih tepat ketimbang mengirim mereka ke barak militer,” tutur politikus dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) itu.

Bonnie mengingatkan setiap anak bermasalah memiliki karakter berbeda, termasuk latar belakang yang menyebabkan perilaku mereka menjadi bermasalah. “Jadi tidak bisa disamaratakan seperti itu,” ujar dia.

Dia menilai pemerintah daerah di tingkat kabupaten/kota hingga provinsi seharusnya memastikan keberadaan guru konseling di setiap sekolah. Guru-guru itu harus yang terlatih dalam mengatasi siswa bermasalah. Bonnie mengatakan para pemangku kepentingan perlu memperhatikan kebutuhan dasar anak didik, yakni kebutuhan untuk mendapatkan bimbingan dari tenaga pengajar.

Eka Yudha Saputra, Daniel Ahmad Fajri, Ervana Trikarinaputri, dan Antara berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Pilihan editor: Siapa Pengganti Hasan Nasbi Pilihan Prabowo

Read Entire Article
Parenting |