KPK: 41.879 LHKPN Penyelenggara Negara Belum Lengkap, Mayoritas karena Surat Kuasa

2 hours ago 1

TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencatat sebanyak 404.761 penyelenggara negara telah melaporkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) dari total 415.875 yang wajib melapor. Juru bicara KPK Budi Prasetyo mengatakan dari jumlah tersebut 41.879 di antaranya terverifikasi belum lengkap.

"Mayoritas yang belum lengkap terkait dengan surat kuasa," kata dia di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan pada Jumat, 9 Maret 2025.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Jumlah penyelenggara negara yang LHKPN-nya telah terverifikasi lengkap tercatat sebanyak 362.882 orang. Budi menjelaskan bahwa KPK telah menyediakan fasilitas e-Meterai untuk memudahkan para penyelenggara negara dalam menyampaikan surat kuasa. "Hal ini tentu menjadi kemudahan bagi para wajib lapor untuk pemenuhan surat kuasa tersebut, sehingga dengan pemenuhan surat kuasa LHKPN yang disampaikan kemudian bisa dinyatakan lengkap," ujarnya. 

Dengan jumlah tersebut, Budi mengatakan persentase kepatuhan atau kelengkapan LHKPN tercatat sebanyak 87,26 persen. Selain itu, sebanyak 11.114 penyelenggara negara wajib lapor belum menyampaikan LHKPN, padahal tenggat waktu yang diberikan oleh KPK sampai 11 April 2025.

"Dari total wajib lapor 415.875, sehingga masih ada 11.114 penyelenggara negara yang belum menyampaikan LHKPN-nya," kata Juru Bicara KPK Budi Prasetyo di Gedung Merah Putih KPK pada Jumat, 9 Mei 2025. Budi menyampaikan bahwa tingkat kepatuhan penyelenggara negara yang wajib melapor mencapai 97,33 persen.

Sementara itu, Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada atau Pukat UGM, Zaenur Rohman, meragukan kebenaran LHKPN yang telah dilaporkan oleh penyelenggara negara wajib lapor atau PN/WL. Karena itu, Zaenur mengatakan KPK harus menelaah secara menyeluruh kebenaran dari LHKPN tersebut.

"Saya ragu soal LHKPN. Apalagi selama ini kasus-kasus yang terjadi ternyata diketahui LHKPN dengan harta sebenarnya yang dimiliki disparitasnya sangat tinggi," kata dia saat dihubungi Tempo pada Jumat, 18 April 2025.

Salah satu contoh, kata Zaenur, adalah LHKPN milik Rafael Alun Trisambodo yang pada 2021 sebesar Rp 56 miliar. Namun setelah diusut oleh KPK, banyak aset-aset lainnya yang diduga dimiliki oleh Rafael, namun tidak tercatat dalam LHKPN.

Zaenur menyampaikan bahwa jika ditemukan kejanggalan dalam LHKPN, KPK harus menindaklanjutinya dengan melakukan investigasi. Selanjutnya, perlu dilakukan telaah lebih mendalam dengan mencocokkan data laporan tersebut dengan transaksi keuangan yang relevan.

"Kemudian kalau memang mengarah kepada tindak-tindak korupsi misalnya, apakah itu pencucian uang, apakah itu korupsi atau lainnya, ya KPK bisa buka dalam bentuk penyelidikan," kata dia.

Read Entire Article
Parenting |