Komnas HAM: Rencana Dedi Mulyadi Kirim Anak Nakal ke Barak TNI Tak Berdasar

13 hours ago 4

TEMPO.CO, Jakarta – Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Atnike Nova Sigiro merespons rencana Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi mengirim anak bermasalah ke barak TNI. Atnike mengharapkan Dedi meninjau ulang wacana tersebut.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Sebetulnya itu bukan kewenangan TNI untuk melakukan edukasi, civic education,” kata Atnike ditemui usai acara di kantor Komnas HAM, kawasan Menteng, Jakarta Pusat, pada Jumat, 2 Mei 2025.

Menurut Atnike, tidak ada permasalahan saat anak hanya pergi ke barak untuk pemahaman mengenai pendidikan karier tentara. Tetapi apabila rencana membawa anak itu dalam konteks pendidikan militer, maka itu tidak tepat. “Keliru jika itu dalam bentuk hukuman. Itu proses di luar hukum, kalau tidak berdasarkan hukum pidana atau hukum pidana bagi anak di bawah umur,” kata dia.

Dedi Mulyadi sebelumnya menyatakan rencananya untuk menyerahkan anak-anak Kota Depok yang dianggapnya nakal ke institusi TNI dan Polri untuk dididik ala militer. Kebijakan ini, kata dia, akan diterapkan mulai Mei 2025. Ia berharap Wali Kota Depok Supian Suri bisa berkoordinasi dengan aparat kepolisian dan militer setempat. 

"Saya mau buat program, anak-anak yang nakal di rumahnya nggak mau sekolah, pengen jajan terus, balapan motor terus, sama orang tuanya melawan diserahkan ke pemerintah Kota Depok untuk dibina di komplek militer dan komplek polisi. Setuju enggak?" kata Dedi saat menghadiri acara HUT ke-26 Kota Depok di Jalan Margonda Raya pada Jumat, 25 April 2025.

Menurut Dedi, ia akan menyiapkan anggaran selama enam bulan atau bahkan hingga satu tahun agar anak-anak yang dianggapnya berperilaku nakal dibina TNI dan Polri. "Nanti udah baik baru dibalikin ke orang tuanya," kata Dedi. Namun demikian, sejumlah pihak mengkritik rencana Dedi mengirim anak-anak ke barak militer. Menanggapi itu, Dedi mengatakan gagasannya adalah untuk mengubah paradigma anak-anak sekarang yang tidak kompetitif.

Ia mengatakan orang tua akan membuat surat pernyataan dan mengantar anaknya ke barak TNI untuk dibina. Ia memastikan anak tersebut tidak akan kehilangan status pelajarnya. Mereka akan tetap belajar seperti biasa. Hanya saja wajib mengubah pola hidup, misalnya, tidur pukul 20.00 WIB dan bangun pukul 04.00 WIB.

Kemudian, anak tersebut diajarkan disiplin seperti membereskan ruang tidur, sarapan, dan olahraga tepat waktu. Bahkan, kata Dedi, anak-anak tersebut akan diajarkan puasa Senin-Kamis atau mengaji ba'da magrib bagi yang muslim. 

Wakil Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Atip Latipulhayat menilai usulan tersebut kurang tepat. Ia mengatakan kementeriannya sudah memiliki mekanisme yang baku untuk menangani anak-anak yang butuh bimbingan.

“Kami sudah punya mekanisme yaitu dengan guru-guru bimbingan konseling (BK). Jadi, untuk menangani persoalan, masalah-masalah yang berkaitan dengan siswa, termasuk di dalamnya yang disebut kenakalan siswa, itu ditangani oleh guru BK,” kata Atip kepada Tempo, Senin, 28 April 2025.

Atip mengatakan pendekatan yang tepat harusnya menggunakan pendekatan edukatif. Menurut dia, langkah mengirim anak yang bermasalah ke barak militer bukan menjadi solusi. “Nanti malah konotasinya kurang baik. Kok militerisasi di dalam pendidikan Indonesia?” ujarnya.

Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad mendorong pengkajian wacana pengiriman anak nakal ke barak militer. Dasco berpendapat rencana itu harus ditelaah secara mendalam sebelum benar-benar diimplementasikan. 

"Hal-hal yang disampaikan oleh Gubernur Jawa Barat mungkin adalah hal-hal baru yang memang perlu dikaji terlebih dahulu secara matang," kata Dasco di Kompleks Parlemen DPR/MPR, Jakarta, pada Rabu, 30 April 2025.

Dian Rahma Fika berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Read Entire Article
Parenting |