Komnas HAM Pertanyakan Usulan Gelar Pahlawan Nasional untuk Soeharto

11 hours ago 3

TEMPO.CO, Jakarta – Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Atnike Nova Sigiro mempertanyakan wacana pemberian gelar pahlawan nasional untuk mantan presiden Soeharto. Atnike mengatakan mekanisme dan syarat pemberian gelar pahlawan nasional yang diatur melalui undang-undang harus ditinjau ulang.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Dalam hal apa kepahlawanannya (presiden Soeharto), harus jelas kan? Undang-undang mengenai kepahlawanan itu perlu dilihat kembali mungkin. Apakah kepahlawanan itu hanya melihat satu aspek saja ya? Misalnya aspek pembangunannya saja atau harus sebenarnya komprehensif,” kata Atnike.

Atnike mengatakan gelar pahlawan sejatinya perlu diberikan untuk menjadi role model bagi warga negara. Menurut dia, syarat itu dapat menjadi pertimbangan. “Apakah seseorang bisa menjadi role model yang cukup komprehensif, sebagai warga negara yang baik, yang menghormati hak asasi manusia salah satunya,”  kata dia.

Kementerian Sosial menerima sepuluh nama baru yang disusulkan untuk mendapat gelar pahlawan. Menteri Sosial Saifullah Yusuf mengatakan nama Soeharto sudah memenuhi syarat sebagai calon kandidat penerima gelar pahlawan nasional.

Menteri yang akrab disapa Gus Ipul ini menjelaskan, Tim Peneliti dan Pengkaji Gelar Pusat Kementerian Sosial sedang mengkaji lebih dari 10 nama yang diusulkan ke Kemensos. Sebelumnya, Kemensos menerima 10 daftar nama calon penerima gelar pahlawan nasional, termasuk mantan presiden Soeharto dan Abdurrahman Wahid alias Gus Dur.

Gus Ipul menuturkan bahwa pihak keluarga sudah memberikan surat persetujuan atau rekomendasi nama Soeharto sebagai calon penerima gelar pahlawan nasional.

"Sudah selesai semua kalau syarat-syaratnya. Beliau itu kan sudah dua kali diajukan. Sudah dua kali diajukan dari tahun 2010, 2015, dan sekarang secara normatif sudah terpenuhi semua," kata Gus Ipul. Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Nahdlatul Ulama ini mengatakan tim sedang membahas nama-nama yang masuk untuk diputuskan Mei sebelum dibawa ke Dewan Gelar.

Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid mengkritisi rencana pemerintah memberikan gelar pahlawan nasional. Menurut Usman, Soeharto memiliki sejarah kelam pelanggaran hak asasi manusia selama 32 tahun memimpin.

Usman mengatakan, Indonesia mustahil maju jika para pemimpin tidak mengingat sejarah hak asasi manusia yang pernah diperjuangkan. Dia menyampaikan itu dalam peringatan Konferensi Asia Afrika, dikutip pada 26 April 2025.

SETARA Institute menilai Presiden ke-2 Soeharto tidak layak menerima gelar pahlawan nasional. Gelar bagi Soeharto itu dianggap tidak relevan dan problematik. 

Ketua Dewan Nasional SETARA Institute Hendardi mengatakan, Soeharto tidak layak mendapatkan gelar pahlawan nasional karena berbagai pelanggaran HAM dan kejahatan terhadap kemanusiaan yang pernah terjadi pada masa pemerintahannya yang otoriter dan militeristik, belum pernah diuji melalui proses peradilan. "Belum lagi soal Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN) yang dilakukan oleh keluarga dan elite inti di sekitarnya," kata Hendardi lewat keterangan resminya, Kamis, 24 April 2025. 

Akumulasi persoalan itu yang secara objektif menjadi penyebab utama Soeharto dilengserkan oleh Gerakan Reformasi 1998. 

Hendardi mengatakan, secara yuridis, berdasarkan UU Nomor 20 Tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa dan Tanda Kehormatan, ada syarat umum dan syarat khusus untuk mendapatkan gelar, tanda jasa, dan tanda kehormatan.  

Syarat umum yang diatur Pasal 24 UU adalah sebagai berikut: 1) WNI atau seseorang yang berjuang di wilayah yang sekarang menjadi wilayah NKRI; 2) memiliki integritas moral dan keteladanan; 3) berjasa terhadap bangsa dan negara; 4) berkelakuan baik; 5) setia dan tidak mengkhianati bangsa dan negara; dan 6) tidak pernah dipidana, minimal 5 (lima) tahun penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.  

"Mengacu pada syarat umum poin 4, pendek kata, Soeharto tidak memenuhi syarat umum berkelakuan baik," kata Hendardi.

Read Entire Article
Parenting |